Mataram, Garda Asakota.-Persidangan terhadap perkara korupsi penerimaan gratifikasi dan pengadaan barang/jasa yang menghadirkan terdakwa eks Walikota Bima, H Muhammad Lutfi (HML) terus berlanjut dalam tahapan pemeriksaan saksi saksi di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (23/2/2024).
Selain menghadirkan saksi Arif Budiman Kasubag Perencanaan Dinas PUPR dan Burhan eks Kasubag Program Dinas PUPR, persidangan juga mendengarkan keterangan saksi Slamet Riyadi, eks PPK Dinas Dikpora yang saat ini menjadi Kabid Destinasi dan Industri Dispar Kota Bima.
Slamet Riyadi, sebelumnya pernah diperiksa satu kali di gedung merah putih KPK. Sebelum memberikan kesaksian, saksi diingatkan oleh Majelis Hakim akan sumpah yang diucapkan untuk memberikan keterangan yang sebenar benarnya, sebab jika tidak memberikan keterangan yang benar maka saksi dapat diancam pidana.
“Bukan menakut nakuti saudara, tapi mengingatkan kepada saudara agar saudara memberikan keterangan yang benar di persidangan,” ujar Ketua Majelis Hakim Putu Gde Hariadi, SH, MH, mengingatkan.
Di hadapan Majelis Hakim, saksi yang pernah menjadi PPK di Dinas Dikpora Kota Bima dan juga PPK di Dinas Pariwisata (Dispar) saat ini, mengungkap ada banyak paket pengadaan swakelola selama dirinya bertugas sebagai PPK di Dikpora tahun 2019 di saat H. Syamsuddin MS, sebagai Kadisnya.
“Saat itu di Dinas Pendidikan lebih banyak paket swakelola untuk fisiknya, kalau untuk paket PL (penunjukan langsung) ada beberapa saja, tidak banyak pak.
Sedangkan paket tendernya ada, tapi jarang,” ungkapnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Ketua, Putu Gede Hariadi, SH, MH.
Menariknya, dalam kesaksiannya Slamet mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan paket PL, biasanya, para kontraktor atau rekanan mendatangi pihaknya di kantor dinas pendidikan diduga dengan membawa nama Walikota Bima, Muhammad Lutfi.
“Dia (rekanan) membawa nama Walikota, mereka katakan, kami disuruh mengerjakan pekerjaan ini,” ungkap pria yang saat ini menjabat sebagai Kabid Destinasi dan Industri Dinas Pariwisata (Dispar) Kota Bima.
Saksi sempat memastikan apakah kedatangan rekanan ini atas suruhan Walikota atau tidak?, dengan cara melakukan konfirmasi langsung ke Walikota Bima saat itu.
“Biasanya mereka tidak membawa nama perusahaan, tapi mengatakan, kami disuruh Walikota. Tapi proses selanjutnya dilakukan oleh Pejabat Pengadaan,” ungkapnya lagi.
Diakuinya, rekanan yang mendatangi pihaknya itu ada yang ia kenal dan ada yang tidak dikenal, tapi biasanya saksi langsung memastikan apakah rekanan yang mendatanginya itu benar benar membawa nama Walikota atau tidak.
Biasanya setelah terkonfirmasi ada rekanan yang mendatangi pihaknya, ia kemudian berkoordinasi dengan Kadis, namun terkadang tidak dikonfirmasi lewat Kadis.
Saat berkoordinasi dengan Kadis, seingatnya Kadis saat itu langsung perintahkan untuk koordinasi dengan Walikota Bima. Kemudian pada saat ada kesempatan kesempatan, saksi konfirmasi Walikota dengan langsung dengan mendatangi kediaman atau konfirmasi langsung pada saat acara kedinasan/kantor atau pun acara lainnya.
Tahun 2021 waktu saksi menjadi PPK di Dinas Pariwisata juga demikian faktanya untuk pekerjaan PL, saksi tetap konfirmasi ke Walikota untuk memastikan rekanan yang membawa nama Walikota saat itu.
“Saya menghadap untuk memastikan bahwa pekerjaan itu untuk yang ini (rekanan yang mendatangi saksi, PPK), dan diiyakan oleh Walikota,” imbuhnya.
Bukan hanya dalam paket pekerjaan PL, beberapa paket tender pun pihaknya mengaku kerap didatangi rekanan yang mengaku mendapat perintah dari Walikota untuk melaksanakan pekerjaan.
Tapi kalau yang berhubungan dengan paket tender, PPK langsung arahkan rekanan itu ke Pejabat pengadaan.
“Kami beritahu rekanan, silahkan cari informasi dan berhubungan dengan LPBJ, sebab kami tidak bisa memproses kalau tidak ada hasil dari PBJ pak,” ujarnya menjawab pertanyaan JPU KPJ.
