Gardaasakota.com.- Rapat paripurna DPRD NTB akhirnya menetapkan Rancangan Perda (Raperda) tentang APBD TA 2026, Jum’at 28 November 2026, diruang rapat Rinjani kantor Gubernur NTB.
Rapat paripurna tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaeda, didamping para Wakil Ketua DPRD NTB dan dihadiri langsung oleh Gubernur NTB, H Lalu Muhamad Iqbal.
Sebelum penetapan Raperda APBD NTB TA 2026, terlebih dahulu Juru Bicara (Jubir) Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB, Humaidi, menyampaikan laporan nya terkait hasil pembahasan Banggar.
Dalam penyampaian yang disampaikannya, terungkap Pendapatan Daerah pada RAPBD provinsi NTB tahun anggaran 2026 ditetapkan sebesar Rp 5.640.394.532.957, mengalami penurunan sebesar Rp 849.391.587.574 atau −13,09% dibandingkan apbd-p 2025 yang mencapai Rp 6.489.786.120.531.
“Struktur pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan transfer, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah, di mana penurunan total pendapatan terutama dipengaruhi oleh turunnya alokasi pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan antar daerah,” jelas Jubir Banggar dihadapan paripurna Dewan.
Pada sisi pendapatan asli daerah (PAD), Pemerintah Provinsi NTB menetapkan target sebesar Rp 3.042.813.796.500, meningkat Rp233.543.414.270 atau 8,31% dibandingkan APBD-P 2025 yang sebesar Rp 2.809.270.382.230.
“Peningkatan PAD tersebut didominasi oleh naiknya pajak daerah 10,77%, retribusi daerah 7,29%, serta hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 6,22%, meskipun lain-lain PAD yang sah justru turun 25,38%, yang menunjukkan masih rendahnya kontribusi BUMD dan pendapatan lain yang tidak reguler,” ungkap politisi Golkar ini.
Sebaliknya, pada komponen pendapatan transfer, RAPBD 2026 mencatat penurunan signifikan dengan target sebesar Rp2.483.569.768.457, turun Rp (1.014.894.568.018) atau −29,01% dari APBD-P 2025 sebesar Rp 3.498.464.336.475.
Penurunan tersebut, menurutnya, utamanya disebabkan berkurangnya transfer pemerintah pusat sebesar 28,96% serta transfer antar daerah turun 64,37%, sehingga ruang fiskal daerah semakin tergantung pada kemampuan PAD sebagai sumber pendapatan utama tahun 2026.
Belanja Daerah
Belanja daerah pada RAPBD Provinsi NTB tahun anggaran 2026 ditetapkan sebesar Rp5.751.595.806.965, turun Rp 745.067.010.939 atau −11,47% dibandingkan APBD-P 2025 sebesar Rp6.496.662.817.904.
“Penurunan ini menunjukkan adanya pengetatan fiskal yang harus direspons melalui pergeseran belanja pada sektor prioritas yang bersifat wajib dan menyentuh pelayanan publik, utamanya pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan perlindungan sosial,” jelasnya.
Struktur Belanja 2026 terdiri dari belanja operasi, belanja modal, belanja tidak terduga, dan belanja transfer.
Pada komponen Belanja Operasi, RAPBD 2026 mengalokasikan Rp4.617.688.784.267, turun 8,63% dari tahun sebelumnya sebesar Rp 5.053.572.712.445.
“Penurunan terjadi pada seluruh komponen operasi, terutama pada belanja barang dan jasa −11,30%, belanja hibah −18,36%, dan belanja bunga −22,77%, sementara belanja pegawai turun 5,33%, dan belanja bantuan sosial turun 13,47%,” beber Humaidi.
Perubahan ini menurut Banggar, menunjukkan adanya pengurangan belanja rutin, namun Pemerintah Provinsi perlu memastikan bahwa efisiensi tersebut tidak mengurangi layanan dasar pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, dan kebutuhan nol kemiskinan ekstrem.
