Gardaasakota.com.-Deru aktivitas pasar tradisional Dasan Agung, Kota Mataram, Kamis (11/12/2025), menjadi saksi bagaimana transformasi ekonomi digital mulai ditanamkan dari ruang ekonomi paling dekat dengan masyarakat. Di sela-sela kunjungan lapangan tersebut, Gubernur Nusa Tenggara Barat, Lalu Muhamad Iqbal, mengimbau para pedagang pasar tradisional untuk memanfaatkan sistem pembayaran digital berbasis Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) sebagai bagian dari penguatan ekosistem ekonomi kerakyatan yang inklusif dan berkelanjutan.
Didampingi Ketua TP PKK NTB, Sinta M. Iqbal, serta Direktur Utama Bank NTB Syariah, Nazaruddin, Gubernur yang akrab disapa Miq Iqbal itu menegaskan bahwa digitalisasi transaksi bukan semata persoalan teknologi, melainkan instrumen strategis untuk memperluas akses keuangan, meningkatkan efisiensi usaha, serta memperkuat daya saing UMKM, termasuk pedagang pasar tradisional yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi lokal.
Dalam dialog langsung dengan para pedagang, Miq Iqbal menekankan pentingnya edukasi berkelanjutan terkait penggunaan QRIS, khususnya bagi pedagang lanjut usia yang belum akrab dengan teknologi digital. Ia menyampaikan bahwa perubahan arah kebijakan Bank NTB Syariah saat ini diarahkan untuk memberi manfaat seluas-luasnya kepada masyarakat, tidak lagi bertumpu pada pembiayaan konsumtif aparatur sipil negara, melainkan memperkuat sektor produktif seperti UMKM dan ekonomi rakyat.
Gubernur mengajak seluruh pihak, termasuk pengelola pasar dan perbankan daerah, untuk aktif menyosialisasikan QRIS kepada para pedagang. Menurutnya, pemahaman yang baik akan mendorong kepercayaan pedagang terhadap sistem pembayaran digital, yang pada akhirnya meningkatkan kenyamanan transaksi, transparansi keuangan, serta potensi pertumbuhan usaha. Ajakan tersebut disampaikan dengan pendekatan kultural yang membumi, menekankan bahwa QRIS bukan ancaman, melainkan sarana untuk kebaikan dan kemajuan pedagang itu sendiri.
Selain berdialog, Gubernur dan Ketua TP PKK NTB juga menyapa pedagang satu per satu, memantau harga kebutuhan pokok, sekaligus melakukan transaksi langsung menggunakan QRIS. Praktik tersebut menjadi simbol konkret bahwa digitalisasi pasar tradisional dapat berjalan tanpa menghilangkan karakter sosial dan kearifan lokal yang selama ini melekat pada pasar rakyat.
Dalam kesempatan yang sama, Bank NTB Syariah memberikan Reward Prime kepada sejumlah pedagang pengguna QRIS di Pojok NTB Syariah sebagai bentuk apresiasi atas partisipasi aktif mereka dalam mendukung transformasi digital. Langkah ini menjadi bagian dari strategi bank daerah tersebut dalam memperluas literasi dan inklusi keuangan syariah berbasis teknologi.
Dampak positif pemanfaatan QRIS dirasakan langsung oleh para pedagang. Ely, salah seorang pedagang di Pasar Dasan Agung, mengungkapkan bahwa kehadiran QRIS telah membawa perubahan signifikan terhadap dinamika pasar. Ia menilai pasar menjadi lebih ramai, tertata, dan bersih, serta turut meningkatkan perputaran ekonomi di kalangan pedagang. Menurutnya, kemudahan transaksi non-tunai membuat pembeli merasa lebih nyaman dan mendorong meningkatnya aktivitas jual beli.
Data yang disampaikan Direktur Utama Bank NTB Syariah, Nazaruddin, memperkuat kesaksian tersebut. Ia mengungkapkan bahwa jumlah pedagang pengguna QRIS di Pasar Dasan Agung meningkat tajam, dari semula hanya 31 merchant menjadi 129 merchant. Pada November 2025, frekuensi transaksi QRIS di pasar tersebut tercatat mencapai 4.444 transaksi per bulan, dengan total nominal transaksi sekitar Rp248 juta. Angka ini, menurutnya, mencerminkan besarnya potensi digitalisasi pasar tradisional dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Kunjungan Gubernur NTB ke Pasar Dasan Agung tidak hanya menjadi agenda seremonial, tetapi merepresentasikan komitmen pemerintah daerah dalam membangun ekonomi digital yang berkeadilan. Dengan menjadikan pasar tradisional sebagai titik awal transformasi, Pemprov NTB menegaskan bahwa modernisasi ekonomi harus menyentuh akar rumput, memperkuat pelaku usaha kecil, serta memastikan tidak ada kelompok masyarakat yang tertinggal dalam arus perubahan zaman. (*)

















