Garda Asakota.com.-Persidangan perkara dugaan korupsi eks Walikota Bima, H Muhammad Lutfi (HML) masih terus berlangsung di PN Tipikor Mataram NTB.
Setelah Direktur CV Nggaro Bae Consultan, Jamaludin secara blak blakan memberikan kesaksian, Senin, 12 Februari 2024, giliran Dzikrillah Anggota Pokja LPBJ dicecar pertanyaan seputar proses tender proyek di lingkup Pemkot Bima yang diduga pemenangnya didominasi perusahaan tertentu.
Sejumlah item kesaksian Dzikrullah di hadapan Majelis Hakim menarik untuk dicermati. Salah satunya, saksi mengaku pernah dipanggil oleh Hj. Elliya Alwaini, isteri terdakwa eks Walikota Bima terkait dengan pemenangan CV Temba Na’e?.
Sekitar tahun 2019, pagi-pagi saksi ditelepon oleh Iskandar Zulkarnain Kabag LBPJ saat itu untuk menghadap Walikota di Jalan Gajah Mada.
Namun sampai di sana (kediaman Walikota) rupanya tidak ada Walikota, yang ada isteri Walikota Eliya Alwaini yang saat itu didampingi Dedi (Muhammad Maqdis) ipar eks Walikota Bima.
Sesuai isi BAP saksi nomor 7, kepada saksi Umi Eliya menanyakan bagaimana caranya untuk memenangkan CV Temba Na’e, yang dijawab saksi tidak bisa lagi dimenangkan karena hasil tendernya sudah ditetapkan.
“Saya jawab tidak bisa karena Pokja sudah masuk penetapan pemenangnya yakni CV Rahayu. Atas jawaban itu, Umi Eliya menyuruh saya pulang,” ungkap saksi dalam fakta persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Putu Gede Hariadi, S.H., M.H, didampingi dua Hakim Anggota Agung Prasetyo, SH. MH dan Joko Supriyono.
Bukan hanya sekali isteri eks Walikota Bima ini mengajukan permintaan seperti itu. Sekitar tahun 2020, Muhammad Lutfi (Walikota Bima saat itu) dan isterinya, Umi Eliya, mendatangi Iskandar selaku Kabag LPBJ, saat itu Eliya mengatakan kepada saksi apakah CV Mani Karya bisa dimenangkan?, lalu saksi menjawab bahwa proyek itu sudah penetapan pemenang dan sudah dibuatkan berita acara hasil pemilihan tender Puskesmas Kumbe dan Jatibaru saat itu sudah diserahkan ke PPK, dimana pemenangnya PT Bisnis Teknologi Performa dari Jakarta.
Saat JPU KPK mengajukan pertanyaan kepada saksi, apakah bisa keinginan Eliya itu menjadi pemenang? Saksi menjawab bahwa PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) bisa saja menolak hasil lelang yang diberikan oleh Pokja dan meminta Pokja melakukan evaluasi ulang.
Saksi mengaku dihubungi Kabag LPBJ Iskandar untuk menghadap Walikota di kediamannya, selain itu saksi juga mengaku ditelpon oleh Ibu Zaitun (Dikes) untuk segera datang ke kediaman Walikota Jalan Gajah Mada.
“Ibu Zaitun juga memanggil saya lewat telepon, tiba di kediaman saat itu hanya melihat Umi Eliya didampingi pak Yahya Dikes, pandangan saya menemui Umi Elya karena mewakili Walikota.
Begitu saya datang langsung ditanya soal proyek Dikes itu oleh Umi Eliya kenapa perusahaan itu tidak lolos, saya menjawab tidak bisa dirubah lagi karena sudah tanda tangan berita acara,” katanya.
Saat bertemu Eliya, saksi sempat ditanya oleh Ibu Zaitun bagaimana caranya?, saksi mengatakan bahwa hasil penawaran itu ada di tangan PPK.
“PPK punya kewenangan untuk menerima dan menolak hasil pekerjaan Pokja,” tegas saksi merespon pertanyaan JPU KPK.
Pertanyaan JPU berlanjut, apalah selama rentang waktu tahun 2018-2022, hal hal semacam itu sudah menjadi kebiasaan umum harus menghadap isteri Walikota untuk memenangkan perusahaan tertentu?.
“Kalau saya hanya dua kali, ini yang kedua kali saya diminta memenangkan (perusahaan tertentu),” bebernya merespon JPU KPK yang saat itu hadir Andi Ginanjar, SH, MH, Asril, SH, MH, Ligna, SH, dan Diky Wahyu Ariyanto, SH.
