Kisah Tercecer di Balik Anugerah Pahlawan Nasional Sultan Muh Salahuddin, H. Sirajuddin AP : Tahun 2018 Tak Lolos Verifikasi Faktual

Drs. H. Sirajuddin AP, M.M

Gardaasakota.com.-Mantan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima Drs. H.Sirajuddin AP, M.M, ikut bersuara sehubungan dengan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional terhadap Sultan Muhammad Salahuddin.

Dalam percakapan dengan media ini melalui telepon, Senin (10/11/2025) malam, H.Sirajuddin mengatakan, Putri Mary (Dr.Hj.St.Maryam R.Salahuddin) dan H.Sofwan, S.H.,M.Hum dkk, pernah berjuang mengusulkan Sultan Muhammad Salahuddin sebagai Pahlawan Nasional.

Namun pada saat verfikasi faktual oleh Prof. Dr. Anhar Gonggong, Sultan Muhammad Salahuddin tidak lolos.

Dalam akun media sosial Dr.Dewi Ratna Muchlisa, M.Hum, disebutkan Sultan Muhammad Salahuddin mendapatkan Bintang Mahaputra Adipradana pada tahun 2019 yang diterima langsung oleh Dr.Hj. St. Maryam R.Salahuddin yang didampingi Dewi Ratna Muchlisa.

“Setelah itu, almarhumah Putri Mary merasa sedikit putus asa. Pada tahun 2018, saya dilantik sebagai Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima oleh Bupati Bupati Indah Damayanti Putri (Ibu Dinda),” ungkap H.Sirajuddin yang ketika berbicara dengan media ini sedang dalam penyeberangan dari Pototano ke Pelabuhan Kayangan Lombok Timur.

Dia mengatakan, begitu masuk (dilantik), dia bertanya kepada anak buahnya, yakni putra dari Pak Saidin Ismail, Ibu Ir. Juhdar Saidin Ismail. “Apa tunggakan pekerjaan hari ini,” tanya H.Sirajuddin tak berapa lama setelah menjabat Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima.

“Iya, Pak Aji. Yakni, usulan Sultan Muhammad Salahuddin sebagai Pahlawan Nasional,” jawab Ir. Juhdar Saidin Ismail.

“Kendalanya di mana?,” usut H.Sirajuddin.

“Belum lolos verifikasi faktual. Syarat verifikasi sosial itu hanya satu. Foto almarhum Sultan Muhammad Salahuddin yang ada pin emas dari Belanda itu sudah dimuat Muslimin Hamzah di dalam bukunya,” jawab Juhdar Saidin Ismail.

Itulah yang membuat nama Sultan Muhammad Salahuddin tidak lolos verifikasi faktual. Akhirnya, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima menemui Anhar Gonggong di Mataram, tepatnya di Bandara (lama) Rembige, Selaparang, Mataram.

“Izin Prof, Saya ini orang Bugis. Nenek saya orang Bugis, Pak, tetapi dilahirkan di Bima,” kata Sirajuddin memperkenalkan diri saat bertemu empat mata dengan Prof. Anhar Gonggong.

“Apa masalahnya,” Dr.Anhar Gonggong yang mendengarkan kalimat lawan tuturnya yang belum dikenal itu bertanya.

“Bapak kan sebagai Guru Besar Sejarah. Saya hanya ingin mendapatkan saran dan masukan.

Apa masalahnya, sehingga usulan Sultan Muhammad Salahuddin sebagai Pahlawan Nasional, tidak lolos verifikasi faktual?,” tanya Sirajuddin.

“Oh..ya, begini,” kata Anhar Gonggong yang Sejarawan asal Tanah Bugis-Makassar kelahiran 14 Agustus 1943 itu.

“Pada dada beliau itu, ada pin emas dari Belanda. Secara otomatis dia membantu Belanda dengan pemberian pin emas itu,” jawab Anhar Gonggong. “Terus jalan keluarnya, mohon sarannya, Prof,” sambung Sirajuddin.

Anhar Gonggong menyarankan kepada Sirajuddin agar berbicara dengan Muslimin Hamzah untuk menarik bukunya yang memuat pin emas “bermasalah” tersebut.

