JPU KPK: Jika Ada Kepala Daerah Mengarahkan Proyek?, Saksi Ahli: Termasuk Intervensi Penyalahgunaan Kewenangan

Saksi Ahli dari Kementerian, Ahmad Zikrullah, memberikan keterangannya di sidang perkara dugaan korupsi penerimaan gratifikasi dan pengadaan barang dan jasa lingkup Pemkot Bima 2018-2023 yang melibatkan terdakwa, H. Muhammad Lutfi di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (25/3/2024).

Kota Bima, Garda Asakota.-Jaksa KPK menghadirkan Ahmad Zikrullah, saksi ahli pengadaan barang dan jasa Kementerian Keuangan di sidang kasus dugaan penerimaan gratifikasi dengan terdakwa mantan Walikota Bima, H Muhammad Lutfi (HML) di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (25/3/2024).

Menurutnya, regulasi tentang pengadaan barang dan jasa sudah terjadi perubahan beberapa kali. Perubahan Perpres Nomor 54 tahun 2010 berlaku sampai dengan sekitar Maret 2018, selepasnya dirubah, dicabut, diganti dengan Perpres 16 tahun 2018 hingga sekarang.

Di tengah jalan, 2021 ada perubahan pertama Perpres 16 tahun 2018. Terdakwa menjadi Walikota September 2018, berarti aturan berlaku pada saat itu yakni Perpres nomor 16 tahun 2018. 

Zikrilah menegaskan bahwa, ada dua substansi dasar yang menjadi pondasi dasar pengadaan barang dan jasa pemerintah baik yang diatur dalam Perpres 54 tahun 2010 dan Perpres 16 tahun 2018. 

Perpres 16 tahun 2018 yang terkait dengan prinsip pasal 6 dan pasal 7 terkait etika.  Pengadaan barang dan jasa menganut prinsip efektif, transparan, bersaing, dan akuntabel. 

Ini menggambarkan bagaimana seharusnya pengelola pengadaan di setiap instansi pemerintah menjalankan pengadaanya.

“Etika pengadaan bagi yang terkait langsung atau tidak langsung tentang pengadaan dan jasa harus menjunjung tinggi etika dan prinsip tersebut,” ungkap Ahmad Zikrillah.

JPU KPK menanyakan, jika salah satu proses dalam pengadaan itu terdapat intervensi atau turut campur berdasarkan kewenangannya dalam pengadaan, kira kira ini melanggar prinsip yang mana? 

Menurutnya, ketika ada pihak yang memiliki pengaruh atau kewenangan terhadap pelaksanaan tugas para pengelola pengadaan, setidaknya pihak yang melakukan intervensi minimal telah melanggar prinsip pengadaan diantaranya, misal untuk etika pengadaan dia melanggar etika yang seharusnya dia menghindari dan mencegah penyalahgunaan kewenangan (konflik interest).

Pada akhirnya ketika ada penyalahgunaan kewenangan akan menimbulkan suatu posisi yang melahirkan pelanggaran pelanggaran sehingga pengadaan tidak menjadi efektif, efisien, dan tidak ada persaingan yang sehat.

Siapa sih yang menjadi Pelaku proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, bisa saudara jelaskan?, tanya JPU KPK.

Ada organisasi terukur pemerintahan mulai dari kepala daerah, ketua SKPD dan seterusnya, ada namanya organisasi pengadaan (kelompok pengadaan) seperti Pengguna Anggaran (PA), Kepala SKPD, KPA, PPK, dan Pokja, juga ada PPTK.

Kepala Daerah itu punya tanggungjawab yang besar dalam menciptakan kondusifnya dalam proses pengadaan seperti membentuk UKPBJ (ULP) untuk melaksanakan tugas tugas pelaksanaan barang dan jasa. “Panitia pengadaan, semuanya dari sini,” terangnya.

Selain itu, kata dia, menetapkan KPA (sesuai Perpres 54 tahun 2010) atas usul dari PA, termasuk melakukan fungsi pengawasan berlapis dan berjenjang selaku pimpinan tertinggi dari organisasi Pemda.

Selain secara langsung, fungsi kepala daerah secara tidak langsung, yakni memastikan proses pengawasan ini dilakukan secara menyeluruh mulai dari tahap perencanaan hingga perawatan suatu pekerjaan.

