Mataram, Garda Asakota.-Peristiwa kedatangan M Amin mantan Kadis PUPR di kediaman terdakwa Walikota Bima, H Muhammad Lutfi (HML), yang sebelumnya berulang kali ditanyakan oleh Tim JPU KPK menarik perhatian Majelis Hakim untuk terus mendalaminya.
Saat digelarnya persidangan pemeriksaan terdakwa H Muhammad Lutfi (HML) dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan gratifikasi dan pengadaan barang dan jasa lingkup Pemkot Bima tahun anggaran 2018-2023, yang berlangsung kemarin di PN Tipikor Mataram, Senin kemarin (22/4/2024), seorang Majelis Hakim kembali menanyakan terdakwa HML, terkait M Amin yang menghadap terdakwa selaku Walikota Bima dengan membawa daftar list program (proyek).
“Jadi, pada saat M Amin menghadap saudara terdakwa apakah ada ucapan (Amin) yang mengatakan ini pak Wali ada list proyek, silahkan pak Wali tunjuk siapa atau bagaimana, apakah menyampaikan hal seperti itu?,” ujar Majelis Hakim mengawali pertanyaannya.
“Tidak ada, beliau (M Amin) saat itu langsung duduk, saya keluar, kemudian saya tanya ada apa pak Amin?, saya bawa daftar. Daftar yang saya pahami itu menjelaskan seluruh program yang ada di Kota Bima,” jawab terdakwa.
Nah, kalau memang penjelasan Amin terkait dengan daftar program di Kota Bima, kenapa saudara yang justru tanggapannya tidak responsif?
Tadi berdasarkan pesan dari pak Sekda kesannya saudara tidak suka? Ini kita buka bukaan saja ya?, apakah yang (dimaksud) pak Sekda, yang dulu dulu itu ada kepala daerah khususnya di PUPR ya, apakah kepala daerah disodorkan seperti itu?
“Budaya mereka itu seperti yang diceritakan pak Sekda, pasti membawa daftar, diharapkannya ada arahan dari kepala daerah,” akunya. Jadi yang saudara terdakwa pahami saudara Amin itu seperti itu?. “Iya,” sahut terdakwa.
Kalau memang saudara menolak kedatangan Amin, kenapa saudara Amin justru meninggalkan daftar itu di meja?.
“Di taruh saja di meja karena saya tidak respon. Nah, pak Amin monggo ya, saya juga mau ketemu dengan tamu yang lain, dia langsung pulang pak.
Setelah itu dia tidak berani lagi datang,” jawab HML seraya mengungkapkan bahwa pada saat M Amin datang, terdakwa mengaku tidak melihat Amin datang bersama Burhan Kasubag Perencanaan dan Keuangan Dinas PUPR.
Keesokan harinya atau beberapa waktu kemudian, apakah terdakwa tidak mengetahui bahwa map yang berada di atas meja itu sudah tidak berada di atas meja?. “Saya tidak tahu yang mulia, tidak pernah saya tanya,” katanya.
Terdakwa kan sudah mendengar semua keterangan saksi saksi itu, saksi Burhan dalam BAP-nya menerangkan pernah datang mengambil daftar proyek itu dan bertemu dengan isteri saudara terdakwa, Hj. Eliya Alwaini, yang kemudian Eliya menyerahkan daftar list itu ke Burhan, selanjutnya dibagikan ke bagian bagian, apakah saudara mengetahui hal ini?, “Saya tidak tahu yang mulia,” sebutnya.
Berdasarkan keterangan saksi saksi dan bukti chat yang ada, bagaimana orang berani seperti itu, sementara di sisi lain saudara selalu ingatkan agar taat pada aturan? Kalau kepala daerah nya sudah menyatakan clear, mana berani anak buahnya seperti itu?.
“Berkali kali saya rapat di PU, sering saya sampaikan seperti itu, ingatkan kembali jangan sampai ada yang mengatasnamakan saya atau keluarga saya, melakukan intervensi, saya sampaikan seperti itu,” tukas terdakwa.
Sekarang begini, terkait dengan daftar list tadi, saudara M. Amin kan dipanggil oleh saudara dan juga saudara Burhan yang membawa rekap itu ke rumah saudara.
Kemudian diserahkan oleh isteri saudara ke Burhan, kemudian dibagikan ke bidang bidang di Dinas PUPR. Kalau saudara menjelaskan tidak ada seperti itu, tapi faktanya proyek itu berjalan, meski saudara terdakwa mengatakan tidak ada.
“Saksi saksi yang lain juga begitu, bukan hanya satu, tapi lebih dari satu dan banyak. Seperti saksi Syaiful Akbar yang menerangkan bahwa pada tahun 2022 menghadap dan ketemu saudara Lutfi dan isteri saudara Eliya, yang menerangkan hal ini bukan cuma satu, tapi ada beberapa lagi,” beber Hakim.
