Kejati NTB Dorong Pembentukan Tiga Kejaksaan Negeri Baru dan Tegaskan Era Baru Penegakan Hukum Humanis Menjelang Berlakunya KUHP Nasional

Suasana acara Penandatanganan MoU Perjanjian Kerja Sama antara Kejaksaan Tinggi dan Pemerintah Daerah se-NTB di pendopo tengah Gubernur NTB, Rabu 26 November 2025.

Gardaasakota.com.- Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat, Wahyudi SH MH, melontarkan pernyataan tegas dan visioner saat menghadiri acara Penandatanganan MoU Perjanjian Kerja Sama antara Kejaksaan Tinggi dan Pemerintah Daerah se-NTB yang digelar di pendopo tengah Gubernur NTB, Rabu 26 November 2025.

Dalam forum strategis yang dihadiri oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum. Direktur C pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Agoes Soenanto Prasetyo, S.H., M.H., Gubernur NTB, H Lalu Muhamad Iqbal, Wakil Gubernur NTB, HJ Indah Dhamayanti Putri serta para Wali Kota dan Bupati di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Wahyudi mengungkapkan dua agenda besar yang kini menjadi fokus Kejati NTB yakni penguatan infrastruktur kelembagaan kejaksaan di daerah serta kesiapan menghadapi perubahan besar sistem hukum nasional ketika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

Di hadapan kepala daerah dan para pejabat terkait, Wahyudi menegaskan bahwa masih terdapat tiga wilayah yang hingga kini belum memiliki kantor Kejaksaan Negeri (Kejari), yakni Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, dan Kabupaten Bima. Padahal, idealnya setiap kabupaten/kota memiliki Kejari sendiri agar pelayanan hukum lebih efektif dan dekat dengan masyarakat.

“Wilayah hukum Kejaksaan Tinggi NTB itu luas, membawahi delapan kabupaten dan dua kota. Namun masih ada tiga kabupaten yang belum memiliki Kejari. Kami sudah mengecek kesiapan lahan, termasuk di Lombok Barat dan Lombok Utara. Beberapa daerah bahkan sudah menyiapkan lokasi. Kami berharap percepatan ini segera ditindaklanjuti,” tegas Wahyudi.

Ia menyampaikan, usulan pembentukan Kejari baru telah disampaikan kepada Wakil Presiden serta Kementerian terkait, mengingat keberadaan kantor kejaksaan di tiap daerah merupakan kebutuhan mendesak. Selain mendukung penegakan hukum, keberadaan Kejari juga penting untuk mendampingi pemerintah daerah dalam berbagai prioritas hukum, mulai dari penyelidikan, penuntutan, eksekusi putusan, pemulihan aset, hingga pelayanan hukum.

Memasuki bagian penting lainnya, Wahyudi menyoroti perubahan besar dalam sistem hukum Indonesia dengan mulai berlakunya KUHP baru.

“Paradigma hukum akan berubah hampir total. Setelah puluhan tahun kita menggunakan aturan warisan kolonial, kini bangsa Indonesia memasuki babak baru. Tugas kejaksaan juga bergeser lebih humanis, berkeadilan, dan memberi ruang restoratif,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa pidana kerja sosial — yang menjadi bagian dari KUHP baru — akan menjadi pilar baru dalam penanganan tindak pidana ringan. Alternatif hukuman ini dinilai lebih efektif mengurangi kepadatan lapas, membantu rehabilitasi pelaku, serta memberi manfaat langsung kepada masyarakat.

Wahyudi juga mengungkapkan bahwa Kejati NTB telah lebih dulu mempraktikkan penyelesaian perkara berbasis keadilan restoratif sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020. Sepanjang 2025, sekitar 60 perkara telah dihentikan penuntutannya melalui mekanisme ini, dan para pelaku dijatuhi sanksi sosial sesuai ketentuan. Bahkan, NTB kini berstatus Restorative Justice (RJ) Mandiri sehingga keputusan penghentian perkara di bawah ancaman 5 tahun tidak lagi harus menunggu persetujuan Kejaksaan Agung.

“Kami juga menginstruksikan agar para pelaku yang menjalani sanksi sosial diberi atribut khusus. Ini penting agar masyarakat memahami bahwa mereka bukan petugas kebersihan, melainkan warga yang sedang menjalani hukuman sosial,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Wahyudi turut memaparkan perkembangan fasilitas rehabilitasi pengguna narkotika di NTB. Saat ini, RSJ Mutiara Sukma telah meningkatkan kapasitas layanan rehabilitasinya dari 15 menjadi 50 pasien. Selain itu, Balai Rehabilitasi Adhyaksa juga tengah dibangun di Lombok Tengah.

Wahyudi menutup pemaparannya dengan apresiasi kepada pemerintah daerah dan seluruh pihak yang selama ini mendukung tugas-tugas kejaksaan. Ia menegaskan bahwa sinergi kuat antara lembaga penegakan hukum dan pemerintah daerah merupakan kunci terciptanya penegakan hukum yang efektif, humanis, dan berkeadilan.

“Perubahan besar dalam penegakan hukum ini tidak bisa dikerjakan kejaksaan sendiri. Butuh kolaborasi dari semua pihak. Ini bukan hanya soal menegakkan hukum, tetapi membangun peradaban hukum yang lebih manusiawi bagi bangsa kita,” pungkasnya. (GA. Ese*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page