Gardaasakota.com.-Gubernur NTB, H Lalu Muhamad Iqbal, menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang Status Tanggap Darurat Bencana Konflik Sosial di Kota Mataram tertanggal 1 September 2025 paska terbakarnya kantor DPRD NTB pada Sabtu 30 Agustus 2025.
SK Gubernur NTB tersebut bernomor 100.3.31-427 Tahun 2025 tertanggal 1 September 2025 tentang Status Tanggap Darurat Bencana Konflik Sosial di Kota Mataram Provinsi NTB.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB melalui Sekretaris BPBD NTB, Ahmad Yani, kepada wartawan media ini membenarkan adanya SK Tanggap Darurat Bencana Konflik Sosial yang diterbitkan oleh Gubernur NTB.
“Iya ada, SK tersebut diterbitkan sesuai dengan ketentuan UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Kebencanaan, ada tiga bencana yakni bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial. Jadi itu yang menjadi dasar penerbitan SK Gubernur tersebut,” terang Sekban BPBD NTB, Ahmad Yani, kepada wartawan media ini Rabu 10 Agustus 2025.
Ia mengatakan SK Tanggap Darurat itu akan menjadi rujukan bagi penuntasan pembayaran sejumlah paket pekerjaan yang terhenti pelaksanaannya akibat terbakarnya kantor DPRD NTB seperti Renovasi Ruangan Komisi sebesar Rp905 Juta lebih, serta paket penunjukan langsung pembuatan papan nama anggota DPRD NTB.
“Jadi intinya kegiatan-keigatan yang berkaitan dengan APBD atau APBN. Jadi tugasnya kami sebenarnya hanya mengeluarkan status tanggap darurat saja, tidak ada hubungan lagi dengan yang lain,” tegas Ahmad Yani.
Masa tanggap darurat ini menurutnya akan berlaku selama 14 hari. Setelah ini selesai nanti akan masuk ke tahapan transisi kedaruratan selama 10 hari. Dan bisa saja diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
“Apakah ini akan berkonsekuensi terhadap anggaran?. Hal itu bergantung sungguh pada instansi yang akan melakukan kegiatan dimaksud. Jadi kita persilahkan saja,” ujarnya.
Berdasarkan hasil rapat dengan pihak BPKAD NTB hanya satu pembahasannya yakni bagaimana melakukan penanganan terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh pihak ketiga di DPRD NTB.
“Jadi dengan status tanggap darurat yang diterbitkan oleh Gubernur tersebut, pada prinsipnya tidak boleh ada yang dirugikan. Berapa persen pengerjaannya, itulah yang nanti akan dinilai oleh Inspektorat, Biro Hukum, dan BPKAD. Jadi kami dari BPBD tidak ikut memberikan penilaian itu. Hanya yang berkaitan dengan status kedaruratan aja,” tandasnya. (GA. Im*)