Sidang Lanjutan Terdakwa HML, JPU KPK Siap Hadirkan 92 Orang Saksi

Terdakwa HML di persidangan Tipikor PN Mataram, Senin (22/2/2024)

Gardaasakota.com.-Sidang pembacaan surat dakwaan terhadap tersangka korupsi mantan Walikota Bima, H Muhammad Lutfi (HML) telah digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Senin kemarin 22 Januari 2024.

Untuk persidangan berikutnya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menghadirkan 92 orang saksi. Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi akan digelar Senin depan, tanggal 29 Januari 2024.

“Totalnya ada 92 saksi yang dihadirkan. Terkait teknis nanti pihak keluarga juga ada yang jadi saksi berkas perkara,” ungkap JPU KPK, Andi, usai membacakan surat dakwaan terhadap HML yang saat itu hadir mengenakan kemeja putih.

Khusus untuk agenda pemeriksaan saksi pada sidang lanjutan Senin depan, JPU KPK siap menghadirkan lima orang saksi. Siapa saja kelima saksi itu, JPU masih harus diskusikan terlebih dahulu melalui internal tim.

Pantauan langsung wartawan dalam persidangan pembacaan dakwaan yang diketuai Putu Gde Hariadi dengan anggota Agung Prasetyo dan Djoko Soepriyono itu, terdakwa Muhammad Lutfi melalui penasihat hukumnya, Abdul Hanan, menyatakan tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum.

Ketua majelis hakim kemudian menyatakan sidang selanjutnya dengan agenda pemeriksaan saksi dari jaksa penuntut umum.

“Mempersilakan kepada jaksa penuntut umum untuk menyiapkan saksi yang akan dihadirkan dalam sidang lanjutan pada Senin (29/1/2024) pekan depan,” kata Hariadi.

Ketua majelis hakim turut meminta kepastian dari jaksa penuntut umum terkait urutan saksi yang akan hadir dalam persidangan mengingat dalam berkas dakwaan terlampir ada 92 saksi.

Jaksa menanggapi hal tersebut dengan menyatakan akan menghadirkan lima orang saksi dalam agenda sidang selanjutnya.

Selain itu, jaksa dalam persidangan juga meminta sidang dapat digelar dua kali dalam sepekan dan terdakwa Muhammad Lutfi melalui penasihat hukumnya sepakat dengan tawaran tersebut.

Ketua majelis hakim mendengar hal itu kemudian meminta waktu kepada para pihak untuk menentukan hari persidangannya.

“Nanti kita sepakati pada sidang selanjutnya, Senin (29/1/2024), mungkin dari kami akan menawarkan Jumat. Tetapi, kami mau melihat dahulu daftar saksi yang akan dihadirkan jaksa dalam sidang, mohon kepada jaksa segera menyerahkan daftar itu agar dapat kami sesuaikan dengan jadwal sidang lainnya,” ujar Hariadi.

Jaksa mendengar perintah tersebut menyatakan siap menyerahkan daftar urutan saksi yang akan hadir dalam persidangan pada agenda sidang lanjutan Senin depan.

Diberitakan sebelumnya, sidang perdana kasus dugaan korupsi yang menyeret eks Walikota Bima, H Muhammad Lutfi (HML) sebagai terdakwa resmi digelar Senin 22 Januari 2024 di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram NTB. 

Sidang yang berjalan tertib dan lancar tersebut, dipimpin Ketua Majelis Hakim Putu Gde Hariadi didampingi Hakim Anggota Agung Prasetya dan Joko Supriyono.

Pada kesempatan sidang perdana ini, Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan secara blak blakan mengungkap peran Walikota Bima periode 2018-2023 HML dalam dugaan perkara gratifikasi sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Selain itu, jaksa juga turut menyampaikan bahwa sebagian besar proyek yang berada di bawah kendali terdakwa turut melibatkan Eliya alias Umi Eli yang merupakan isteri terdakwa, adik ipar terdakwa bernama Muhammad Maqdis (MM) alias Dedi, dan sejumlah kerabat maupun pejabat teknis lainnya saat itu baik di Dinas PUPR maupun LPBJ.

Nama Eliya dan MM disebut kerap muncul dalam uraian dakwaan terdakwa Muhammad Lutfi sebagai pihak yang diduga melaksanakan perintah terdakwa untuk mengatur pemenangan proyek

Terungkap dalam dakwaan bahwa keseluruhan penerimaan uang terkait pengaruh dan fasilitas dari Terdakwa dan  Eliya alias Umi Eli dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Bima yaitu penerimaan uang dari Safran (swasta, timses) Rp100 juta dan dari MM alias Dedi seluruhnya sejumlah Rp1.950.000.000,00 (satu miliar sembilan ratus lima puluh juta rupiah).

Bahwa sejak menerima uang sejumlah Rp1.950.000.000,00 (satu miliar sembilan ratus lima puluh juta rupiah) tersebut, Terdakwa selaku Penyelenggara Negara yaitu selaku Walikota Bima tidak pernah melaporkan penerimaan uang tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, padahal penerimaan-penerimaan itu tidak ada alas hak yang sah menurut hukum.

Bahwa perbuatan Terdakwa HML bersama-sama istri Terdakwa diduga menerima uang seluruhnya sejumlah Rp1.950.000.000,00 (satu miliar sembilan ratus lima puluh juta rupiah) tersebut adalah berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas Terdakwa HML selaku Penyelenggara Negara yaitu selaku Walikota Bima sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta Pasal 76 ayat(1) huruf e Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP. (GA. Tim*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page