Gardaasakota.com.-Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Muhammad Tio Aliansyah, mengaku DKPP saat sekarang ini banyak sekali menerima pengaduan baik pengaduan yang diadukan sejak tahun 2024 berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu, sampai dengan paska Pemilihan Kepala Daerah yang saat sekarang ini sedang dilakukan pemeriksaan.
“Dari data yang ada di NTB ini pada tahun 2024 ada sekitar 16 pengaduan yang masuk di DKPP. Rinciannya yakni Lombok Tengah ada 4 pengaduan, Lombok Timur ada 4 pengaduan, Lombok Utara ada 3 pengaduan, Dompu ada 3 pengaduan, Lombok Barat ada 1 pengaduan, dan Sumbawa ada 1 pengaduan. Sementara untuk tahun 2025 ini ada sekitar 2 pengaduan yakni dari Kota Bima dan dari Kabupaten Bima,” terang Muhammad Tio Aliansyah saat menyampaikan materi di acara Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu Dengan Media (Ngetrend) di Hotel Prime Park, Sabtu 08 Februari 2024.
Hanya saja, ia mengatakan pengaduan yang masuk ke DKPP tersebut belum tentu bisa memasuki sidang pemeriksaan. Karena menurutnya untuk menuju sidang pemeriksaan tersebut membutuhkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh DKPP seperti verifikasi administrasi, verifikasi materil.
“Ketika verifikasi administrasi ini tidak terpenuhi, maka pengaduan tersebut akan dikembalikan untuk dilengkapi. Begitu pun ketika verifikasi materilnya tidak terpenuhi juga akan dikembalikan untuk dilengkapi. Hal ini bertujuan untuk mensortir bagaimana keseriusan masyarakat ataupun peserta pemilu untuk mengadukan penyelenggara pemilu,” tegasnya.
DKPP memiliki tugas, kewenangan dan kewajiban yang tentunya berbeda dengan KPU dan Bawaslu. Oleh karenanya, ia mengatakan DKPP sifatnya pasif yakni hanya menerima pengaduan yang bersifat resmi dan kemudian melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi materil terhadap pengaduan tersebut.
“Kalau terpenuhi itu semua baru kami akan lakukan sidang pemeriksaan,” kata Tio.
DKPP juga menurutnya tidak bisa menyampaikan informasi-informasi terkait dengan hal yang berpotensi untuk dilaporkan. Kalau ada pihak yang menanyakan terkait dengan hal yang berpotensi untuk dilaporkan, maka DKPP tidak akan berkomentar karena sifatnya yang pasif tersebut. Hal lain DKPP juga tidak boleh menyuruh orang atau memprovokasi orang lain untuk melaporkan penyelenggara pemilu.
“DKPP juga tidak diperbolehkan menceritakan kasus yang sedang ditangani. Jadi DKPP itu menerima pengaduan, melakukan pemeriksaan, melakukan penyidikan. Sidang DKPP ada tiga model, bisa melalui percakapan langsung, bisa melalui konferens, dan bisa melalui zoom. Kalau yang dilaporkan penyelenggara pemilu di tingkat pusat, maka sidangnya dilakukan di Pusat, tapi kalau terkait penyelenggara pemilu di daerah, maka DKPP dapat bersidang di daerah kalau ada anggarannya karena efisiensi yang diterapkan saat sekarang cukup ketat,” terangnya.
DKPP juga menurutnya tidak memiliki perangkat penyelenggara di daerah. DKPP hanya memiliki tim pemeriksa daerah yang terdiri dari dua anggota KPU Provinsi, dua anggota Bawaslu Provinsi, dan dua orang berasal dari unsur Masyarakat.
“Dan ini pun bersifat ad hoc, tidak memiliki gaji. Gajinya itu hanya pada saat dia mejadi majelis pemeriksa,” timpalnya.
Menariknya dalam acara diskusi Ngetrend ini, hadir juga sebagai pembicara Ketua KPU Provinsi NTB, Muhammad Khuwailid, Ketua Bawaslu NTB, Itratip, dan Ketua PWI NTB, Nazruddin Zen, serta puluhan wartawan media cetak, elektronik dan online. (GA. Ese*).