Ini Baru, di Bima Seminar Rehabilitasi Hutan di Dekat Hutan

Para tamu disambut dengan tarian khas Bima sebelum memasuki lokasi seminar.

Gardaasakota.com.-Ini namanya seminar. Seminar nasionaal biasanya dilaksanakan di hotel-hotel berbintang di kota-kota besar atau di kota kecil. Maupun di kantor instansi pemerintah. Namun seminar nasional tentang Rahabilitasi Hutan justru dilaksanakan di Desa Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima, tepatnya di Pesantren Al Khairiah di Desa Kuta Kec.Parado Kab.Bima NTB yang boleh dikatakan terletak di pinggir hutan, Sabtu (8/11/2025).

Direktur Promosi dan Pemasaran Produk Unggulan Desa dan Daerah Tertinggal Dr.H.Yusra, M.Pd., Ketua LKP3S Mataram H.Sofwan, S.H., M.Hum, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Datuk Kerama Palu Sulteng Dr. Adam M.Saleh, M.Pd sebagai Narasumber, dan undangan disambut tari khas Bima dan pengalungan selendang khas Bima saat menuju ke lokasi seminar.

Inilah seminar nasional pertama kali dilaksanakan di sebuah lokasi yang tidak jauh dari kawasan hutan kecamatan di Parado, bahkan mungkin di Kabupaten Bima.

Direktur Promosi dan Pemasaran Produk Unggulan Desa dan Daerah Tertinggal Dr.H.Yusra, M.Pd, Pak Direktur dalam paparannya menyatakan, hutan harus dilestarikan dengan menanam tanaman yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat misalnya kemiri.

Permintaan kemiri dari Arab dan negara Eropa cukup besar, tetapi setiap produk harus dijaga kualitasnya, sehingga dapat memenuhi syarat untuk kebutuhan ekspor.

“Pemerintah akan membantu berupa misalnya mesin pengupas kemiri, tapi diberikan kepada kelompok sebagai milik bersama bukan milik individu. Harus terbentuk kelompoknya dan produknya harus jelas dan kualitasnya,” ujar Dr. H. Yusra.

Sedianya, usai seminar Direktur berencana mengunjungi lokasi kawasan hutan yang sudah ditanam kembali dan sudah menghasilkan. Namun karena hujan Direktur dan rombongan tidak sempat naik gunung untuk melihat percontohan yang berhasil dilakukan oleh beberapa kelompok yang menanam kemiri, durian, klengkeng dll seperti di Mada Singgi dan Mada Nangga Desa Paradorato yang dijadikan model percontohan.

Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Perempuan dan Hak Asasi Manusia (LKP3H) Mataram H.Sofwan, SH.,M.Hum dalam paparannya dengan topik “Pemanfaatan dan Kelestarian Hutan” menyebutkan, hutan di wilayah Kec.Parado meliputi areal seluas 18.000 hektar, yang diisi dengan tanaman jagung 13.000 hektar. Hutan produksi yang dibabat sudah ditanam jagung.

“Ada juga yang menanam kemiri, durian dan kopi dan sudah panen dan berjalan sekitar 5-6 tahun, tapi kondisi hutan lain masih gundul,” ujar mantan Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Universitas Mataram (Unram) tersebut.

Menanam jagung, imbuh Sofwan, biaya produksinya sangat tinggi kurang lebih 14 komponen kegiatan yang membutuhkan biaya besar. Itu tidak sebanding dengan hasil dan jerih payah pemilik lahan jagung. Setiap musim tanam dan panen tidak banyak keuntungan.

Hasil penjualan jagung tidak mencukupi untuk bayar utang di bank. Sebab setiap musim tanam karena pemilik lahan tidak memiliki modal, maka harus meminjam terus di bank. Termasuk utang pengadaan pupuk Rp 1-2 juta sekali tanam.

Menurut Sofwan, tanah hutan produksi sudah dikapling oleh masyarakat, bahkan ada yang gadai menggadai. “Secara hukum mengapling tanah hutan produksi sudah melanggar hukum apalagi gadai menggadaikan,” ujar pakar dan praktisi Hukum Tata Negara Unram tersebut.

Oleh karena itu, mengeluarkan masyarakat dari hutan tersebut bisa menimbulkan masalah. Namun pemerintah harus mendorong masyarakat untuk dapat memanfaatkan program hutan kemasyarakatan dan ada juga program kemitraan kehutanan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perhutanan Sosial.

Sofwan menyarankan, untuk mengikuti kegiatan harus difasilitasi oleh pemerintah daerah karena program tersebut harus dengan persetujuan dan keputusan Menteri. Kerusakan hutan akan menimbulkan banjir, tanah longsor, erosi, dan terusiknya satwa-satwa dan binatang hutan termasuk lebah madu yang dulu sangat terkenal di Kecamatan Parado dan kini semakin berkurang karena luasnya kawasan hutan yang dibabat untuk pertanaman jagung,

“Pembabatan hutan juga mengakibatkan hilangnya serapan air hujan dan berkurang mata air, selain menimbulkan bencana banjir,” kunci Sofwan.

Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Datuk Kerama Palu Sulteng Dr. Adam M.Saleh, M.Pd, M.Si. mengangkat topik hutan dan kemiskinan. Kemiskinan, kata Dr.Adam M.Saleh, bukan saja secara materi belaka atau kemiskinan harta benda, melainkan juga kemiskinan mental dan moral, serta kemiskinan ilmu pengetahuan.

“Orang korupsi itu hartanya banyak, ilmunya tinggi, tetapi mentalnya yang miskin. Oleh karena itu kita harus memegang teguh agama dengan memperkuat iman, karena kalau iman kuat, tidak mungkin melakukan korupsi,” Dr. Adam M.Saleh menegaskan.

Acara seminar dilanjutkan dengan tanya jawab dengan peserta yang membuat seminar hidup. Pada seminar tersebut juga dihadirkan Ibu Muznah dari Lombok yang termasuk pengusaha yang sering melaksanakan ekspor kemiri ke Timur Tengah dan Kepala Cabang Bank Mandiri Bima.

Kegiatan seminar ini diprakarsai Abdillah M.Saleh, S.Pd. Dari lembaga pelestarian hutan dan lahan Kecamatan Parado yang selama ini tak pernah lelah memberi penyuluhan dan pembimbingan kepada masyarakat Kecamatan Parado akan pentingnya rehabilitasi hutan. (GA. Mda*).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page