Pada belanja modal, terjadi penurunan sangat signifikan sebesar Rp 414.364.722.772 atau −70,48%, dari Rp 587.928.415.120 di APBD-P 2025 menjadi hanya Rp 173.563.692.348 pada RAPBD 2026.
“Penurunan terbesar terjadi pada belanja modal jalan, jaringan, dan irigasi −94,12%, gedung dan bangunan −78,06%, serta peralatan dan mesin −63,16%, sementara hanya belanja modal tanah yang naik 27,98%,” ungkapnya.
Kondisi ini menurut Banggar menandakan bahwa ruang pembangunan infrastruktur fisik semakin terbatas, sehingga investasi modal harus sangat selektif pada kawasan berdaya ungkit ekonomi tinggi, seperti produksi pangan, nelayan, dan desa wisata.
Sementara pada belanja tidak terduga (BTT), RAPBD 2026 mengalokasikan Rp 15.000.000.000, turun 8,59% dibanding tahun sebelumnya Rp 16.410.052.013.
“Penurunan BTT perlu diantisipasi mengingat NTB merupakan wilayah rawan bencana dengan risiko sosial dan alam yang tinggi. Pemerintah harus memastikan kesiapsiagaan fiskal tetap terjaga melalui efisiensi belanja non-prioritas,” ujarnya.
Sementara itu, belanja transfer justru meningkat sebesar 12,71%, dari Rp 838.751.638.326 menjadi Rp 945.343.330.350. Kenaikan ini terutama berasal dari belanja bantuan keuangan naik 6.900%, yang meningkat signifikan dari Rp 1,84 miliar menjadi Rp 129,49 miliar.
“Peningkatan tersebut harus diarahkan untuk mendukung pemerintah kabupaten/kota dalam penanganan kemiskinan/ekstrim, pendidikan, kesehatan, dan penguatan fiskal daerah, bukan sekadar bantuan administrasi kelembagaan,” katanya.
Pembiayaan daerah
Pembiayaan daerah pada RAPBD provinsi NTB tahun anggaran 2026 dirancang untuk menutup selisih (defisit) antara pendapatan dan belanja daerah.
“Berdasarkan rancangan yang diajukan Pemerintah Provinsi, pembiayaan netto ditetapkan sebesar Rp 6.87 miliar, turun sangat signifikan dibanding target APBD-P 2025 sebesar Rp 96,04 miliar,’ bebernya.
Penurunan ini mencerminkan arah kebijakan pembiayaan yang lebih konservatif, akibat keterbatasan ruang fiskal dan minimnya sumber pembiayaan lain selain silpa.
Pada komponen penerimaan pembiayaan, Pemerintah Provinsi NTB menargetkan penerimaan sebesar Rp234.000.000.000, meningkat Rp 66.324.576.635 atau 39,56% dibanding APBD-P 2025 sebesar Rp167.675.423.365.
“Seluruh penerimaan pembiayaan ini 100% bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) tahun sebelumnya,” ungkapnya.
Hal ini menurutnya menunjukkan bahwa pembiayaan daerah masih bergantung pada saldo anggaran tahun lalu, dan belum mengoptimalkan sumber pembiayaan lain seperti penjualan kekayaan daerah, pencairan dana cadangan, maupun penerimaan pinjaman daerah.
Sebaliknya, kata Banggar pada komponen pengeluaran pembiayaan, RAPBD 2026 menganggarkan Rp 122.798.725.992, turun Rp 38.000.000.000 atau −23,63% dibanding APBD-P 2025.
Pengeluaran terbesar tetap dialokasikan untuk pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo sebesar Rp 122.798.725.992, sementara penyertaan modal daerah tidak dianggarkan pada tahun 2026, setelah pada APBD-P 2025 masih terdapat alokasi Rp 8 miliar.
Penurunan pengeluaran pembiayaan ini menunjukkan pengendalian utang daerah dan penghentian sementara investasi pemerintah melalui penyertaan modal ke BUMD.
