Mataram, Garda Asakota.-Direktur CV Titi Sari, Al-Imron, mengaku tidak pernah memenangkan tender di lingkup Pemkot Bima lantaran di saat perusahaannya memasukan penawaran proyek peningkatan jalan Rontu-Nitu, ada para pihak yang mendatanginya.
Mereka memaksakan diri perusahaannya maju, maka disiapkanlah dana konpensasi atau uang mundur, ada yang menyerahkan uang senilai Rp20 juta dan ada juga yang memberinya Rp30 juta.
Hal itu terungkap dalam persidangan perkara dugaan korupsi penerimaan gratifikasi dan pengadaan barang dan jasa Pemkot Bima yang menyeret terdakwa H Muhammad Lutfi Walikota Bima 2018-2023 di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (15/3/2024).
Ketika JPU KPK mengorek siapa yang dimaksud pihak pihak yang mendatangi kediamannya itu, apakah pemilik paket tersebut atau pihak lain?.
Saksi mengaku yang mendatangi rumahnya itu seorang bernama Indra Gunawan (Gun Makka), meminta dirinya mundur tender hingga akhirnya ia mendapatkan konpensasi sebesar Rp30 juta.
Namun saat dicecar siapa sosok dibalik Indra Gunawan yang meminta saksi Al-Imron untuk mundur dari tender proyek itu, awalnya saksi enggan menyebutnya.
Namun ketika dibacakan isi BAP Saksi, terungkap bahwa Indra Gunawan ini merupakan utusan Ketua DPRD Kota Bima. “Menurut ceritanya Gun Makka ya seperti itu,” ungkap saksi membenarkan isi BAP-nya tersebut.
Bukan hanya lelang proyek jalan Rontu Nitu tercium aroma praktek uang mundur, rupanya saksi juga mendapat konpensasi uang sebesar Rp20 juta untuk lelang paket proyek lainnya. Dengan syarat, dia harus mundur dari proses pelelangan itu.
Uang Rp20 juta tersebut juga dibawa seseorang bernama Fitra alias One yang diketahui merupakan ponakan langsung dari terdakwa H Muhammad Lutfi Walikota Bima 2018-2023.
Fitra ini diduga diutus oleh Wakil Ketua DPRD Kota Bima. “Begitu menurut keterangan Fitra. Dia hanya bekerja dengan Syamsuri,” aku saksi lagi.
Ketika ditanya siapa dia ini (Fitra) sehingga bisa menghubungi saksi dan meminta saudara saksi mundur dengan membawa nama Wakil Ketua DPRD Kota Bima, apa karena dia keponakan Walikota?.
Saksi mengaku karena merasa sudah saling kenal saja dan percaya dengan ceritanya dia, apalagi Fitra ini sekampung dengan dirinya. “Om, salam Wakil Ketua DPRD Kota Bima, saya disuruh ke sini,” ungkapnya meniru pengakuan Fitra ketika mendatangi kediamannya saat itu.
Berdasarkan pantuan langsung Garda Asakota, selain soal praktek uang mundur, saksi juga mengaku pernah mendengar kabar dari rekan-rekan kontraktor apabila ingin mendapatkan paket pekerjaan harus seijin Muhammad Maqdis dan atau Eliya Alwaini serta harus ada setoran kepada Maqdis dan Eliya.
Saat dibacakan isi BAP-nya tersebut, awalnya saksi mengelak telah memberikan keterangan seperti itu di Penyidikan KPK.
“Tidak pernah sama sekali (memberikan keterangan seperti itu), mungkin ada kekeliruan diantara penyidik,” tepis saksi merespon pertanyaan JPU KPK.
Jaksa kemudian bereaksi. Sejurus kemudian, langsung memperlihatkan lembaran isi BAP yang sudah diparaf saksi sendiri di depan Penyidik KPK, dan bila perlu Jaksa mengutarakan kesiapannya menghadirkan langsung Penyidiknya untuk dikonfrontir dengan saksi seperti yang dilakukan pada saksi sebelumnya, Burhan.
Al-Imron yang saat itu sempat membaca kembali isi keterangannya itu, terlihat masih juga mengelak. Dia bahkan meminta isi BAP-nya dikoreksi.
Ketika JPU memastikan ada rekaman saat dia diperiksa Penyidik, tapi kenapa tiba tiba dibantah saat di persidangan?. Terlontar pertanyaa Jaksa, “Saudara saksi, apakah ada penekanan dari Penyidik pada saat saudara diperiksa?,” tanya JPU KPK. “Tidak ada,” tegas saksi.
Saksi kemudian diingatkan untuk dihadirkan kembali bersama Penyidik yang memeriksanya di tingkat Penyidikan. Nantinya akan didengarkan rekaman bagaimana saksi menerangkan dan tanda tangan.
“Dan sekarang saudara saksi mengaku, tidak pernah mengatakan yang demikian,” ujar Jaksa.
Setelah Jaksa mengingatkan adanya penegasan Majelis Hakim yang pernah menyampaikan adanya ancaman pasal pidana bagi setiap orang yang merintangi dan menghalangi baik langsung ataupun tidak langsung jalannya persidangan, pada akhirnya saksi pun mengakui dan menegaskan isi BAP-nya itu. “Saya membenarkan BAP saya,” tegas saksi.
“Kami tidak segan segan jika memang keterangan saudara terbukti berubah ubah, meminta majelis hakim penetapan pelaku pidana,” timpal Jaksa.
Kemudian, Siti Rahmah, CV Restu Bunda, yang juga hadir bersamaan dalam kesaksian itu, mengaku mendengar informasi bahwa paket di Pemkot Bima saat itu diduga sudah diatur oleh Maqdis dan Eliya isteri terdakwa HML.
Informasi itu didapatkannya dari rekan-rekan kontraktor yang sering berkumpul di kantor Gapensi Kota Bima. “Hasil dari yang saya dengar feenya sekitar 10 persen,” tandas saksi. (GA. Tim*)