Aji Maman Gedor Pemerintah NTB: “APBD 2026 Jangan Jadi Dokumen Formalitas!”

Anggota Fraksi ABNR DPRD NTB, H Muhammad Aminurlah SE.

Gardaasakota.com.- Kritik keras kembali menggema dari Gedung Udayana. Anggota Fraksi Amanat Bintang Nurani Rakyat (ABNR) DPRD NTB, H. Muhamad Aminurlah atau yang akrab dikenal sebagai Aji Maman, tampil lantang menyoroti kemacetan pembahasan RAPBD NTB Tahun Anggaran 2026. Menurutnya, molornya seluruh tahapan ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi cerminan lemahnya komitmen pemerintah daerah terhadap tata kelola anggaran yang tertib dan akuntabel.

Ia menekankan bahwa sejak awal pengajuan KUA-PPAS hingga agenda pembahasan rancangan perda APBD, seluruh jadwal yang diatur peraturan perundang-undangan “molor total”. Kondisi ini, menurutnya, sangat berbahaya karena berpotensi menghasilkan APBD yang terburu-buru, penuh tambalan, minim kualitas, dan rawan salah sasaran. “Bagaimana mau menghasilkan APBD berkualitas kalau jadwalnya saja tidak dipatuhi?” kritiknya tajam.

Tak berhenti di situ, Aji Maman menyeret perhatian publik pada problem klasik pendapatan daerah dan tata kelola aset yang menurutnya berjalan stagnan. Ia menegaskan bahwa pendapatan harus berbasis SOP yang jelas dan kepastian hukum kepemilikan aset, sesuatu yang hingga kini belum terlihat progresnya. Pemerintah daerah disebutnya belum menunjukkan keseriusan melakukan inventarisasi aset, padahal itu merupakan “pekerjaan nomor satu” bagi kepala daerah.

Data yang dimiliki DPRD, ungkapnya, menunjukkan adanya lebih dari 500 kendaraan dinas yang sudah tidak produktif karena usia pakai di atas tujuh tahun. Beban biaya pemeliharaan terus membengkak, sementara manfaatnya minim. “Itu lebih baik dijual saja,” tegasnya. Selain itu, ia menyoroti keberadaan 70 hektare tanah milik daerah yang terbengkalai dan tidak menghasilkan apa pun, padahal bisa dilelang atau dioptimalkan untuk menambah kas daerah. Aji Maman menilai peluang optimalisasi pendapatan sebenarnya besar, apalagi dengan pertumbuhan ekonomi NTB yang berada pada kisaran 6,6–7,9 persen.

Fokus kritiknya kemudian mengarah pada defisit Rp100 miliar dalam RAPBD 2026. Menurutnya, defisit itu bukan akibat turunnya pendapatan, tetapi karena belanja yang tidak terukur. Ia memperingatkan pemerintah agar tidak menutup defisit dengan skema penerimaan pembiayaan “bodong”, tanpa dasar yang jelas dan tanpa sumber yang pasti.

Rencana pengadaan mobil listrik senilai lebih dari Rp8 miliar juga menjadi sorotan tajam. Di tengah kondisi defisit, Aji Maman mempertanyakan urgensi belanja tersebut. Baginya, prioritas pemerintah harusnya merapikan aset dan melakukan inventarisasi kendaraan, bukan menambah belanja baru yang tidak mendesak.

Meski fraksinya belum menentukan sikap resmi, Aji Maman menegaskan bahwa kritiknya merupakan sikap pribadi yang berangkat dari prinsip efisiensi, ketertiban anggaran, dan keberpihakan pada agenda pengentasan kemiskinan. Ia mengingatkan bahwa belanja pemerintah harus sesuai visi-misi Iqbal–Dinda, bukan hanya jargon tanpa arah dan indikator capaian yang tidak jelas.

Di akhir penyampaiannya, ia kembali menggarisbawahi bahwa DPRD sudah banyak memberi masukan dan kajian akademis. Namun semua rekomendasi itu, katanya, sia-sia bila pemerintah tidak memiliki keberanian mengeksekusi.

Dengan pembahasan yang molor, aset yang tidak tertata, belanja yang tidak fokus, serta defisit yang membengkak, Aji Maman memastikan DPRD akan terus mengawal RAPBD 2026 agar tidak menjadi dokumen formalitas tahunan, tetapi berubah menjadi instrumen pembangunan yang terukur, tepat sasaran, dan berkeadilan bagi masyarakat NTB. (GA. Im”)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page