Namun demikian, ketiadaan penyertaan modal justru dapat menghambat strategi jangka panjang untuk memperkuat kinerja BUMD sebagai penghasil PAD masa depan.
Struktur rancangan APBD tahun anggaran 2026 yang terdapat dalam lampiran, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan Badan Anggaran DPRD Provinsi NTB terhadap hasil pembahasan ranperda tentang APBD tahun anggaran 2026 ini.
Rekomendasi Banggar
Adapun beberapa poin penting yang harus menjadi perhatian serius Pemerintah dan TAPD, yakni:
- Badan Anggaran mencermati bahwa target pertumbuhan ekonomi 6,9%, stabilitas inflasi, perluasan investasi, serta transformasi struktural pada RAPBD 2026 membutuhkan strategi yang konkret dan tidak berhenti pada retorika kebijakan. badan anggaran meminta pemerintah menyusun roadmap transformasi ekonomi yang memiliki indikator output dan outcome lintas sektor yang dapat diuji publik. mengingat menurunnya TKD dan tingginya tekanan fiskal, pemerintah juga didorong memperkuat diplomasi fiskal yang lebih agresif dengan kementerian/lembaga, memanfaatkan peluang pendanaan pusat, dan memastikan agenda hilirisasi, industrialisasi, pariwisata, dan pengentasan kemiskinan mendapatkan dukungan fiskal yang memadai dan berjangka panjang.
- Badan Anggaran mendorongreformasi menyeluruh pengelolaan pad agar tidak mengandalkan pola lama yang stagnan. ekstensifikasi objek pajak dan retribusi harus diikuti digitalisasi perpajakan, integrasi data wajib pajak lintas OPD, penguatan ketertiban administrasi pajak, dan modernisasi pelayanan. dalam konteks meningkatnya target PAD 2026, Badan Anggaran meminta diterapkannya audit pendapatan triwulanan, mekanisme reward–punishment antar-OPD, penutupan celah kebocoran pajak, penguatan BUMD sebagai sumber PAD, serta peningkatan kontribusi sektor pariwisata, perikanan, dan perdagangan agar kenaikan target pad benarbenar terwujud dalam realisasi sebagai upaya dalam mengoptimalkan PAD dan meningkatkan tingkat kemandirian fiskal daerah.
- Badan Anggaran mencatat dan merekomendasikan percepatan optimalisasi aset daerah sebagai strategi utama memperkuat kemandirian fiskal. banyak aset strategis pemprov NTB masih menganggur, tidak menghasilkan pendapatan, atau dibiarkan tidak produktif. Badan Anggaran meminta percepatan appraisal aset bernilai ekonomi, pemetaan skema KSP/BGS/KSPI, penyelesaian piutang pemanfaatan aset, audit aset yang tidak memberikan nilai tambah, dan digitalisasi sistem informasi aset daerah. aset pemerintah harus menjadi motor pertumbuhan penerimaan, bukan beban biaya pemeliharaan yang berulang tanpa manfaat. di sisi lain yang juga memiliki korelasi dengan hal tersebut di atas.
- Terkait dengan rencana penyewaan mobil listrik disarankan untuk melakukan kajian secara menyeluruh plus minusnya sehingga menghindari adanya kebijakan yang sifatnya coba-coba.
- Badan Anggaran mengharapkan konsolidasi belanja APBD agar ruang fiskal tidak terkuras oleh belanja penunjang dan administrasi, tetapi diarahkan ke program prioritas yang menyentuh ekonomi rakyat.
- Penguatan value-for-money harus menjadi prinsip dasar belanja OPD, termasuk pengendalian belanja perjalanan dinas, rapat, dan belanja operasional lain yang dinilai tidak strategis. badan anggaran menekankan pentingnya publikasi rutin belanja prioritas dan capaian output tiap opd sebagai bagian dari transparansi, akuntabilitas, dan alat evaluasi publik terhadap efektivitas penggunaan APBD sebesar-besarnya adalah untuk kemakmuran rakyat.
