Gardaasakota.com.-Kesadaran bahwa keberhasilan pembangunan tidak semata ditentukan oleh besarnya anggaran, melainkan oleh ketepatan perencanaan dan kekuatan pengawasan, menjadi benang merah arah kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hal tersebut ditegaskan Gubernur NTB, Dr. Lalu Muhamad Iqbal, saat membuka Rapat Koordinasi Pengawasan Daerah (Rakorwasda) yang dirangkaikan dengan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Hotel Lombok Raya, Mataram, Kamis (11/12/2025).
Di hadapan jajaran pengawasan dan perangkat daerah, Gubernur Iqbal menekankan bahwa manajemen risiko harus menjadi fondasi sejak tahap perencanaan program dan penganggaran. Menurutnya, risiko yang dihitung sejak awal memungkinkan pemerintah melakukan mitigasi secara tepat, sehingga program dapat berjalan sesuai jadwal, efisien dalam penggunaan anggaran, serta menghasilkan manfaat nyata bagi masyarakat.
Ia menyoroti praktik kebijakan daerah yang selama ini kerap tidak berbasis analisis risiko, sehingga berbagai persoalan baru muncul di penghujung pelaksanaan program. Padahal, besarnya alokasi anggaran dari pemerintah pusat ke daerah menuntut tata kelola yang semakin cermat, transparan, dan akuntabel. Tanpa sistem pengawasan dan manajemen risiko yang kuat, potensi inefisiensi dan penyimpangan akan semakin besar.
Gubernur Iqbal juga menguraikan tantangan tata kelola pemerintahan daerah yang kian kompleks seiring perubahan pola kebijakan nasional. Jika sebelumnya banyak program diinisiasi oleh daerah dengan dukungan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pusat, kini peran tersebut bergeser. Pemerintah pusat semakin dominan dalam menentukan arah kebijakan dan program, sementara pemerintah daerah dituntut mampu mengeksekusi secara tepat dan akurat di lapangan.
Kondisi tersebut, menurutnya, terlihat dari sejumlah program strategis nasional yang akan dan sedang digulirkan di NTB dengan nilai anggaran sangat besar. Di antaranya program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan nilai lebih dari Rp5,7 triliun, pembangunan Koperasi Merah Putih, Sekolah Rakyat, Sekolah Garuda, Kampung Nelayan Merah Putih senilai hampir Rp300 miliar, hingga lima proyek ketahanan pangan nasional pada tahun 2026 dengan total anggaran mencapai Rp2,1 triliun. Skala program tersebut menuntut kesiapan aparatur daerah, baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan.
Dalam konteks itulah, Gubernur Iqbal menegaskan peran strategis inspektorat sebagai pengawas internal sekaligus garantor bagi perangkat daerah. Ia mendorong agar inspektorat tidak hanya hadir sebagai pemeriksa di akhir kegiatan, tetapi menjadi mitra sejak awal perencanaan. Dengan adanya jaminan pengawasan dari inspektorat, organisasi perangkat daerah (OPD) dapat bekerja lebih fokus, tenang, dan terukur tanpa dibayangi pemeriksaan berulang.
Gubernur bahkan menegaskan bahwa ketika suatu program telah melalui proses pengawasan internal yang kuat, inspektorat harus berani mengambil tanggung jawab untuk menjelaskan jika di kemudian hari muncul persoalan. Pola ini, menurutnya, akan menciptakan budaya kerja yang sehat, akuntabel, dan saling percaya antarunit pemerintahan.
Menutup arahannya, Gubernur Iqbal mengajak seluruh jajaran pengawasan dan OPD untuk menjaga integritas, memperkuat sinergi, serta memastikan seluruh program pemerintah pusat dan daerah berjalan efektif dan memberikan dampak nyata bagi pembangunan NTB.
Sejalan dengan itu, Inspektur NTB, Budi Herman, SH., MH., menegaskan bahwa pembinaan dan pengawasan merupakan pilar utama dalam menjaga kualitas tata kelola pemerintahan daerah. Ia menilai pengawasan yang efektif menjadi kunci keberhasilan program strategis sekaligus instrumen pencegahan terhadap potensi penyimpangan.
Budi Herman memaparkan capaian kinerja Inspektorat NTB sepanjang tahun 2025 yang menunjukkan tren positif. Realisasi kegiatan audit mencapai 89,74 persen, review 100 persen, monitoring dan evaluasi 83,33 persen, serta asesmen yang telah dilaksanakan di seluruh perangkat daerah. Hampir seluruh target Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) berhasil dipenuhi, bahkan sebagian melampaui rencana kerja yang ditetapkan.
Selain itu, penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan di tingkat perangkat daerah mencapai rata-rata 78,57 persen. NTB juga berhasil mempertahankan kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) pada level 3, yang menunjukkan kematangan sistem pengawasan internal. Meski demikian, ia mengakui masih terdapat sejumlah area yang perlu mendapat perhatian, khususnya terkait kelengkapan dan verifikasi dokumen sesuai standar nasional Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
Terkait hasil pengawasan terhadap program prioritas, Inspektorat NTB mencatat bahwa pelaksanaan program secara umum berjalan baik, namun masih terdapat ruang perbaikan pada aspek perencanaan, pengendalian, dan akurasi pelaporan. Temuan-temuan tersebut, baik yang bersifat administratif maupun kelemahan pengendalian, telah disampaikan kepada perangkat daerah dan ditindaklanjuti secara responsif.
Menghadapi tahun mendatang, Inspektorat NTB telah menyiapkan sejumlah langkah strategis, mulai dari penguatan kompetensi auditor, penerapan pengawasan berbasis risiko, hingga perluasan kolaborasi dengan inspektorat kabupaten dan kota. Menurut Budi Herman, pengawasan berbasis risiko memang bukan pendekatan yang mudah, namun menjadi keharusan dalam membangun tata kelola pemerintahan modern yang adaptif dan berintegritas.
Melalui penguatan manajemen risiko dan sistem pengawasan sejak tahap perencanaan, Pemerintah Provinsi NTB menegaskan komitmennya untuk memastikan setiap rupiah anggaran publik dikelola secara bertanggung jawab, sekaligus menghadirkan pembangunan yang tepat sasaran dan berkelanjutan bagi masyarakat. (*)

















