DPRD NTB Desak Intervensi Pemprov: Krisis Sampah Lobar–Loteng Ancam Wajah Pariwisata Bumi Gora

Wakil Ketua DPRD NTB Muzihir saat memimpin rombongan Komisi II DPRD NTB dalam kunjungan kerja ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lobar dan Loteng, Senin (3/12).

Gardaasakota.com.- Krisis sampah yang membayangi Kabupaten Lombok Barat (Lobar) dan Lombok Tengah (Loteng) kembali menjadi sorotan tajam Komisi II DPRD NTB. Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Dua daerah penyangga pariwisata internasional tersebut kini menanggung volume sampah yang kian tak terkendali dan berpotensi merusak citra wisata NTB di mata dunia.

Dalam kunjungan kerja ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lobar dan Loteng, Senin (3/12), rombongan Komisi II yang dipimpin Wakil Ketua DPRD NTB Muzihir mendapati fakta mencengangkan: TPAR Kebon Kongok di Lobar telah mengalami overload berat. Dengan produksi sampah mencapai 300 ton per hari, hanya sekitar 40 persen yang mampu tertampung. Selebihnya terpaksa tak tertangani akibat kapasitas yang sudah jenuh.

Anggota Komisi II DPRD NTB, Lalu Arif Rahman Hakim, menegaskan bahwa kondisi ini tak bisa dibiarkan. “Ini wilayah wisata. Kalau sampah tidak terkelola dengan baik, yang rusak adalah citra pariwisata NTB,” ujarnya. Ia menambahkan, Lobar memang tengah mengupayakan inovasi melalui penerapan teknologi Manajemen Sampah Zero Waste (Masaro) di Lingsar dan Narmada. Teknologi ini mampu mengolah hingga 20 ton sampah per hari menjadi produk bernilai ekonomi, seperti kompos dan pupuk, dan dijadwalkan diluncurkan bulan Desember ini. “Masaro merupakan langkah maju, tapi tak cukup untuk menyelesaikan masalah besar ini,” katanya.

Selain kapasitas TPAR yang kolaps, Lobar juga dihadapkan pada minimnya armada pengangkut sampah. Hanya 20 unit kendaraan harus melayani 10 kecamatan, dengan biaya operasional yang hanya Rp 40 juta per tahun—jauh dari cukup untuk memelihara armada yang kerap rusak. Kondisi inilah yang membuat Komisi II mendesak Pemerintah Provinsi NTB untuk turun tangan melalui dukungan APBD. “Pemprov harus hadir, tidak bisa hanya membiarkan daerah berjuang sendiri,” tegas Arif.

Senada, anggota Komisi II lainnya, Salman Alfarizi, menyampaikan bahwa persoalan sampah telah berada pada level kritis mengingat posisi Lobar dan Loteng sebagai etalase pariwisata NTB. Banyak destinasi wisata kelas dunia berada di dua daerah ini, dan tumpukan sampah dapat langsung mempengaruhi persepsi wisatawan mancanegara. “Ini wajah pariwisata NTB. Jangan sampai rusak hanya karena pengelolaan sampah tidak optimal,” kata Salman.

Ia juga mengingatkan bahwa pariwisata kelas dunia merupakan program unggulan Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal. Karena itu, menurutnya, intervensi Pemprov NTB adalah keharusan, bukan pilihan. “Jika citra pariwisata tercoreng, dampaknya langsung ke sektor ekonomi dan investasi,” tegasnya.

Krisis sampah Lobar dan Loteng kini menunggu keberpihakan nyata Pemerintah Provinsi. Sorotan publik dan desakan legislatif menguat: NTB tak bisa membiarkan persoalan sampah menjadi ancaman baru bagi kejayaan pariwisatanya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page