“Dari sekian pengadaan barang dan jasa di sini harus menjunjung prinsip dan etika, juga disinggung penyalahgunaan kewenangan, seperti apa bentuknya?,” tanya Jaksa.

Berbentuk rekayasa pengadaan, misalnya dari awal ada pihak yang sudah merekayasa, nanti yang menang si A, B, C, ditentukan dari awal. 

“Tender berjalan, tapi proses tender itu penuh dengan rekayasa pengadaan dan persekongkolan. Apakah itu mungkin terjadi?, sangat mungkin terjadi,” ungkapnya.

Ketika misalnya ada asosiasi yang mengkondisikan peserta peserta tender tapi proses di dalamnya diatur oleh PA, KPA, Pejabat Pengadaan, itu terjadilah persekongkolan, kemudiaan rekayasa pengadaan ataupun penentuan syarat yang diskriminatif yang hanya bisa dimenangkan pihak tertentu saja dan sejenisnya.

Praktek persekongkokan tadi, rekayasa pengadaan sebetulnya yang selama ini terjadi itu motif dari pada mereka melakukannya apa?, tanya Jaksa.

“Sebenarnya untuk mendapatkan keuntungan bersama, pribadi atau kelompok,” sebut saksi.

“Nah, kalau kita hubungkan dengan norma yang ada sehingga terdakwa sekarang berpekara terkait dengan pengadaan barang dan jasa?,” sebut Jaksa. 

“Tadi sudah kami singgung terkait tujuan motif persekongkolan tadi adalah motifnya keuntungan, jika dalam perkara tersebut khusus Pasal 12 huruf i, di situ ada mengatur mengenai turut campur dalam pengadaan itu tidak bolehkah di undang undang korupsi, walaupun disitu tidak menyinggung sama sekali mengenai motif keuntungan?

“Yah, tentunya intervensi itu pasti ada tujuannya, biasanya intervensi itu dilakukan oleh pihak pihak tertentu, biasanya oleh pihak yang memiliki kewenangan, entah Kepala Daerah, DPRD, atau PA ke KPA, atau KPA ke Panitia Pengadaan, intinya ada hubungan kerja, adanya kewenangan, sehingga adanya ketertundukan karena intervensi yang dimaksud. 

JPU KPK, jika ada kepala daerah dalam prakteknya itu mengarahkan atau memberikan salah satu anjuran ataupun perintah, arahan kepada pelaku dalam proses pengadaan diantaranya baik KPA, PPK, dan pelaku pengadaan lain, yang outputnya penyedia yang diharapkan oleh kepada daerah dimenangkan itu, apakah juga termasuk pelanggaran aturan pengadaan barang dan jasa?. 

“Ya, itu juga termasuk intervensi penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran terhadap prinsip tadi,” tegas  Ahmad Zikrilah.

Salah satu bentuk kepala daerah memberikan arahan untuk memenangkan si A, B, C, D, misalnya menggunakan daftar list, bentuk pelanggarannya?.

“Itu suatu bentuk intervensi, suatu bentuk penyalahgunaan kewenangan pasal 81, pasal 6, pasal 7.

Jika ditemukan ada pelanggaran sesuai regulasi yang ada maka proses pengadaan itu tidak kredibel,” ungkapnya.

Jaksa, kaitan dengan intervensi, arahan dan pengaruh tidak langsung dilakukan tapi berjenjang melalui pihak atau keluarga pejabat, apakah di situ juga?.

“Iya masuk bagian intervensi dengan berbagai macam jenis teknisnya di lapangan, intinya ada pengaruh, ada kewenangan yang bisa membuat pihak tertentu itu terpengaruhi dengan kewenangan dimaksud,” jelasnya.

Intervensi turut campur dalam pengadaan, ada yang secara langsung maupun tidak langsung, adakah aturannya?, tanya Jaksa lagi. 

Di etika pengadaan dalam pasal 7 disebutkan, tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung, artinya teknis di lapangan itu sangat terkait dengan posisi dan kewenangan. 

Lalu di sini disebutkan juga menghindari ketika terjadi kepentingan yang terkait langsung maupun tidak langsung. 