Seingatnya rekanan yang pernah mendapatkan paket PL di Dikpora seperti pak Bas. Ada juga nama nama untuk paket pekerjaan PL di Dispar 2023 seperti Iklim dan Jeki.
Sesuai dengan isi BAP saksi, terungkap pula bahwa diduga semua paket pekerjaan di Dispar tahun 2021-2022, saksi mengaku menerima arahan langsung dari Walikota, bertemu dan menghadap Walikota Bima di rumahnya langsung atau konfirmasi kebenaran rekanan yang membawa nama Walikota Bima, Muhammad Lutfi pada saat ada acara atau acara lainnya.
Untuk list nama nama rekanan dan paket proyek 2023 tersebut saksi tidak menyimpannya karena disimpan Walikota Bima Muhammad Lutfi. List pekerjaan itu langsung ditentukan oleh Walikota, “Pekerjaan ini yang punya A, pekerjaan ini yang punya B, seperti itu?,” tanya JPU yang dibenarkan Slamet, “Iya, iya,” sahut saksi.
Hanya saja, proses pelelangan di tahun 2023 itu sudah ada KPK yang sedang melakukan proses penyelidikan dugaan kasus korupsi di Pemkot Bima sehingga endingnya tidak ada rekanan yang mendapatkan pekerjaan sesuai daftar list yang ditunjuk itu. “Tapi proses itu ada,” tegas saksi.
Namun sebelumnya, di tahun 2022, saksi menyebut beberapa rekanan yang melaksanakan tiga paket proyek di Dispar seperti Bambang, Amran, dan Hendra. Setiap paket pekerjaan itu, saksi mengaku tetap konfirmasi dulu ke Walikota yang diiyakan oleh terdakwa.
Selain mengungkap peran terdakwa eks Walikota Bima, saksi juga membeberkan peran Hj Eliya isteri terdakwa HML yang diduga hendak menitip suatu pekerjaan ke rekanan.
Pada kesempatan pertemuan saat acara pemerintahan di Pondok Wisata Kolo, kepada saksi, Eliya sempat menanyakan ada pekerjaan perencanaan atau pekerjaan pengawasan? yang dijawab saksi ada.
Kemudian Eliya memastikan, apakah sudah ada penyediannya?, saksi menjawab masih belum ada. Eliya saat itu menawarkan agar paket itu diberikan ke seseorang saja. “Saya lupa namanya, tapi orang itu ada di lokasi tersebut.
Beliau katakan, kasih ke sini saja. Hanya saja tidak jadi karena mungkin angkanya terlalu kecil hanya Rp25 juta saja atau mungkin dia sibuk,” akunya.
Pantauan langsung Garda Asakota, selain menerima pertanyaan dari JPU KPK dan Majelis Hakim, saksi Slamet juga menghadapi pertanyaan yang diarahkan PH terdakwa HML, Abdul Hanan, SH, MH.
“Saudara saksi, apakah ada terdakwa ini mengarahkan langsung proyek agar diberikan kepada kontraktor, ada apa tidak?,” tanya PH. “Ada pak, proyek 2023 yang ada list itu, kemudian pekerjaan proyek 2022,” sebut saksi.
Proyek apa yang dimaksud saudara saksi diarahkan itu? Saksi pun menyebut beberapa pekerjaan yakni pembangunan pondok wisata di Kolo pagunya Rp250 juta per unit nilai kontraknya di bawah Rp750 juta, pekerjaan resto di Lawata pagunya Rp700 juta dan yang ketiga pekerjaan pavin di Kelurahan Kolo dengan pagu dana Rp700 juta.
“Pekerjaan pondok wisata pak Bambang, pekerjaan resto pak Amran, dan pekerjaan pavin pak Hendra,” urai saksi.
Namun ketika PH menanyakan bukti bukti rekaman maupun visual terkait dengan dugaan arahan Walikota Bima itu, saksi mengaku tidak memilikinya. “Tidak ada,” jawabnya.
Pertanyaan lain PH terdakwa kepada saksi, apakah saat diangkat sebagai Kasi atau PPK pernah memberikan uang kepada terdakwa Walikota?, “Alhamdulillah tidak pernah memberikan uang sepersenpun (kepada Walikota),” tegas saksi.
Pertanyaan berikutnya, apakah saudara saksi melihat langsung, mendengar saudara terdakwa ini menerima uang dari kontraktor?, “Tidak pernah,” tukas saksi.
Sementara itu, terdakwa HML yang juga diberikan kesempatan oleh Majelis Hakim untuk mengajukan pertanyaan, secara tegas membantah segala keterangan yang diberikan saksi di hadapan persidangan.
“Hampir seluruhnya (keterangan saksi) tidak ada yang benar,” pungkas terdakwa HML. (GA. Tim*)