Bukan hanya peran isteri eks Walikota Bima, saksi juga membeberkan peran dan andil dua orang Kabag LPBJ selama tahun 2018-2022 dalam pemenangan tender yakni Iskandar Zulkarnain yang menjabat Kabag LPBJ 2019-2020 dan Agussalim yang menjabat Kabag LPBJ 2021-2022.
“Biasanya setelah Pokja melaporkan hasil evaluasi ke Kabag LPBJ, kemudian Kabag langsung menunjuk perusahaan pemenang,” bongkar saksi.
Saksi mengungkap bahwa semua penawaran yang meloloskan PT RJK (Risalah Jaya Konstruksi) yang diduga milik kerabat eks Walikota, sebenarnya tidak memenuhi syarat administrasi maupun dokumennya seperti tidak memiliki pengalaman melaksanakan pekerjaan jalan.
“Kita sudah laporkan bahwa PT RJK itu tidak memenuhi syarat, tapi dengan arahan semua dimenangkan,” katanya.
Saksi juga mengaku pelaksana PT RJK yang kerap bertemu dengan Pokja yakni AL (Rohficho) anak buah dari Muhammad Maqdis. “AL sering mengurus dokumen RJK,” imbuh saksi.
Disinggung Jaksa KPK, apakah dua orang Kabag ini ada menyebutkan kebijakan Walikota dalam arahannya?. Saksi mengaku Kabag LPBJ Agussalim terang menyebut mengamankan kebijakan pimpinan daerah.
Karena pak Kabag yang mengatakan, apakah saksi yakin itu benar perintah dari Walikota, begitu? “Iya,” sahut saksi.
Kemudian ada tender pelebaran jalan Nungga Toloweri, tim Pokja mendapatkan arahan dari Kabag LPBJ Iskandar Zulkarnain, karena hal tersebut sudah menjadi atensi. Atensi siapa, menurut Kabag?. “Kita memaknainya atensi dari Pimpinan Daerah, Muhammad Lutfi,” timpal saksi lagi.
“Contohnya, proyek jalan Nungga Toloweri 2019, Pokja melapor kepada Kabag Iskandar arahannya untuk memenangkan PT RJK, setelah itu kita menangkan,” tegas Dzikrullah.
Saksi juga, mengakui bahwa pada saat menjadi anggota Pokja, semua lelang yang dimenangkan LPBJ Kota Bima selalu ada arahan dari Kabag LPBJ.
Begitupun dengan Kabag LPBJ 2018 Syarifuddin, namun tidak disebutkan arahan dari siapa. “Kita juga tidak tanya arahan dari siapa, tapi kita asumsikan saja bahwa itu arahan dari pimpinan pak Syarifuddin,” tukasnya.
Di sisi lain, Penasehat Hukum (PH) Terdakwa HML, Abdul Hanan, SH, MH, menanyakan apakah ada rekaman percakapan saat adanya panggilan telepon dari Kabag LPBJ Iskandar, dijawab saksi tidak ada.
Kemudian, setelah menerima telepon dari Kabag LPBJ saksi mendatangi kediaman eks Walikota dan langsung menemui isteri eks Walikota, Umi Eliya.
Apakah sebelumnya saksi pernah kenal Eliya?, “belum pernah, tidak kenal,” jawab saksi.
Terus dari mana saksi tahu bahwa itu Eliya, apakah ada perkenalan dulu atau apa? “Ya, perkenalan dulu. Saya kan disuruh masuk oleh Kabag lewat belakang, pak Iskandar bilang ada Umi Eliya dan Dedi di dalam,” akunya.
Apakah saksi mengenal Umi Eliya? “Saya kenal dari baliho dan gambar gambar Umi Eliya,” jawab saksi.
Setelah ketemu ada permintaan untuk memenangkan CV Temba Nae, tapi kenyataannya sudah ditetapkan pemenangnya, apa betul? “Betul,” sahut saksi.
PH juga mengkonfirmasi apakah ada rekaman percakapan ketika saksi ditelepon Ade ajudan Sekda? “Tidak ada,” ucapnya. Ade menyuruh saksi menghadap Walikota, kenyataan sampai di kediaman saksi tidak bertemu Walikota, tapi ketemu Eliya, Dedi dan ibu Zaitun.
Di hadapan Majelis Hakim, saksi juga merespon pertanyaan Penasehat Hukum, yang mengaku tidak pernah melihat langsung terdakwa eks Walikota mengarahkan untuk memenangkan perusahaan ataupun menerima uang dari pemilik perusahaan. “Tidak ada,” pungkas saksi. (GA. Tim*)