Itu contoh contoh klausul yang menggambarkan memang pelaksanaan teknis di lapangan itu ada intervensi langsung atau tidak langsung.

Jaksa bertanya, jika seorang kepala daerah tadi turut campur atau intervensi dalam kegiatan pengadaan adalah memerintahkan kepada pelaku pengadaan, bukan perusahaan milik sendiri, tapi perusahaan milik anggota keluargannya, di situ apakah masuk kedalam proses penyimpangan pengadaan yang mempengaruhi langsung atau tidak langsung? 

Ahmad Zikrillah menegaskan bahwa masalahnya bukan pada milik siapa perusahaan itu, tapi kenapa ada intevensi untuk memastikan atau memaksa yang menang harus yang itu, kan substansinya di situ pak.

Terlepas perusahaan itu milik siapa yang terpenting suatu bentuk intervensi dengan kewenangan untuk bisa memaksa perusahaan tertentu dan siklus ini persekongkolan, para pihak yang terkait dalam peristiwa itu, nanti Majelis Hakim yang membuktikan kadar peranan masing-masing pihak,” tegas saksi ahli.

Praktek pinjam bendera itu marak dan itu bisa merusak tatanan pengadaan barang dan jasa di Indonesia. Motifnya, tender sekarang, satu saja yang mendaftar dia bisa lulus, kalau dulu minimal tiga, kurang dari tiga gagal. Sekarang, satu saja bisa menang, nggak perlu cari cari pendamping.

Motif kedua, ada penyedia tidak punya kemampuan tapi dia mau ikut tender, di sisi lain ada perusahaan tapi tidak ikut tender dan memenuhi persyaratan, yah sudah saya beli saja. 

“Ini yang merusak tatanan negara, karena praktek pinjam bendera merugikan keuangan Negara,” cetusnya.

Apakah ada parameter terjadinya persekongkolan yang direkayasa atau diatur?, tanya Jaksa.

Indikasinya umumnya, jawab Saksi Ahli, bisa dilihat dari beberapa hal seperti pembuatan persyaratan yang diskriminatif misalnya, permainan di HPS, adanya kesamaan dalam dokumen teknis, dan lain lain. 

Jaksa kemudian mengurai substansi dari kasus yang sedang berlangsung yang dilakukan oleh terdakwa. 

Apakah bentuk bentuk yang saya bacakan termasuk bentuk yang memang tidak diperbolehkan?

Kepala Daerah menentukan pemenang proyek secara langsung berupa list, kedua kepala daerah melalui Kabag LPBJ mengarahkan Pokja untuk menetapkan pemenang sesuai arahan kepala daerah, kepala daerah mengarahkan agar proyek tersebut dimenangkan dan dikendalikan oleh keluarganya, walaupun dia menggunakan pinjam bendera, namun yang mengendalikan adalah keluarganya itu hingga pada akhirnya dengan pengaruh kepala daerah sehingga betul betul keluarganya tersebut bisa melakukan pekerjaan.

Kemudian, ada juga bentuk arahan kepala daerah terhadap dulu yang pernah berperan berjasa sebagai timses, meminta pekerjaan kemudian diberikan pekerjaan untuk menghadap pelaku pelaku pengadaan seperti Kadis, PPK dan lain lain.

Kemudian, terkait PL juga demikian membuatkan daftar list nanti perusahaan perusahaan yang diharapkan atau  diarahkan oleh kepala daerah itu menjadi pemenang dan betul betul akhirnya dimenangkan.

Selanjutnya, sebelum dibuatkan list paket pekerjaan dan pelaksana yang akan dimenangkan didahului dengan kepala daerah meminta paket pekerjaan di seluruh dinas atau sebagian dinas, kemudian diisi nama nama yang akan dimenangkan.

Kemudian ada juga fakta kepala daerah memerintahkan calon penyedia yang sudah diperintah atau sudah digulirkan oleh kepala daerah, kemudian penyedia ini menghadap PPK dan KPA. 

Fakta perbuatan tersebut, apakah dibolehkan atau tidak terkait pengadaan barang dan jasa.?

Sebelum menjawab pertanyaan Jaksa, saksi Ahli terlebih dahulu menjelaskan bahwa sebagaimana dalam pernyataan sebelumnya dirinya telah menceritakan soal prinsip dan etika. 

