Mataram, Garda Asakota.-Sidang kasus dugaan korupsi penerimaan gratifikasi dan pengadaan barang dan jasa yang menyeret terdakwa H Muhammad Lutfi Walikota Bima 2018-2023 di Pengadilan Tipikor Mataram sejak akhir Januari 2024 hingga kini, selain mengungkap peran terdakwa, juga diduga ikut menyeret pihak lain baik dari jajaran Pemkot Bima, rekanan hingga keluarga dekat terdakwa Muhammad Lutfi.
Berdasarkan pantauan Garda Asakota selama persidangan berlangsung, salah satu nama yang kerap disebut dalam setiap BAP para saksi adalah adanya dugaan keterlibatan isteri terdakwa, Hj Eliya Alwaini, dalam dugaan mengintervensi pengaturan proyek di Kota Bima baik lewat penunjukan langsung maupun pelelangan.
Seperti disampaikan oleh Eks Kasubag Perencanaan dan Program Dinas PUPR Kota Bima, Burhan, dalam persidangan yang digelar Jumat malam (1/3/2024).
Ia mengaku pernah datang ke rumah dinas Walikota Bima saat itu untuk mengambil kembali rekapan proyek dari isteri terdakwa Eliya untuk selanjutnya ia serahkan ke masing-masing Bidang di Dinas PUPR.
Setelah itu ia membawa pulang rekapan tersebut yang berada dalam map folio biasa, warna mapnya ia tidak ingat karena ia tidak sempat membuka atau mengeceknya.
“Map yang berisi rekap dari saudari Umi Eliya berjumlah 4 buah sesuai jumlah bidang di Dinas PUPR Kota Bima,” bebernya.
Kemudian, PPK Dikpora Syaiful, sesuai keterangannya di BAP juga menyebut nama isteri terdakwa ini.
Diantara kesaksiannya, ia mengungkapkan bahwa sekitar tahun 2021 terdakwa Muhammad Lutfi-lah yang menulis nama-nama kontraktor pekerjaan PL di Dikpora.
“Pernah sekali dari isteri Walikota (sekitar tahun 2022), tapi dia hanya menambah-nambahkan saja. Rekomendasi tetap dari pak Walikota,” sebut Syaiful saat memberikan kesaksiannya, Jumat 1 Maret.
Kabag LPBJ Aggussalim juga diakui saksi lainnya dari Tim Pokja (Mahdin, Ihsan, dan Salahuddin) pernah menyampaikan kepada Pokja termasuk kepada dirinya bahwa arahan dalam dugaan pengaturan proyek yang disampaikan merupakan perintah dari atasan, diduga Walikota dan isterinya.
“Atasan yang kami maksud pak Walikota dan isterinya,” sebutnya dalam salah satu penggalan kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Senin 4 Maret lalu.
Kesaksian Mahdin lainnya, ketika dirinya bersama Tim Pokja (Mahdin, Ihsan, dan Salahuddin) melaporkan hasil evaluasi lelang salah satu proyek ke Sekda Kota Bima, Mukhtar Landa.
Sekda saat itu, menanyakan dasar mengapa tender itu tetap dilanjutkan sampai ada penetapan pemenang?, kemudian setelah itu saksi pun mengutarakan alasan bahwa peserta penawaran yang ikut persyaratan tersebut sudah terpenuhi.
Menyikapi hal ini, kata Mahdi, kemudian Sekda meminta agar proses tersebut dilanjutkan sambil mengatakan akan menjelaskan alasan Pokja itu kepada Umi Eliya.
Sementara, Tim Pokja lainnya Dzikrullah di hadapan Majelis Hakim mengaku dua kali pernah dipanggil oleh Elliya terkait dengan upaya pemenangan perusahaan yakni CV Temba Na’e dan CV Mani Karya.
Menariknya, seorang Kontraktor yang juga Direktur CV Nawi Jaya, dalam kesaksiannya di hadapan persidangan Jumat 15 Maret lalu, bahkan mengaku pernah diberikan satu paket proyek PL oleh Eliya Alwaini isteri terdakwa yakni proyek pembangunan saluran rumah lingkungan di Kelurahan Dara (SPAM).
Bukan hanya Nawir, saksi kunci Rohficho Alfiansyah (AL) dalam kesaksiannya secara vulgar juga menyebut peran isteri terdakwa, Eliya dan kerabat terdakwa lainnya dalam pusaran pekerjaan proyek lingkup Pemkot Bima di tahun anggaran 2019.
Diduga, dalam persidangan juga terungkap adanya aliran dana dari hasil proyek ke sejumlah kerabat terdakwa HML.
Bahkan menurut AL saat dilakukan pencairan termin pertama dari proyek Nungga Toloweri Rp2,7 Miliar, pernah diperintah Nafilah (isteri Muhammad Maqdis) untuk membawa uang Rp1 M ke kediaman terdakwa HML di Jalan Gajah Mada.
Saksi mengaku permintaan itu sudah terkonfirmasi ke Maqdis. “Uang itu sebenarnya mau saya serahkan ke Ibu Nafilah, kebetulan saat itu saya masuk lewat Utara rumah dinas, tidak sengaja ketemu Ibu Eliya (isteri terdakwa).
Saya ditanya, apa yang kamu bawa?, saya jawab uang. Yah, udah setor saja ke rekening pak Maqdis (MM),” beber AL dalam BAP-nya.
Sementara itu, dalam kesaksian Senin kemarin, 18 Maret 2024, Kontraktor ternama Bima, Mulyono Tang atau yang akrab disapa Baba Ngeng juga mengungkap peran isteri terdakwa dalam pengaturan proyek di Kota Bima.
Berdasarkan pantauan langsung wartawan, JPU KPK awalnya melontarkan pertanyaan seputar pengaturan proses lelang proyek semasa terdakwa Walikota Bima Muhammad Lutfi?.
Saksi yang saat itu hadir mengenakan kemeja, merespon pertanyaan Jaksa. Ia menjelaskan bahwa pihaknya hanya mengetahui apa yang dialami sendiri.
Awalnya saksi ingin mendapatkan lelang pekerjaan Perpusda Kota Bima, kemudian datang menghadap terdakwa Muhammad Lutfi dan isterinya, Eliya Alwaini.
Pertemuan itu benar berlangsung di kediaman rumah dinas Walikota Bima Jalan Gajah Mada. Saat itu, saksi mengaku diminta mundur oleh Eliya di lelang proyek Perpusda Kota Bima.
“Dalam pertemuan itu cuma kami bertiga, Walikota duduk berdampingan dengan isterinya, kemudian saudara Eliya mengatakan kepada saya terkait proyek Perpustakaan.
Om jangan masuk di proyek ini ya, karena sudah ada yang punya, kemudian saya menyanggupi permintaan itu,” aku pria yang sudah tiga kali diperiksa KPK ini.
Berdasarkan pantuan langsung wartawan, hingga persidangan digelar di PN Tipikor Mataram Senin 18 Maret kemarin, Hj Eliya Alwaini belum dihadirkan untuk memberikan kesaksiannya dalam persidangan tersebut.
Belum diketahui juga apakah Eliya akan dihadirkan JPU KPK sebagai saksi atau tidak. (GA. Tim*)