Gardaasakota.com.-Mengamati sidang perdana kasus mantan Walkot Bima, H. Muhammad Lutfi (HML) yang digelar Senin tanggal 22 Januari 2024 di Pengadilan Tipikor Mataram, terungkap JPU KPK menggunakan jenis dakwaan berbentuk kumulatif, yakni kesatu melanggar pasal 12 huruf i juncto pasal 15 UU Tipikor dan kedua melanggar pasal 12 B Jo pasal 18 UU tipikor Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 Jo pasal 65 KUHP.
Sutrisno Azis, SH.,MH, Advokat/Koordinator P55 NTB, menilai bahwa berdasar dakwaan JPU KPK tersebut khususnya pada dakwaan kesatu HML didudukkan sebagai terdakwa tunggal, sedangkan dalam dakwaan kedua HML diduga bersama sama dengan orang lain melakukan dan/atau mewujudkan tindak pidana.
Menurutnya, proses pembuktian jenis dakwaan kumulatif ini akan dibuktikan semua dalam persidangan baik dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua, tetapi dalam tuntutan JPU nanti hanya menuntut satu dakwaan saja yang terbukti dan menyatakan tidak terbukti dakwaan lainnya, demikian halnya dengan putusan majelis hakim nantinya.
Apabila JPU KPK menuntut terdakwa dengan dakwaan kesatu kemudian majelis hakim menerimanya hingga putusan inkracht, maka proses hukum terhadap kasus ini kemungkinan hanya mendudukkan satu terdakwa saja, sehingga proses penyelidikan/penyidikan terhadap dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini kemungkinan akan dihentikan oleh KPK, sebaliknya apabila JPU KPK menuntut terdakwa dengan dakwaan kedua dan majelis hakim menerimanya hingga putusan inkracht, maka kemungkinan proses penyelidikan/penyidikan terhadap dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, akan dilanjutkan oleh KPK.
Dengan terbuktinya dakwaan kedua ini pun maka terhadap terdakwa akan dibebani pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sesuai jumlah korupsi yang diperoleh berdasar pasal 18 UU Tipikor.
“Tapi saya kurang tahu apakah sejauh ini sudah ada asset milik terdakwa yang disita KPK, mungkin bisa dikonfirmasi pada pihak terkait,” ucapnya.
Terkait dengan persidangan Tipikor, mantan Hakim Tipikor Mataram ini, mengapreseasi upaya KPK memproses kasus ini hingga sampai di persidangan. Namun dirinya agak sedikit menyesalkan terkait nilai korupsi yang semula direlease KPK berjumlah Rp8,6.m, tapi dalam dakwaan tercantum Rp1,95 M.
“Berkurangnya kok signifikan sekali, kenapa Rp8,6 M itu tidak diuji dulu di pengadilan, biar pengadilan yang menetapkannya. Mungkin KPK punya alasan tersendiri, saya tidak mau berspekulasi perihal itu, coba ditanyakan langsung ke KPK,” sarannya.
Sutrisno berharap proses persidangan kasus ini bisa berjalan dengan aman tanpa hambatan apapun. “Kita serahkan saja pada lembaga yang berwenang,.apapun putusannya harus bisa diterima dan dihormati bersama,” pungkasnya. (GA. 212*)