“Juga ada beberapa saksi yang menerangkan bahwa proyek proyek itu atas nama saudara melalui Fahad dan sebagainya. Bagaimana, apakah mereka ngarang ngarang semua para saksi itu?, mereka inikan orang orang yang saudara pilih dan percayakan untuk menempati jabatan itu?,” timpal Hakim.
Kemudian ada lagi kesaksian Kontraktor, Mulyono Tang yang mengaku pernah dimintai uang oleh isteri saudara Eliya Alwaini, dan juga kesaksian lainnya bukan hanya satu orang seperti kesaksian yang di Pordasi itu (eks Kabag Prokopim) menyampaikan pesan Eliya ke Mulyono Tang. “Kalau mereka berbohong, motivasinya apa?, kan nggak ada?,” tanya Hakim.
“Ijin yang mulia, pak Malik ini pindah ke Provinsi karena dia tidak lolos JPT,” sela terdakwa. “Begini, yang menerangkan saudara terlibat urusan proyek ini saksinya banyak,” balas Hakim.
Seperti jalan Nungga Toloweri, itukan terungkap waktu Maqdis diperiksa memang dia yang mengerjakan itu karena memang dia yang menyuplai batu, dia yang nyariin alat, dia juga kerja, dia siap juga tenaga kerjanya. Rohficho selaku Direktur PT RJK, itukan hanya ikut lelang saja.
“Seperti lampu jalan itu, tiangnya di dia (Maqdis), lampunya juga di dia dan itu ada hubungan keluarga dengan saudara.
Inikan masih diuji neh saudara terdakwa yah, tapi Majelis belum tentukan apakah keterangan saksi ini benar atau tidak, nanti kita uji karena saksi sudah kita periksa semua, menerangkan seperti itu sehingga akhirnya saudara ada di persidangan ini berdasarkan bukti bukti yang dimiliki JPU.
Kalau semua orang yang menerangkan ini negatif semua sama saudara, apa iya seperti itu?. Kalau pimpinan daerah sudah nyatakan diri clear, orang mau catut nama apa itu nggak berani coba,” tegas Majelis Hakim.
“Ijin yang mulia. Sebagai bukti tidak ada satupun birokrasi dan kontraktor yang menyatakan memberi uang kepada saya, karena saya terlalu kuat bagi lawan politik, jadi rekayasa sedemikian rupa,” sergah HML.
“Kalau alasannya politik repot juga, kalau arahnya ke politik bisa kemana mana. Karena di sini ini kan pembuktian, karena gini ya, dari semua kesaksian mereka tahu mengenai masalah proyek ini.
Secara pribadi, secara sosial saudara baik, orangnya sederhana, orang yang berprestasi membangun kota, tapi dalam sidang ini kan pembuktian. Kalau saudara katakan karena politik saudara bisa buktikan itu?, nggak ada di sini,” tegas Hakim.
Ada juga kesaksian Hendra, datang ke rumah saudara dan mendapat proyek, salah satunya proyek DAM Rp1 M, ada beberapa lagi yang besar besar semua. “Nyatanya dia ada seperti itu, dia datang ke LPBJ dan membawa nama saudara, dan itu jadi, gitu loh,” tegas Majelis Hakim.
Menjawab hal ini, terdakwa mempertanyakan kira kira masuk akal nggak dia (Hendra) yang tidak memberikan apa apa kepada dirinya? dan mengaku ngaku Walikota menjanjikan untuk mendapatkan proyek?.
Kemudian di periodenya Iskandar tidak ada pembahasan seperti itu, hanya Agussalim. “Nah kalaupun ada dibuktikan, tanya Pokja apakah ada rekomendasi untuk Hendra ini dari Walikota,” tantangnya seraya menegaskan bahwa pada intinya ia menolak segala kesaksian yang ada.
Kalau dilihat dari kesaksian di persidangan tidak semuanya langsung berhubungan dengan saudara, tapi berjenjang, ada yang lewat Kabag, Kasinya, dan ada juga yang dipanggil oleh Maqdis, faktanya menurut keterangan saksi kontraktor pinjam bendera itu hal yang biasa di Bima dan memang faktanya saksi saksi yang kita periksa seperti itu, ada yang pinjam bendera.
“Dari rangkaian itu memang tidak semuanya bertemu dengan saudara, ada beberapa yang menurut atasannya ini dari atas, kamu kerjakan saja. Dari beberapa saksi yang kita periksa itu sudah ramai bahwa proyek itu dari kediaman, apakah saudara sebagai kepala daerah tidak pernah mendengar soal itu?, “Tidak ada,” elak terdakwa.
