Gardaasakota.com.- Kasus Calon Kepala Daerah yang masih aktif menjalani tugas sebagai anggota Dewan dan menerima gaji berpotensi dijerat dengan pasal korupsi.
“Karena dalam kasus itu berpotensi menimbulkan kerugian negara,” kata Dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fhisip) Unram, Lalu Syaipuddin Gayep, kepada wartawan, Jum’at 01 November 2024.
Meski Cawabup, AS, telah mengajukan pengajuan permohonan mengundurkan diri sebagai anggota DPRD KSB pada 22 September 2024 sebagai persyaratan pencalonan menjadi Calon Wakil Bupati KSB.
Sehingga, AS dianggap telah memenuhi syarat administratif menjadi Calon Wakil Bupati KSB dengan surat permohonan pengunduran diri dan ditetapkan sebagai Calon Wakil Bupati KSB. Hal itu berdasarkan Keputusan KPU Sumbawa Barat nomor 482 Tahun 2024
Namun menurutnya, permohonan pengunduran diri harus mendapatkan Surat Keputusan Pemberhentian dari Gubernur NTB.
“Akan tetapi permohonan pengunduran diri sebagai Anggota DPRD tidak serta merta Gubernur menerbitkan SK pemberhentian. Karena harus melalui proses administrasi yang panjang di Kemendagri dan Pemprov NTB,” ujarnya.
Sementara, sambung Gayep, prosedur dan proses Pilkada terus berjalan sesuai dengan jadwal yang KPU tetapkan. Sehingga penetapan calon bupati, wakil bupati tidak harus menunggu SK pemberhentian anggota DPRD dari Gubernur NTB.
Dalam kasus tersebut, AS telah ditetapkan sebagai Calon Wakil Bupati KSB berdasarkan Keputusan KPU Sumbawa Barat. Dengan begitu ia semestinya tidak lagi menjabat sebagai anggota DPRD.
“Dan tidak berhak menerima hak gaji dan hak honorarium apapun pasca ditetapkan sebagai Calon Wakil Bupati KSB,” tegasnya.
Akan tetapi, lanjutnya pada faktanya AS tetap menerima gaji pada bulan Oktober 2024 sebulan setelah ditetapkan sebagai Calon Wakil Bupati KSB.
Gayep menegaskan, hak gaji dan segala bentuk honorarium lainnya tidak dapat diberikan kepada suadara AS.
Jika memang ia menerima, Gayep menyarankan agar dikembalikan ke bendahara DPRD KSB. Tujuannya agar tidak berakibat sebagai pelanggaran hukum.
“Apalagi yang bersangkutan sedang mencalonkan diri sebagai wakil bupati KSB. Sehingga harus memberikan contoh yang baik kepada masyarakat,” tandasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus ini telah dilaporkan secara resmi oleh warga KSB di Bawaslu NTB.
“Secara resmi kami laporkan institusi KPU KSB di Bawaslu NTB karena terindikasi melakukan dugaan tindakan maladministrasi dalam penetapan Calon Kepala Daerah KSB. Laporan tersebut di ditembuskan juga ke Kantor Bawaslu RI,” ujar Ifan Supriadi kepada sejumlah wartawan di kantor Bawaslu NTB, Selasa 29 Oktober 2024.
KPUD KSB sendiri telah menetapkan AHD sebagai Calon Wakil Bupati KSB bersama pasangannya FS, pada 22 September 2024 dan selanjutnya telah mendapatkan nomor urut dalam kontestasi tersebut.
“Akan tetapi dalam perjalanannya pada tanggal 03 Oktober 2024, oknum AHD ini terindikasi masih menerima gaji sebagai anggota Dewan dan itu bisa kami buktikan dengan slip gajinya,” ungkapnya.
Indikasi kuat Calon Wakil Bupati KSB ini masih tercatat sebagai anggota Dewan aktif juga menurutnya dibuktikan juga dengan indikasi keikutsertaan Calon Wakil Bupati tersebut dalam rapat internal Komisi II Dewan setempat pada tanggal 10 Oktober 2024
“Ada bukti daftar hadirnya dan kami sudah lampirkan didalam laporannya. Termasuk juga bukti kehadirannya dalam rapat Bapemperda, itu juga sudah kami lampirkan sebagai alat bukti beserta dengan surat distribusi dia di AKD dari Fraksinya tertanggal 07 Oktober,” bebernya.
Bukti lain yang dilampirkannya adalah surat ijin kampanye tertanggal 21 Oktober 2024 yang dikeluarkan oleh lembaga Dewan juga tertera nama Calon Wakil Bupati tersebut sebagai anggota Dewan yang mengajukan izin dan ditandatangani oleh pimpinan Dewan.
“Kegaduhan seperti ini bagi kami merupakan hal yang rancu dan perlu diluruskan sehingga kami mengadukan produk hukum yang menetapkan dia sebagai pasangan calon kepala daerah di KSB dalam hal ini KPU KSB,” tegasnya.
KPU sebagai pihak terlapor harusnya berfungsi dalam mengatur berbagai tahapan dalam Pilkada ini termasuk dalam hal penetapan pasangan calon.
“Harusnya mereka yang bertanggung jawab dalam kegaduhan ini. Bukan oknum Cawabupnya yang kita laporkan tetapi KPU KSB-nya yang kita laporkan terkait dugaan maladministrasi,” terangnya.
Pihaknya berharap Bawaslu dapat menelusuri laporan yang disampaikannya agar kegaduhan ini bisa mendapatkan kepastian hukum karena sejauh ini pihaknya melihat tidak adanya ketegasan di institusi KPU terkait soal ini.
“Bahkan terlihat adanya pembiaran,” imbuhnya.
Meski diakuinya anggota Dewan yang ditetapkan sebagai Calon Wakil Kepala Daerah ini sudah mengajukan surat pernyataan mengundurkan diri baik yang diajukan ke lembaga dewan maupun kepada partainya.
Namun anehnya sampai dengan dia ditetapkan sebagai paslon dan mengambil nomor urut, sampai dengan 03 Oktober itu AHD masih menerima gaji sebagai anggota Dewan.
“Artinya ini ada yang kecolongan dan AHD masih mengambil gaji dan ikut rapat sebagai anggota Dewan padahal secara aturan dia harus mundur sebagai anggota Dewan setelah penetapan sebagai paslon,” pungkasnya. (**)