Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena meningkatnya minat generasi Z, terutama remaja dan anak muda, untuk menghadiri konser musik dan acara hiburan lainnya telah menjadi perhatian publik.
Tidak sedikit dari mereka yang mengungkapkan bahwa mereka membutuhkan hiburan untuk mengatasi stres dan tekanan hidup. Namun, pertanyaan yang muncul adalah: apakah fenomena ini menunjukkan bahwa generasi muda kita sedang dalam kondisi yang kurang baik secara psikologis?
Sebagai seorang akademisi di bidang kesehatan, saya melihat bahwa ini bukan sekadar soal kecenderungan hiburan yang sedang populer, tetapi juga sebuah indikator penting terkait kesehatan mental yang semakin terabaikan.
Data yang ada menunjukkan bahwa banyak dari mereka yang terlihat baik-baik saja secara fisik, namun dalam kenyataannya sedang berjuang dengan tekanan emosional yang cukup besar. Generasi Z, yang lahir dan tumbuh dalam dunia yang penuh dengan teknologi dan perubahan sosial yang cepat, sering kali merasa terisolasi, cemas, dan bahkan tertekan. Banyak di antara mereka yang merasa bahwa hiburan adalah satu-satunya cara untuk melarikan diri dari kenyataan yang sulit mereka hadapi.
Namun, apa yang lebih memprihatinkan adalah semakin banyaknya laporan tentang tingginya angka kejadian kejahatan, perundungan, dan bahkan bunuh diri di kalangan remaja. Ini bukanlah masalah yang dapat dianggap sepele, karena dampak dari gangguan mental yang tidak tertangani dapat merambat jauh ke berbagai aspek kehidupan.
Remaja yang merasa stres, tertekan, atau bahkan cemas seringkali mencari cara untuk mengatasi perasaan tersebut, dan sayangnya, mereka tidak selalu memilih jalan yang sehat.
Fenomena lainnya yang tak kalah mencolok adalah kecenderungan sebagian besar generasi Z untuk memenuhi kebutuhan hiburan dan kebutuhan sosial mereka dengan cara yang ironis, seperti menggunakan pinjaman online (pinjol) untuk membeli tiket konser atau memenuhi gaya hidup yang mereka anggap “mewah”.
Padahal, dalam jangka panjang, praktik ini dapat berisiko tinggi terhadap keuangan pribadi dan bahkan dapat memperburuk keadaan mental mereka. Keputusan untuk mengandalkan pinjol dalam memenuhi kebutuhan konsumtif ini bisa jadi merupakan indikasi dari sebuah pola pikir yang mengarah pada kebiasaan negatif, yakni menghindari masalah dengan cara yang tidak sehat.
Ini adalah masalah yang sangat serius dan harus segera mendapatkan perhatian dari semua pihak, baik keluarga, masyarakat, maupun pemerintah. Sebagai masyarakat, kita perlu mendukung upaya-upaya yang dapat memberikan ruang bagi generasi Z untuk berbicara tentang perasaan mereka tanpa merasa dihakimi.
Pendidikan tentang kesehatan mental, konseling, serta pemberdayaan keluarga untuk lebih peka terhadap tanda-tanda stres dan gangguan psikologis pada anak muda adalah langkah pertama yang perlu kita ambil.
Penting juga bagi pemerintah untuk memberikan akses yang lebih luas terhadap layanan kesehatan mental yang terjangkau dan mudah diakses, serta mengedukasi publik mengenai bahaya gaya hidup konsumtif yang bisa memengaruhi kestabilan keuangan dan mental.
Terlebih lagi, pengawasan yang lebih ketat terhadap layanan pinjaman online perlu dipertimbangkan untuk melindungi remaja dari praktik-praktik yang dapat merugikan mereka.
Pada akhirnya, meskipun hiburan seperti konser dapat menjadi cara yang sah untuk mengatasi stres sesaat, kita perlu mulai mempertanyakan apakah itu benar-benar solusi jangka panjang untuk kesehatan mental mereka.
Sebagai bangsa, kita harus bergerak untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan psikologis generasi muda, agar mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan lebih baik.*

