Karena siapapun penyediannya, nggak usah pakai diatur atur, sepanjang dia memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang ada dia menang, jadi nggak perlu ada pengaturan pengaturan. 

“Itulah perlunya dibuat aturan prinsip dan etika sehingga pengadaan itu efektif dan efisien. Ketika ada persaingan sehat, persaingan sempurna, harga terbaik, kualitas terbaik, maka dia yang menang,” tegasnya.

“Nah, soal pertanyaan tadi apakah betul betul melanggar prinsip etika, itu melanggar semua,” timpalnya.

Apakah fakta yang saya sampaikan tadi adalah bentuk intervensi Kepala Daerah?, saksi pun membenarkannya. “Ya,” tegasnya lagi.

Saksi Ahli kembali dicecar pertanyaan. Di sini, selain kepala daerah, fakta yang terjadi ada beberapa bentuk turut campurnya yang dilakukan oleh keluarga kepala daerah yakni isteri. 

Kalau isteri dari kepala daerah itu melakukan hal yang sama, memberikan arahan dan pengaruh kepada bawahan dari kepala daerah, dan ini diketahui kepala daerah, apakah itu juga isteri dapat dikatakan melanggar pengadaan?

Menurut saksi bahwa, segala bentuk intervensi yang dilakukan oleh siapapun seperti disebutkan dalam etika pengadaan (pasal 7 ayat 1 Perpres) semua pihak yang terlibat, bisa siapa saja, sepanjang dia memiliki kewenangan, kemampuan untuk mempengaruhi, intervensi.

Menjawab pertanyaan bahwa kepala daerah meminta bawahannya untuk membuat suatu daftar, lalu memerintakan juga kepada kroni kroninya yang ada di keluarganya untuk berpartisipasi setelah adanya arahan itu, apakah itu suatu bentuk pemufakatan jahat?, Saksi Ahli menegaskan bahwa tidak ada kewenangan bagi kepala daerah untuk masuk secara teknis dalam proses pengadaan, serahkan kepada PA, KPA, Pejabat Pengadaan, PPK, dan serahkan kepada APIP untuk mengawasi.

Jaksa selanjutnya mengarahkan pertanyaan, ‘pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (Pasal 12 huruf i UU Tipikor).

Pertanyaan Jaksa, apakah beberapa bentuk tadi yang saya sampaikan kepada saudara seorang kepala daerah yang melakukan A, B, C, dan seterusnya ini masuk dalam frase kepala daerah itu dalam tugas mengurus dan mengawasinya konteks pengadaan barang dan jasa?

Ahmad Zikrillah kembali menegaskan bahwa sesuai yang ia tegaskan tadi, tugas kepala daerah itu mengawasi, kepala daerah tinggal menugaskan Inspektorat untuk menjalankan perannya, tidak terjun langsung lapangan atau menjalankan secara teknis. 

Sementara itu, menjawab pertanyaan Penasehat Hukum Terdakwa, Abdul Hanan, SH, untuk memastikan ada tidaknya arahan atau turut campurnya kepala daerah itu harus dibuktikan secara materil. 

Kemudian, terkait dengan adanya penyalahgunaan wewenang seperti dicontohkan adanya rekayasa, persekongkolan penentuan pemenang secara sepihak, kalau ini dilakukan oleh Pokja, lantas siapa yang disalahkan?.

“Sama seperti jawaban tadi, yakni para pihak yang terlibat dalam proses pelanggaran tersebut. 

Tapi, sepanjang tidak ada pihak yang terkait maka Pokja yang punya kewenangan mempertanggungjawabkan,” jawabnya. 

Tadi sempat disinggung oleh Jaksa Penuntut Umum tentang adanya kepala daerah memberikan list. 

Berarti kan ada ikut campur kepala daerah kalau sudah ada list, begitu ya saudara Saksi Ahli? Apabila list ini tidak ada, berarti tidak ada turut campurnya kepala daerah menurut keahlian saudara?.

“List itu hanya sampelnya ya, bentuk ikut campurnya nanti perlu dibuktikan seperti apa, mungkin lisan, mungkin cek list atau apa. Yang jelas harus dipastikan apakah benar ada instrumen seperti itu,” tegas Saksi Ahli. (Tim. GA*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page