Gardaasakota.com.-Peraturan Daerah (Perda) tentang Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK) Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB telah ditetapkan pada 30 Juni 2025 lalu melalui rapat Paripurna DPRD NTB.
Meski sudah mendapatkan evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri. Penerapan Perda penataan birokrasi Pemprov NTB tersebut belum juga mendapatkan kejelasan.
Bahkan, salah seorang anggota DPRD NTB, H Muhammad Aminurlah, mengungkapkan eksekusi Perda SOTK tersebut tidak mungkin bisa dilakukan ditahun anggaran 2025 ini karena meski Perda tersebut telah ditetapkan namun sampai hari ini belum juga diundangkan.
“Tidak mungkin Perda SOTK itu dapat dieksekusi tahun ini karena sampai dengan hari ini Perda tersebut belum diundangkan,” ujar politisi Partai Amanat Nasional (PAN) yang pernah menjabat sebagai Pimpinan DPRD Kabupaten Bima dua (2) periode ini kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Ia bahkan mengatakan untuk melakukan penataan birokrasi bukanlah merupakan hal yang mudah seperti melakukan mutasi pegawai pada bagian atau OPD baru baik Eselon II dan Eselon III, Eselon IV dan Fungsional, kemudian membuat perencanaan anggaran pada suatu OPD, serta menggabungkan dinas atau OPD dalam sebuah OPD baru.
“Meski sudah ada perencanaan tapi untuk mengeksekusi hal itu tidak mudah. Belum lagi KUA-PPAS TA 2026 yang sampai hari ini belum diajukan. Padahal dalam ketentuan UU Pemda dan PP 12 tahun 2019 hal itu harus diajukan paling lambat minggu kedua bulan Juli dan penetapannya minggu kedua bulan Agustus,” kata Maman.
Maman menegaskan pembahasan KUA-PPAS TA 2026 itu harus dilakukan secara serius dan tidak boleh dilaksanakan hanya dalam waktu sehari atau dua hari saja. “Minimal pembahasannya harus dilakukan dalam waktu satu bulan untuk melahirkan program, kegiatan atau sub kegiatan yang matang dan betul-betul mengakomodasi visi-misi Gubernur termasuk dalam penataan keuangan dan penataan birokrasi ini. Jadi tidak dibahas sehari dua hari,” tekan Maman.
Karena KUA-PPAS TA 2026 sampai dengan hari ini belum diajukan, maka hal ini juga berpengaruh terhadap kesiapan Pemprov NTB dalam melakukan eksekusi terhadap penataan birokrasi yang tertuang dalam Perda SOTK ini.
“Karena baik didalam KUA-PPAS maupun dalam RKPD itu soal penataan birorkasi ini akan tergambar jelas disitu. Tapi sebagai anggota Dewan, yang terpenting kita sudah ingatkan. Selain mengingatkan KUA-PPAS 2026, kita juga sudah mengingatkan pihak eksekutif terkait dengan pembahasan APBD Perubahan TA 2025,” ujar pria yang juga menjadi anggota Pansus Raperda SOTK ini.
Ia juga mengatakan, DPRD juga pernah mengundang PJ Sekda untuk hadir diacara rapat Banggar DPRD NTB akan tetapi tidak hadir. “Ini tujuannya agar kami di DPRD bisa mempertanyakan langsung soal itu. Tapi sayangnya PJ Sekda tidak hadir saat diundang tersebut,” kata Maman.
Mimpi mewujudkan meritokrasi itu menurutnya tidak bisa diwujudkan ketika kinerja birokrasi itu buruk dan menunjukan sikap yang tidak taat atau patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dan kami hanya sebatas membantu eksekutif agar bagaimana ketentuan peraturan yang ada itu bisa dijalankan secara baik agar mimpi meriotkrasi itu bisa terwujud dan apa yang ditargetkan bisa tercapai,” tandasnya. (GA. Im*)