“Kalau itu tidak dimasukkan lagi sebagai syarat, saya kira bisa lolos. Tetapi, jangan saya sebagai sejarawan yang ke Bima,” imbuh pria berusia 82 tahun kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan tersebut.

“Mohon petunjuk,” usul Sirajuddin, yang kemudian Pak Anhar Gonggong merekomendasikan seorang perempuan doktor dan sejarawan dan memberikan nomor kontaknya. Sirajuddin pun langsung menelepon Ibu tersebut.

“Mohon izin, Bu. Saya dari Dinas Sosial Kabupaten Bima.” sapa Sirajuddin melalui telepon. “Apa yang bisa saya bantu?,” jawab Ibu tersebut.

‘Saya memerlukan seorang ahli sejarah yang datang ke Bima untuk melakukan verifikasi faktual Sultan saya,” ungkap Sirajuddin.

“Kalau itu, saya tidak bisa, Pak,” jawab Ibu Doktor Sejarawan itu.

“Jalan keluarnya bagaimana, Bu?,” kejar Sirajuddin penuh semangat.

“Untuk menentukan itu harus Kementerian Sosial,” katanya lagi.

Sirajuddin pun menyambangi Kementerian Sosial, dan meminta agar Ibu Doktor tersebut sebagai tim sejarah yang ke Bima. Akhirnya beliau datang ke Bima.

Beliau juga menyambangi K.H.Muhammad Hasan, B.A. di Kampung Salama. Dokter itu pun dibawa bertemu dengan Pak Kiai Muhammad Hasan, B.A. Pak Kiai pun bercerita karena memang mengetahui banyak tentang sejarah dan kehidupan Sultan Muhammad Salahuddin pada saat Pak Kiai bersekolah di Kota Bima menjelang penjajahan Jepang.

Dari situlah Guru Besar Universitas Indonesia tersebut akhirnya maklum kalau Sultan Muhammad Salahuddin memenuhi syarat sebagai penerima anugerah Pahlawan Nasional.

“Namun saya belum bisa berjanji. Saya harus rapatkan dulu,” ucap Guru Besar UI tersebut.

Menurut Sirajuddin, rapat penentuan lolos tidaknya verifikasi faktual Sultan Muhammad Salahuddin itu justru dilaksanakan di Palembang Sumatera Selatan pada tahun 2018. Usai rapat di Palembang, sekitar pukul 01.00 dini hari, Guru Besar UI itu mengontak Sirajuddin melalui telepon, mengabarkan bahwa Sultan Muhammad Salahuddin lolos verifikasi faktual.

“Tetapi jangan cerita, Bapak! Tunggu pengumuman resmi,” pesan Ibu Doktor tersebut yang kemudian satu bulan kemudian diumumkan lolos.

Setelah itu, kata Sirajuddin, dibuatlah usulan dengan rekomendasi Gubernur NTB dan Menteri Sosial. Mereka yang berperan dalam pengusulan Sultan Muhammad Salahuddin ini selain H. Sirajuddin, juga Drs. Syafruddin (PAN), dan Brigjen Budi Tantyo.

“Nika Baronta tidak ada dalam naskah akademik,” kata Sirajuddin, saat media ini menyebutkan “Nika Baronta” sebagai salah satu unsur yang diajukan. Media ini juga sudah menyimak naskah akademik tersebut, tidak tercantum “Nika Baronta” sebagai bagian dalam penyusunan naskah akademik.

Menurut Sirajuddin, “Nika Baronta” terjadi ketika Jepang datang ke Bima, memang dilindungi betul oleh Sultan. Namun di dalam naskah yang diajukan, tetapi yang diusulkan ke Menteri Sosial tidak tercantum. Sirajuddin mengakui, memang ada transkrip naskah yang dikirim Ibu Dr. Dewi Ratna Muchlisa, tetapi sebelumnya tidak dimunculkan dalam naskah pengusulan tersebut.

“Saya mengusul ulang nama Sultan Muhammad Salahuddin pada tahun 2019. Ada semua buktinya,” kata Sirajuddin yang kini menjalani dua tahun masa purnabakti, sambil menyarankan agar dapat juga mengontak mantan Wakil Bupati Bima Drs. HM. Dahlan M. Nur, M.Pd. (GA. Mda*).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page