Mataram, Garda Asakota.-Seorang saksi yang dihadirkan JPU KPK, Agus Mursalin (AM) mengungkap kesaksiannya terkait dengan dugaan pengaturan proyek di lingkup Pemkot Bima yang dilakukan oleh terdakwa Walikota Bima 2018-2023, H Muhammad Lutfi (HML) bersama isteri, Eliya Alwaini dan kerabatnya.
Kesaksiannya tersebut dibeber AM di hadapan persidangan lanjutan atas terdakwa HML yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Putu Gede Hariadin, SH, MH, di Pengadilan Tipikor Mataram NTB, Senin (26/2/2024).
AM dalam kesaksiannya lebih kurang tiga jam lamannya, mengawali kesaksiaannya selaku anggota Pokja dan PPK, mengaku mendapatkan arahan baik dari sejumlah Kabag LPBJ, Kabid Cipta Karya, Walikota hingga isteri Walikota dalam urusan pengadaan proyek di Pemkot Bima.
“Kalau dari Kabag LPBJ dan Kabag Pem ada arahan, setiap ada pekerjaan selalu ada titipan Walikota,” ungkapnya menjawab pertanyaan JPU KPK.
Sekitar tahun 2022 saksi selaku PPK disinyalir pernah menghadap Walikota di kediamannya Jalan Gajah Mada Kelurahan Rabadompu Barat, dipanggil yang bersangkutan terkait dengan paket proyek kantor camat Rastim.
Diakuinya, terdapat arahan langsung dari Walikota Bima dan kerabatnya terkait dengan penentuan pemenang proyek di Kota Bima 2019-2022 seperti saat pelelangan proyek rehab kantor Camat Rastim senilai Rp1,5 Miliar.
Sebelum lelang saksi juga mengaku sudah mendapat arahan dari Kabid Cipta Karya, Fahad bahwa perusahaan yang akan dimenangkan dalam lelang proyek itu CV Bone Jaya (Gunadi). Namun setelah diketahui hasilnya, ternyata tender itu dimenangkan CV Yakuza (Indra Gunawan).
Saksi saat itu, sempat memanggil Indra Gunawan untuk mengecek kelengkapan administrasi perusahaannya, namun setelah dilakukan pengecekan ternyata CV Yakuza layak dimenangkan.
Setelah itu, hasil dari pengecekannya dia melapor ke Kabag Pemerintahan saat itu Ahsanurahman karena proyek itu di bawah Bagian Pemerintahan.
“Saya melaporkan, sesuai hasil pengecekan bahwa CV Yakuza layak untuk menang dan sudah waktunya tanda tangan kontrak,” akunya.
Mendengar informasi itu, Kabag Pem mengaku akan melaporkan ke atasan, namun saksi tidak mengetahui apakah atasan yang dimaksud Kabag Pem itu Sekda atau Walikota?.
Beberapa hari kemudian, saksi ditelepon ajudan Walikota agar menghadap Muhammad Lutfi, Walikota Bima.
Sesampai di kediaman, saksi melihat Walikota saat itu bersama Syahbuddin (kerabat CV Yakuza) yang sedang ngobrol. Melihat keduanya, saksi langsung paham bahwa CV Yakuza sudah diijinkan oleh Walikota untuk memenangkan lelang proyek rehab kantor camat Rastim.
Keesokan harinya, dia pun langsung menandatangani kontrak dengan saudara Indra Gunawan sesuai arahan Walikota.
Saksi mengaku setiap tender tetap akan dilakukan evaluasi oleh Pokja, tapi Pokja mencarikan kelemahan dokumen yang akan dikalahkan.
Sedangkan bagi perusahaan yang mau dimenangkan tetap akan di cek dokumennya, “Tapi kalau ada sanggahan kita sudah siap,” tuturnya.
Saat awal proses lelang, biasanya sudah ada arahan dari Kabag LPBJ, dan juga dalam proses lelang berlangsung.
