Berita  

Laporan Dugaan Tindak Penganiayaan Mandek, Kuasa Hukum Bukran Ancam Laporkan Penyidik ke Kapolri

Korban Bukran

Gardaasakota.com.-Kasus dugaan tindak pidana penganiayaan yang dialami oleh Bukran Effendi di Sunset Land, Mataram, pada 13 November 2024, hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti.

Meski telah berstatus penyidikan, namun pihak kepolisian dinilai lamban dalam menindaklanjuti kasus tersebut.

Kuasa hukum korban, Dr Irpan Suryadiata, menyampaikan protes keras kepada kepolisian atas lambannya proses penyidikan kasus yang menimpa kliennya tersebut.

Ia bahkan berencana melayangkan surat protes kepada Kapolri karena merasa laporan korban ditengarai tidak diusut dengan serius.

“Kami sudah menghubungi Kapolda NTB melalui WhatsApp, tetapi rupanya tidak dijadikan atensi. Penyidik beralasan kesulitan memanggil saksi, padahal ini alasan yang tidak masuk akal. Jika kasus sudah berstatus penyidikan, seharusnya saksi bisa dijemput paksa,” ujar Irpan kepada wartawan media ini melalui siaran persnya, Senin 10 Maret 2025.

Ia menuturkan kronologi terjadinya dugaan aksi main hakim sendiri itu bermula ketika korban Bukran Efendi menghadiri rapat koordinasi di Hotel Golden Palace, Mataram.

“Usai rapat, ia diajak oleh R, istri terlapor S, untuk mencari makanan bersama dua temannya. Mereka kemudian menuju Sunset Land, Jl. Lingkar Selatan, Mataram,” tuturnya.

Namun, setibanya di lokasi, lanjutnya, oknum S dan empat orang temannya langsung menyerang korban. Korban dipukul menggunakan tangan mengepal, siku, serta ditendang berkali-kali.

“Tidak hanya itu, korban bahkan dibawa paksa ke kantor debt collector PT LNI tempat oknum S bekerja di Desa Mantang, Lombok Tengah, dan kembali dianiaya di sana. Akibat kejadian itu, korban mengalami luka lebam dan luka sobek di beberapa bagian tubuhnya,” bebernya.

Akibat kejadian itu, korban kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Mataram. Hanya saja, menurut kuasa hukum korban, penyidik mengaku kesulitan memanggil saksi karena mereka tidak mau hadir. Namun, Irpan menilai alasan tersebut tidak dapat diterima.

“Jika saksi tidak hadir, polisi punya kewenangan untuk menjemput paksa. Tapi, ini justru tidak dilakukan. Selain itu, penyidik berdalih kasus sudah diserahkan ke buser untuk mencari pelaku, sementara mereka hanya menunggu di kantor. Saat kami tanya siapa busernya, penyidik tidak mau menjawab,” tegasnya.

Lebih lanjut, Irpan mengungkapkan bahwa penyidik sempat menyatakan terlapor berada di NTT, padahal faktanya terlapor ada di Lombok Tengah dan bahkan telah ditemui oleh pihak korban. Namun, saat informasi keberadaan terlapor disampaikan ke penyidik, tidak ada tindakan yang dilakukan.

Melihat ketidaktegasan aparat kepolisian dalam menangani kasus ini, kuasa hukum korban akan memberikan batas waktu beberapa hari ke depan. Jika tetap tidak ada perkembangan, mereka akan melayangkan surat protes resmi kepada Kapolri dan mempertimbangkan untuk melakukan aksi protes melalui demonstrasi maupun pemberitaan di media massa.

“Intinya, kami menyampaikan mosi tidak percaya kepada penyidik kepolisian yang menangani perkara ini. Jika dalam waktu dekat tidak ada progres, kami siap mengambil langkah lebih lanjut,” tutupnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan dari kuasa hukum korban. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page