Ada nggak saudara panggil Maqdis setelah ramai di Medos bahwa ia mendapatkan paket proyek?. “Karena memang saya nggak ada kepentingan, saya merasa aman aman saja (tidak merasa dikait kaitkan). Makanya saya tidak melakukan eksepsi karena saya yakin hukum menjadi panglima di Negeri ini,” tegasnya.
Hakim Ketua, Putu Gde Hariadi, SH, MH, kembali mengingatkan terdakwa agar jujur memberikan keterangan, apalagi ini kesempatan terakhir terdakwa melakukan pemeriksaan.
Tetapi kenyataannya di persidangan, saudara banyak sekali menolak dan membantah semua keterangan yang ada. “Tapi itu hak saudara, karena keterangan terdakwa itu hanya berlaku untuk diri sendiri,” sentil Hakim Ketua.
Di awal kepemimpinan saudara sudah mendapatkan informasi dari Sekda, kemudian saudara menerima dari M Amin berupa list, rekap dan segala macam.
Jadi dalam benak saudara sudah memahami ada budaya itu, terus bagaimana apa yang saudara bisa lakukan saat itu, bagaimana cara mengatasi hal seperti ini?
“Makanya, ketika budaya ini saya pangkas tidak ada satupun yang berani kecuali pak Amin sendiri, jadi pak Aminlah yang pertama dan terakhir melakukannya,” tegas terdakwa.
Saat ditanya, fungsi pengawasan yang terdakwa lakukan terhadap proyek proyek yang nilainya besar?, secara tegas HML mengatakan bahwa pihaknya mengingatkan anak buahnya agar mengutamakan estetika dalam perencanaan pembangunan dan selalu berpesan ikuti aturan kepada siapapun. “Mengontrolnya lewat pak Sekda, lewat pak Inspektur,” tuturnya.
Secara aktif saudara memberikan atensi, perhatian, tapi ketika tadi Jaksa menanyakan siapa siapa pelaksana proyeknya saudara tidak tahu urusan perusahaan?.
“Betul betul saya tidak tahu yang mulia kalau soal perusahaan, makanya saya bertanya waktu tender proyek command centre, yang menang ini siapa?,” imbuhnya.
Itu tender, nah kalau yang PL? Yang PL ini mekanismenya yang namanya masyarakat mereka datang langsung ke dinas dinas, saya tidak tahu apa prosesnya di bawah, tapi biasanya PL ini dominan hasil pokir jarang hasil Musrenbang.
Terdakwa juga menegaskan bahwa tidak pernah memberikan rekomendasi terkait proyek PL, begitupun dengan proyek tender sama sekali tidak selama ia menjabat, baik arahah maupun dalam bentuk kecil pun.
Sekarang saya bertanya soal Maqdis, orangnya saudara kenal, pekerjaannya saudara tahu, pernah saudara berikan proyek rumah saudara, iya kan?.
Tapi begitu saudara ditanya mengenai beberapa proyek yang dikerjakan Maqdis saudara tidak tahu. “Mohon maaf yang mulia soal maqdis yang mengerjakan rumah itu saya tidak tahu, itu isteri saya,” kelitnya.
Sebentar, di dakwaan saudara itu bukan saudara saja yang berdiri sendiri. Tapi ada orang orang lain yang menjelaskan peran saudara itu dimana dan peran orang lain itu dimana?.
Kemudian Hakim Ketua menanyakan persoalaan dugaan penerimaan gratifikasi?, yang saat itu dibantah langsung terdakwa. “Tidak yang mulia,” jawabnya. Kalau berupa hadiah?, dari proyek proyek atau dari siapa saja yang berkaitan dengan pekerjaan saudara sebagai Walikota?. “Tidak ada yang mulia,” katanya meyakinkan.
Coba saudara terangkan soal mobil Vios? Nah, soal mobil Vios itu kata terdakwa tidak pernah ada. HML juga mengaku, tidak pernah membelikan barang yang mahal mahal untuk isterinya.
Berdasarkan pantauan Garda Asakota, di hadapan Majelis Hakim, terdakwa juga tidak mengetahui adanya transfer uang miliaran rupiah dari Mursalin Direktur PT Tukad Mas Cabang Bima.
Kemudian soal Barang Bukti (BB) berupa daftar list proyek yang dibawa M Amin, terdakwa tidak mengetahuinya termasuk enam lembar copian daftar paket PL di Dinas PUPR, “Saya tidak pernah melihat yang mulia, tidak tahu,” pungkas terdakwa.
Begitupun dengan barang bukti lainnya yang ditunjukkan saat persidangan, ada yang terdakwa ketahui dan ada yang tidak. (Tim. GA*).