Gardaasakota.com.- Di balik hiruk-pikuk kemajuan industri dan digitalisasi dunia kerja, ada satu tempat di Jawa Timur yang tetap setia menyalakan api keterampilan dan semangat kerja manusia: Balai Latihan Kerja (BLK) Singosari. Lembaga ini bukan sembarang tempat pelatihan—ia adalah UPT pertama di Indonesia, lahir sejak 1953, dan hingga kini masih menjadi mercusuar bagi pendidikan vokasi dan pemberdayaan tenaga kerja di Tanah Air.
Kepala UPT BLK Singosari, Isman Widodo, dengan penuh semangat menceritakan “usia panjang” lembaganya di hadapan rombongan Forum Wartawan Parlemen (FWP) DPRD NTB dan pejabat dari Disnakertrans NTB, Sekretariat DPRD NTB dan dari Dinas Kominfotik NTB yang tengah melakukan press trip ke Jawa Timur, Kamis 13 November 2025.
“UPT BLK Singosari ini adalah yang pertama di Indonesia. Berdiri tahun 1953, dan mulai aktif beroperasi sekitar tahun 1957. Jadi kalau bicara sejarah pelatihan kerja di Indonesia, ya titik awalnya dari sini,” ungkap Isman dengan nada bangga.
Dari ruang pelatihan yang sederhana di masa awal republik, BLK Singosari kini tumbuh menjadi pusat pembelajaran berbasis industri dan masyarakat. Di sini, beragam pelatihan keterampilan digelar: mulai dari teknik listrik, otomotif, las, tata boga, tata busana, hingga teknologi informasi dan wirausaha mandiri.
“Pelatihan di BLK Singosari itu tidak hanya menyiapkan tenaga kerja untuk industri besar, tapi juga membangun kemandirian masyarakat. Ada pelatihan berbasis industri, tapi juga berbasis komunitas—semuanya diarahkan agar peserta punya kompetensi dan daya saing,” jelas Isman.

Jejak Panjang dan Adaptasi Zaman
BLK Singosari bukan sekadar saksi perjalanan panjang dunia kerja Indonesia. Lembaga ini telah bertransformasi mengikuti zaman. Kini, menurut Isman, BLK Singosari menjadi salah satu pusat penerapan konsep “Skill Setter”—yakni sistem pelatihan modern yang menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan dunia usaha dan industri (DUDI).
“Skill Setter ini sistem pelatihan terbaru, kami sesuaikan dengan kebutuhan industri agar lulusan langsung bisa diserap. Jadi bukan sekadar belajar teori, tapi benar-benar siap kerja,” terangnya.
Data internal BLK menunjukkan, tingkat penempatan kerja peserta pelatihan mencapai lebih dari 75 persen setiap tahunnya. Sebagian besar lulusan langsung diterima di perusahaan mitra, sementara sebagian lainnya memilih membuka usaha mandiri di daerah asal.
Namun, tantangan tetap ada. Dunia kerja kini bergerak cepat, dan tak semua kompetensi sekolah formal selaras dengan kebutuhan industri. Karena itu, BLK Singosari hadir sebagai jembatan antara pendidikan dan pekerjaan nyata.
“Kami melihat banyak lulusan sekolah yang belum sesuai dengan kebutuhan industri. Di sinilah peran BLK: menyiapkan tenaga kerja yang benar-benar terampil, bukan hanya berijazah,” kata Isman.
Kemitraan dan Arah ke Depan
Dalam paparannya, Isman juga menyinggung soal kolaborasi dengan dunia industri dan pemerintah daerah. Saat ini, BLK Singosari memiliki jaringan kemitraan dengan puluhan perusahaan di Jawa Timur dan luar daerah.
Tak hanya melatih tenaga kerja untuk kebutuhan lokal, BLK Singosari juga menyiapkan tenaga siap pakai untuk kawasan ekonomi nasional, termasuk kawasan Mandalika dan IKN Nusantara.
“Kami pernah juga mendampingi pelatihan di Mandalika. Itu menjadi pengalaman penting, karena pelatihan di sana bukan sekadar soal keterampilan, tapi juga adaptasi budaya dan karakter lokal,” ujarnya.
Selain itu, BLK Singosari juga sedang menjajaki kerja sama dengan lembaga pembiayaan agar alumni pelatihan yang ingin berwirausaha bisa mengakses kredit lunak.
“Banyak peserta yang ingin mandiri. Kami sedang membahas dengan pihak terkait agar ada skema pembiayaan ringan untuk alumni BLK. Harapannya mereka bisa membuka usaha sendiri, menciptakan lapangan kerja baru,” jelas Isman.
Warisan yang Terus Berkembang
Kunjungan rombongan FWP DPRD NTB ke BLK Singosari bukan sekadar agenda seremonial. Di balik kunjungan itu, ada rasa takjub terhadap warisan panjang lembaga pelatihan kerja yang telah menembus lintas generasi.
“Baru kami tahu, ternyata BLK Singosari ini legend. Berdiri sejak 1953 dan masih eksis hingga sekarang. Tak heran kalau disebut sebagai pelopor,” ujar salah satu peserta dari FWP NTB.
Dari Singosari, api keterampilan itu terus menyala—menjadi bukti bahwa pembangunan manusia tak cukup dengan infrastruktur, tetapi juga dengan tangan-tangan terampil dan jiwa yang siap bekerja keras.
Seperti dikatakan Isman di akhir pertemuan:
“Kami tidak hanya melatih keterampilan, tapi juga menanamkan etos kerja. Karena keberhasilan seseorang bukan hanya dari apa yang dia bisa, tapi dari seberapa besar kemauannya untuk terus belajar dan beradaptasi.” (GA. Ese*)




















