Gardaasakota.com.-Dugaan pemotongan jasa pelayanan (Jaspel) pegawai di RSUD Provinsi NTB menjadi sorotan tajam anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB, H Muhammad Aminurlah.
Saat gelaran rapat Banggar pada Rabu kemarin, Ia menyuarakan adanya dugaan pemotongan Jaspel tersebut yang ditengarai dilakukan secara sepihak oleh manajemen rumah sakit demi menutupi utang kepada pihak ketiga yang mencapai ratusan miliar rupiah.
“Pemotongan Jaspel untuk menutupi utang RSUP kepada pihak ketiga jelas tidak bisa dibenarkan. Jaspel itu hak pegawai, terutama tenaga medis. Pemotongan tanpa dasar hukum adalah bentuk pelanggaran,” tegas mantan Pimpinan DPRD Kabupaten Bima kepada wartawan, Rabu (23/7/2025).
Ia mempertanyakan sumber anggaran untuk menutupi utang besar tersebut. Sebab dalam sistem pengelolaan keuangan daerah, tidak boleh ada tindakan yang mengorbankan hak-hak pegawai, apalagi menyangkut layanan publik seperti kesehatan.
“Kalau jaspel pegawai dipotong 20% hingga 40% dari yang seharusnya mereka terima, itu sangat merugikan tenaga medis yang bekerja berdasarkan tindakan dan tanggung jawab mereka. Kalau insentif mereka dikurangi, bagaimana mungkin pelayanan bisa maksimal?,” kata pria yang akrab disapa Bang Maman ini.
Menurut pria yang juga anggota Komisi III ini, pihak pemerintah mengklaim telah melakukan audit dengan tujuan tertentu. Namun, hasil audit tersebut belum disampaikan secara resmi kepada DPRD. Ia mendesak agar hasil audit itu segera diberikan untuk dikaji bersama, termasuk untuk ditindaklanjuti dalam forum resmi Banggar.
“Kalau memang benar ada audit investigasi, saya minta diserahkan dulu ke DPRD. Jangan sampai audit itu hanya jadi alat pembenaran untuk kebijakan yang merugikan,” ujarnya.
Ia juga bahkan mewacanakan dibentuknya panitia khusus (pansus) untuk menyelidiki dugaan korupsi dan kesalahan tata kelola manajemen di RSUP NTB. Ia menilai persoalan ini tidak bisa dianggap sepele karena menyangkut potensi kerugian negara dan terganggunya pelayanan kesehatan.
“Kita harus tahu: apakah ini murni kesalahan manajerial atau ada unsur kesengajaan yang berujung pada praktik korupsi? Semua harus transparan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ia juga menyampaikan kekhawatiran bahwa untuk menutupi utang tersebut, rumah sakit ke depan bisa saja menaikkan biaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Ini tentu akan sangat merugikan, terutama bagi pasien kelas menengah ke bawah.
“Jangan sampai utang yang ditimbulkan manajemen malah dibebankan ke pasien. Itu tidak adil. Harus ada tanggung jawab dari pihak rumah sakit dan Pemprov NTB,” ujarnya.
Ia menegaskan, DPRD NTB akan terus menelusuri kebenaran informasi ini dan mengambil langkah tegas jika terbukti ada pemotongan Jaspel tanpa dasar hukum yang sah.
“Kalau ini benar, kami akan menolak menggelar rapat Banggar sampai ada kejelasan. Ini bentuk sikap kami,” pungkasnya. (GA. Im*)