DPRD NTB Soroti Lambannya Serapan Anggaran Pemprov: “Kinerja Pemerintah Dinilai Rendah dan Lemah”

Anggota Komisi III DPRD NTB, H Muhammad Aminurlah, SE.,

Gardaasakota.com.- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) kembali menjadi sorotan. Kali ini, kritik tajam datang dari Anggota Komisi III DPRD NTB yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar), H. Muhamad Aminurlah, SE., menyoroti terkait lambannya serapan anggaran daerah hingga memasuki semester kedua Tahun Anggaran 2025.

Menurut anggota DPRD NTB dari Dapil VI ini, hingga awal Agustus ini, DPRD NTB belum menerima laporan resmi terkait realisasi anggaran semester pertama dan proyeksi anggaran enam bulan ke depan (prognosis) sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 12 Tahun 2019 Pasal 160 serta Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.

“Ini menunjukan kinerja Pemerintah kita rendah dan lemah. Tidak paham terhadap tata kelola pemerintahan daerah,” sorot anggota Komisi III DPRD NTB yang punya pengalaman memimpin DPRD Kabupaten Bima ini kepada wartawan media ini di Mataram, Rabu (6/8/2025).

Ia mengatakan paling lambat seharusnya laporan realisasi dan prognosis disampaikan ke DPRD pada sekitar akhir bulan Juli.

“Tapi sampai sekarang, belum ada laporan apapun. Dan ini yang menentukan Perubahan APBD nanti,” kritiknya lagi.

Begitu pun dalam soal pergeseran anggaran yang dilakukan oleh Gubernur NTB baik Pergeseran Pertama melalui Pergub 02 2025 maupun Pergub 06 tahun 2025, belum juga disampaikan apa saja item pergeseran yang dilakukan baik item program yang mendesak atau yang menjadi program prioritas pemerintah.

“Seperti apa sih item program pergeseran anggaran yang dilakukan itu?,” timpal pria yang akrab disapa Aji Maman ini.

Ia menilai, keterlambatan ini bukan sekadar persoalan administratif, tetapi menunjukkan lemahnya pemahaman pemerintah daerah terhadap aturan dan tugas serta fungsinya.

“Saya melihat ini karena dua hal: pemerintah sibuk dengan urusan lain dan tidak paham aturan. Sebagai kepala daerah, Gubernur seharusnya punya pengetahuan soal regulasi dan tanggung jawabnya sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah,” sambungnya.

Ia juga mempertanyakan soal ketidakjelasan pendelegasian kewenangan yang diberikan kepada Sekda dan jajaran dibawahnya agar bisa melaksanakan amanat peraturan yang semestinya harus dijalankan oleh pemerintah.

“Agar DPRD bisa melakukan tugas pengawasan program yang dijalankan oleh pemerintah dan sepanjang pengawasan yang kami lakukan program-program yang dijalankan pemerintah hanya belanja rutin dan belanja operasional saja,” tegas Aji Maman.

Mantan Ketua DPD PAN Kabupaten Bima ini juga menyebut bahwa hingga saat ini, realisasi anggaran Pemprov NTB masih didominasi oleh belanja rutin dan operasional. Sementara belanja modal dan belanja publik yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat belum berjalan maksimal.

“Di lapangan yang kita lihat hanya belanja rutin yang jalan. Belanja modal dan belanja jasa nyaris belum ada. Sementara amanat UU menyatakan paling lambat akhir Juli laporan Semester I itu disampaikan ke lembaga Dewan, begitu pun dengan prognosis enam bulan kedepan,” tegas Aji Maman.

Keterlambatan penyerapan anggaran ini menurutnya akan berdampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatnya angka kemiskinan.

“Akan berdampak pada semua aspek kehidupan masyarakat. Dan ini semua tergantung pada kemampuan dan pemahaman kepemimpinan daerah,” cetusnya.

Padahal menurutnya eksekusi terhadap semua program pemerintah itu bisa dilaksanakan sejak kepala daerah itu dilantik

Bahkan ia tidak segan menyebut bahwa kinerja Pemprov NTB saat ini lemah dan rendah, serta gagal memahami tata kelola pemerintahan yang baik.

“Kami saja bertanya kepada salah satu tim TAPD, tidak direspon. Kalau saya jadi gubernur, orang-orang seperti ini sudah saya copot. Masa DPRD mau tanya item pergeseran dan realisasi anggaran saja tidak direspons. Dan sampai hari ini kita tidak tau apa saja item yang mengalami pergeseran itu. Dan lampiran laporan realisasi itu harus disampaikan ke Pimpinan DPRD. Dan sampai hari ini belum disampaikan,” kritiknya tajam.

Ketidakterbukaan pemerintah dalam menyampaikan laporan keuangan juga dikhawatirkan akan menghambat tahapan penyusunan dan pembahasan APBD Perubahan Tahun 2025. Sesuai aturan, pembahasan perubahan APBD idealnya sudah dimulai pada minggu kedua Agustus.

“Bagaimana mungkin kita bahas KUA-PPAS Perubahan kalau laporan semester satu dan prognosis belum diberikan? Ini akan berdampak pada molornya semua tahapan,” tegasnya.

Ia memastikan akan terus mengkritisi dan mendalami kebijakan pemerintah daerah yang tidak sesuai aturan. Bahkan, ia membuka peluang untuk menggunakan hak-hak konstitusional DPRD, termasuk penggunaan forum paripurna. (GA. Im*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page