Menyerahkan nama-nama pemilik perusahaan yang akan dimenangkan, biasanya secara langsung pada saat pembukaan penawaran untuk dinas lain dan ada juga ditunjukkan data list dalam bentuk pdf seperti melalui WA pribadi yang diteruskan Kabag LPBJ, Agussalim, sebagaimana paket proyek di Dikpora 2022, yang telah diisi nama pemiliknya.
“Pak Agussalim meminta saya untuk memenangkan 32 paket pekerjaan, ada dalam list,” bebernya lagi.
Menurutnya, apabila perusahaan yang menang itu merupakan yang dikehendaki menang, maka oleh Kabag LPBJ tidak akan berkomentar apapun dan meminta Pokja melanjutkan proses lelang.
Akan tetapi jika perusahaan yang menang itu bukan yang dikehendaki oleh Kabag LPBJ untuk menang, Kabag akan meminta Pokja untuk melakukan evaluasi ulang dan mencari kesalahan perusahaan pemenang lelang itu.
“Kalau ada arahan atau titipan sudah menjadi hal yang biasa keadaannya di LPBJ,” aku saksi.
Sepengetahuan saksi bahwa Kabag LPBJ menghendaki perusahaan tersebut menang pelelangan pengadaan barang dan jasa, dan meminta Pokja untuk memenangkan perusahaan tersebut karena Kabag Agussalim pernah mengatakan secara tersirat bahwa pekerjaan tersebut berasal dari Walikota Bima Muhammad Lutfi dan isterinya Eliya Alwaini.
Selain kantor Camat Rastim, saksi juga mengungkap adanya paket proyek lain yang mendapat arahan dari Kadis maupun isteri terdakwa Walikota, Eliya Alwaini seperti di Dinas DP3A, juga ada peran dari Ikhwanul Muslimin Kabag Pemerintahan (2021) dan Ahsanurrahman Kabag Pemerintahan 2022.
Di depan persidangan, saksi AM mengaku pernah terima arahan dari Ikhwanul Muslimin Kabag Pem 2021. Jika ada kendala yang dihadapi di Bagian Pemerintahan, saksi tidak segan berkoordinasi dengan Fahad Kabid Cipta Karya Dinas PUPR, karena sosok Fahad ini dianggap orang kepercayaan Walikota dan mendapat julukan ‘Walikota Kecil’ di Kota Bima.
“Jika saudara Fahad sudah mengijinkan, maka saya akan menunjuk pemenang proyek sesuai arahan terakhir saudara Fahad, jika sifatnya tender maka saya sekedar mengetahui saja karena proses penentuan pemenangnya di ULP atas arahan Fahad melalui Kabag LPBJ,” ungkap saksi.
Tahun 2022, saksi juga mengaku pernah diarahkan oleh Kabag Pemerintahan Ahsanurrahman dan juga tetap melakukan koordinasi dengan Fahad.
“Dapat saya tambahkan bahwa terkait intervensi tersebut semuanya atas perintah Walikota Bima, Muhammad Lutfi,” tegas saksi sebagaimana juga tertuang dalam BAP saksi.
Tahun 2022 selaku PPK, saksi juga mengaku menerima arahan dari isteri Walikota Bima, Eliya Alwaini terkait dengan proyek pengadaan mesin jahit di DP3A dengan pagu dana senilai Rp800 juta.
Saksi mengaku awalnya keberatan ditunjuk sebagai PPK di DP3A karena ia sudah menduga akan menjadi PPK pengadaan mesin jahit. Sebab di tahun sebelumnya, 2021, diketahuinya bahwa proyek pengadaan 186 unit itu gagal terlaksana karena diduga tidak sesuai spek.
“Begitu saya terima SK PPK, saya diberikan DPA Dinas dan ternyata pengadaan itu muncul lagi di tahun 2022,” tuturnya.
Pada saat itu Kadis DP3A mengaku pengadaan mesin jahit milik isteri Walikota, Eliya. Hanya saja, kata dia, meski sudah dijelaskan, Kadis Syahruddin tetap meminta agar proyek itu dilanjutkan, karena barangnya sudah ada, makanya dilelang lagi.
Mulailah saksi menyusun pengadaan dengan mesin jahit yang sudah ada dengan HPS Rp600 juta. Terus, beberapa bulan kemudian, saksi dipanggil Kadis untuk bersama-sama menghadap Eliya di kediaman Walikota.
