Nasib Ratusan Honorer NTB Pasca-PPPK, DPRD Dorong Pemerintah Hadir dengan Solusi Berkeadilan

Anggota Komisi V DPRD Provinsi NTB, Muhamad Jamhur. Foto: Ist*)

Gardaasakota.com.-Persoalan keberlanjutan status tenaga honorer di Nusa Tenggara Barat kembali mencuat seiring masih adanya ratusan pegawai non-aparatur sipil negara yang belum terakomodasi dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Data yang mengemuka menunjukkan sebanyak 518 tenaga honorer di NTB belum berhasil lolos dalam skema PPPK paruh waktu, sebuah kondisi yang memantik perhatian serius DPRD sebagai representasi kepentingan publik.

Anggota Komisi V DPRD Provinsi NTB, Muhamad Jamhur, menilai situasi tersebut perlu disikapi secara cermat dan proporsional. Ia menegaskan bahwa seleksi PPPK merupakan kebijakan nasional yang telah diatur secara ketat oleh pemerintah pusat, baik dari sisi kriteria, persyaratan, maupun mekanisme pelaksanaannya. Karena itu, setiap tahapan seleksi harus dijalankan secara konsisten dan tidak menyimpang dari regulasi yang berlaku.

Dalam pandangan Jamhur, keberadaan 518 honorer yang belum terakomodasi tidak boleh dibiarkan tanpa arah kebijakan yang jelas. DPRD, kata dia, mendorong pemerintah daerah untuk segera mencari solusi yang tepat, terukur, dan realistis, namun tetap berada dalam koridor hukum dan kewenangan yang dimiliki, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pendekatan yang diambil harus mampu menjawab persoalan substantif tanpa menimbulkan masalah hukum baru di kemudian hari.

Lebih jauh, Jamhur menekankan pentingnya langkah cepat dan berkeadilan dalam merespons persoalan ini. Para honorer yang selama ini telah mengabdi di berbagai sektor pelayanan publik dinilai memiliki kontribusi nyata bagi daerah, sehingga membutuhkan kepastian dan kejelasan mengenai masa depan status kepegawaian mereka. Menurutnya, negara tidak boleh absen dalam situasi yang menyangkut keberlangsungan pengabdian dan kesejahteraan aparatur pendukung layanan publik.

Ia juga mendorong pemerintah untuk membuka ruang koordinasi yang lebih intensif serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi dan kebutuhan riil di lapangan. Evaluasi tersebut diharapkan dapat menjadi dasar perumusan kebijakan yang bijak, adaptif, dan sesuai dengan dinamika regulasi kepegawaian nasional. Dengan demikian, penyelesaian masalah honorer tidak bersifat parsial, melainkan terintegrasi dalam kerangka reformasi birokrasi yang berkelanjutan.

Bagi DPRD NTB, persoalan honorer bukan semata soal kelulusan dalam satu tahapan seleksi, melainkan menyangkut komitmen negara dalam memberikan kepastian hukum dan harapan yang adil bagi mereka yang telah lama mengabdikan diri. Dorongan agar pemerintah “hadir” dalam menyelesaikan persoalan ini menjadi pesan kuat agar kebijakan kepegawaian tidak hanya patuh pada aturan, tetapi juga berpihak pada nilai keadilan sosial dan kemanusiaan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page