- Badan Anggaran meminta peningkatan layanan dasar pada sektor pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial sebagai mandat standar pelayanan minimal (SPM). pada pendidikan, perlu penguatan sarana sekolah, pemerataan layanan pendidikan desa terpencil, peningkatan kompetensi digital guru, dan peningkatan kualitas pembelajaran. pada kesehatan, penguatan layanan primer, penyediaan obat dan alat kesehatan, peningkatan kualitas RSUD, dan percepatan penanganan gizi dan stunting harus menjadi fokus. di bidang sosial, skema perlindungan untuk lansia, disabilitas, anak terlantar, dan masyarakat rentan harus diperkuat. semua belanja layanan dasar harus diarahkan untuk mengurangi ketimpangan wilayah dan meningkatkan kualitas hidup kelompok miskin dan rentan.
- Badan Anggaran mencermati perlunya reformasi tata kelola sumber daya alam, khususnya kelautan, perikanan, dan pertambangan agar memberikan kontribusi signifikan bagi PAD. Potensi besar NTB selama ini lebih banyak dinikmati oleh pihak swasta karena lemahnya regulasi, minimnya pengawasan produksi, dan kurang optimalnya penarikan pendapatan daerah. Badan Anggaran meminta pemerintah memperkuat regulasi pemanfaatan ruang laut, menertibkan perizinan, memodernisasi sistem pelaporan produksi, mendorong hilirisasi komoditas, dan memastikan nilai tambah SDA dinikmati oleh daerah dan masyarakat NTB.
- Badan Anggaran meminta agar program desa berdaya sebesar Rp 130 miliar diarahkan menjadi program berbasis outcome-based. Kritik publik terkait transparansi rekrutmen pendamping, ketidakjelasan indikator capaian, dan risiko program seremonial harus dijawab dengan baseline kemiskinan yang jelas, indikator output–outcome terukur, mekanisme evaluasi publik, dan proses seleksi pendamping yang bebas konflik kepentingan dan berbasis kompetensi. program ini harus menghasilkan penurunan kemiskinan ekstrem, bukan hanya kegiatan tematik atau simbolik sehingga program tersebut memiliki dampak positif secara progresif dalam mengentaskan berbagai persoalan sosial ekonomi masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, gini rasio, kesejahteraan dan lain-lain.
- Badan Anggaran mendorong penyelesaian masalah tenaga Non-ASN secara komprehensif, dengan mengedepankan rasa kemanusiaan tidak menimbulkan dampak kemiskinan dan pengangguran dengan terus melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat.
- Badan Anggaran mencermati kebutuhan transparansi fiskal menyeluruh, termasuk pengelolaan defisit, kewajiban utang, fluktuasi pendapatan transfer, dan risiko fiskal jangka menengah. untuk menjaga stabilitas APBD, Badan Anggaran merekomendasikan pembangunan fiskal early warning system yang memantau indikator fiskal secara real-time dan menyajikan informasi kepada publik. Sistem ini penting mengingat ketergantungan NTB terhadap sektor pertambangan dan volatilitas TKD dari pusat yang dapat membahayakan kesinambungan program prioritas. supaya sistem tersebut berdampak positif lebih luas dalam skala pembangunan pemerintahan se-NTB, hendaknya dilakukan secara terintegrasi dengan kabupaten/ kota se-NTB.
- Badan Anggaran merekomendasikan bahwa penggunaan dana BTT kedepan harus didasarkan pada peraturan perundangundangan dengan membangun SOP secara transparan dan akuntabel.
- Badan Anggaran merekomendasikan bahwa dengan telah ditetapkannya NTB-NTT sebagai tuan rumah PON ke-XXII tahun 2028 agar Gubernur menyiapkan secara serius dan maksimal dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki daerah sehingga pelaksanaan PON XXII tersebut dan sukses Porprov XII NTB tahun 2026 sebagai tahapan sukses menuju PON dari aspek penyelenggaran, prestasi, ekonomi kerakyatan dan sukses administrasi dan akuntabilitas. (GA. Ese*).