Waktu itu, Eliya meminta saksi agar membantu proses lelang agar pengadaan tersebut dapat terlaksana dan mesin dapat dibayarkan.
Kata saksi, karena merasa keuntungan sedikit akibat pengurangan anggaran, Eliya meminta saksi dan Kadis agar mengurangi unit mesin jahit dari 222 menjadi 186 sesuai dengan jumlah pengadaan di tahun 2021.
“Mendengar hal tersebut saya semakin yakin bahwa memang proyek itu sebenarnya dikerjakan oleh saudari Eliya Alwaini,” bebernya.
Dalam pertemuan itu, saksi juga mengaku dibahas pengadaan katering di DP3A senilai Rp1,3 M. Isteri terdakwa eks Walikota Eliya meminta saksi selaku PPK untuk mengurus administrasinya sehingga pengadaan tersebut dapat dilaksanakan.
Berdasarkan pantauan langsung Garda Asakota, alokasi waktu kesaksian AM ini berlangsung lebih kurang 3 jam lamanya mulai pagi sekitar pukul 10.00 Wita hingga pukul 13.00 Wita.
Pada kesempatan itu, JPU KPK selain menanyakan sosok Muhammad Maqdis (MM) ipar Walikota dan transferan uang, juga membeberkan beberapa bukti percakapan antara saksi dengan Fahad Kabid Cipta Karya terkait dengan sejumlah proyek di Pemkot Bima seperti proyek kantin Pemkot senilai Rp300 juta yang diduga dikerjakan oleh kerabat dan juga seputar pertemuan dirinya dengan Cengsi (Amsal Sulaiman) sekitar tahun 2022 atas perintah Fahad.
Fahad meminta saksi selaku Pokja bertemu di kediaman Cengsi dan meminta saksi untuk membawa RAB Proyek Perpusda Kobi dengan pagu Rp9,9 Miliar.
“Ketika saya diminta bawa RAB ke rumah Amsal Sulaiman saya menduga bahwa proyek itu milik Amsal Sulaiman.
Sesampai di rumah Amsal Sulaiman saya menyerahkan RAB tersebut ke Amsal Sulaiman. Beberapa waktu kemudian, pada akhirnya perusahaan milik Amsal Sulaiman memenangkan proyek itu,” akunya.
Saksi juga diberondong pertanyaan terkait dengan transferan uang dari kontraktor dan perintah membakar handphone miliknya.
AM selaku PPK mengakui pernah menerima transferan uang senilai Rp60 juta untuk ikut membantu mencarikan tukang (tenaga kerja) akibat Covid19 terkait dengan pembangunan sayap kantor Walikota Bima. Ditransfer beberapa kali sehingga nilainya sekitar Rp60 juta.
Menariknya, di tahun 2023 saksi juga mengaku pernah menerima perintah membakar handphone ataupun dokumen lain yang terkait dengan pekerjaan-pekerjaan selama terdakwa menjabat Walikota. Perintah ini ungkap saksi disampaikan oleh pak Sekda, Mukhtar Landa di ruangan Sekda
Sementara itu, Penasehat Hukum, Abdul Hanan, SH, MH, memulai pertanyaan kepada saksi dengan ancaman kesaksian palsu yang bisa dipidana.
PH juga antara lain menanyakan apakah saat diangkat sebagai PPK apakah pernah memberikan uang kepada saudara terdakwa ini?, dijawab tidak pernah oleh saksi.
Apakah pernah bertemu dengan terdakwa?, tanya PH. “Pernah pak, satu kali,” sahut saksi yang mengaku pernah bertemu dengan terdakwa HML di kediamannya Kelurahan Rabadompu.
Namun PH menganggap pengakuan saksi terkait dengan pengaturan proyek itu hanya narasi saksi saja, karena saksi sendiri tidak mengakui adanya ucapan langsung terdakwa untuk meminta tolong memenangkan perusahaan CV Yakuza. “Secara langsung tidak ada pak,” jawab saksi. (Tim. GA*)