Gardaasakota.com.-Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Kominfotik) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama sejumlah wartawan melakukan kunjungan kerja ke Dinas Kominfotik Kota Bima pada Senin, 22 Desember 2025.
Kunjungan ini menjadi ruang strategis untuk memperkuat sinergi antar-pemerintah daerah sekaligus mendalami isu-isu aktual pembangunan, khususnya strategi pengendalian inflasi pangan di Kota Bima.

Pertemuan yang berlangsung dalam suasana hangat dan dialogis tersebut dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Kominfotik Kota Bima, Dr. Muhammad Hasyim. Diskusi berkembang secara konstruktif ketika para wartawan dan perwakilan Kominfotik NTB menyoroti fenomena kenaikan harga sejumlah komoditas pangan, terutama cabai dan tomat, yang kerap menjadi penyumbang inflasi pada momentum-momentum tertentu.
Menanggapi hal tersebut, Dr. Muhammad Hasyim menegaskan bahwa cabai dan tomat memang memiliki kontribusi signifikan terhadap fluktuasi inflasi daerah. Namun, Pemerintah Kota Bima telah dan terus melakukan berbagai upaya inovatif untuk menekan dampak kenaikan harga tersebut, terutama melalui pendekatan ketahanan pangan berbasis rumah tangga dan komunitas.
“Cabai dan tomat dalam momentum tertentu memang bisa menjadi pencetus inflasi, itu benar. Tetapi banyak hal yang sudah dilakukan oleh teman-teman di daerah, khususnya di sektor pangan,” ujar Hasyim.
Salah satu strategi utama yang disorot adalah program berbasis rumah tangga, seperti Satu Rumah Satu Polybag untuk tanaman cabai dan tomat. Program ini diarahkan untuk mendorong kemandirian pangan skala kecil agar masyarakat tidak sepenuhnya bergantung pada pasokan pasar.
“Program ini memang masih dalam tahap sosialisasi dan belum sepenuhnya membumi. Namun, seandainya program ini berjalan masif, insyaallah kebutuhan cabai dan tomat, paling tidak dalam skala rumah tangga, bisa kita selesaikan sendiri,” jelasnya.
Diskusi kemudian diperkaya dengan pemaparan dari Kepala Bidang Ketahanan Pangan Kota Bima yang hadir mewakili Kepala Dinasnya.
Ia menjelaskan bahwa pengendalian inflasi pangan dilakukan secara berkelanjutan melalui langkah-langkah teknis dan terukur. Salah satunya adalah pemantauan harga pangan di pasar, yang dilakukan setiap hari untuk memastikan stabilitas harga dan ketersediaan pasokan.
“Pemantauan harga di pasar kami lakukan setiap hari. Selain itu, kami juga telah memanfaatkan halaman kantor untuk menanam berbagai jenis sayuran seperti cabai dan tomat,” ungkapnya.
Pemanfaatan pekarangan kantor tersebut dirancang sebagai model percontohan ketahanan pangan. Ke depan, pada tahun 2026, program ini direncanakan akan direplikasi di tingkat kelurahan agar dampaknya lebih luas dan dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Bibit tanaman juga telah kami salurkan ke beberapa kelurahan, sekolah, dan OPD lain. Namun, karena keterbatasan anggaran, pengadaan bibit lanjutan kemungkinan baru bisa dioptimalkan kembali pada tahun 2026,” tambahnya.
Ia berharap program pemanfaatan pekarangan ini dapat terus berlanjut karena dinilai memberikan manfaat nyata, tidak hanya dalam menekan inflasi, tetapi juga dalam membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap pentingnya ketahanan pangan.
Menanggapi pemaparan tersebut, Dr. Muhammad Hasyim menyampaikan apresiasi dan menegaskan bahwa apa yang telah dilakukan Dinas Ketahanan Pangan merupakan bagian dari gambaran besar strategi Pemerintah Kota Bima dalam menekan laju inflasi, khususnya yang bersumber dari komoditas cabai dan tomat.
“Sudah banyak OPD yang bergerak. Walaupun masih dalam skala masyarakat dan membutuhkan sosialisasi lebih luas, ini adalah fondasi penting,” ujarnya.
Hasyim menekankan bahwa persoalan ketahanan pangan memiliki dimensi yang lebih luas, bahkan bersentuhan dengan kepentingan nasional. Oleh karena itu, kemandirian pangan membutuhkan kontribusi aktif dari masyarakat sebagai subjek utama pembangunan.
“Ketahanan pangan tidak bisa hanya diselesaikan melalui pendekatan struktural. Harus ada penguatan kelompok-kelompok masyarakat, seperti kelompok ibu-ibu dan komunitas warga, agar masyarakat berdaya dan menjadi bagian dari solusi,” tegasnya.
Menurutnya, dalam konteks Kota Bima, dampak inflasi cabai dan tomat relatif lebih dirasakan oleh dunia usaha, khususnya sektor kuliner. Hal ini seiring dengan pertumbuhan UMKM yang cukup signifikan, yakni sekitar 0,7 persen setiap bulan, dengan dominasi usaha berbasis makanan.
“Bagi rumah tangga, dampaknya tidak terlalu terasa jika mereka menanam sendiri. Namun bagi pelaku usaha kuliner, fluktuasi harga cabai sangat berpengaruh,” jelas Hasyim.
Pada kesempatan tersebut, Hasyim juga mengungkapkan tantangan fiskal yang akan dihadapi Pemerintah Kota Bima pada tahun 2026, terutama akibat berkurangnya transfer keuangan daerah. Kondisi ini berdampak pada struktur penganggaran, di mana sebagian besar anggaran terserap untuk belanja pegawai, sehingga sejumlah program prioritas terpaksa ditunda.
“Banyak program strategis tahun 2026 yang harus kita tunda sambil mencari sumber penganggaran lain, baik dari provinsi maupun pusat,” ungkapnya.
Ia pun berharap dukungan media dapat membantu menyuarakan kondisi tersebut agar mendapat perhatian lebih luas, khususnya dalam penguatan program-program ketahanan pangan ke depan.
Kunjungan Kominfotik NTB dan para wartawan ini menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, media, dan masyarakat.
Di tengah tantangan inflasi dan keterbatasan anggaran, kolaborasi dan inovasi menjadi kunci utama untuk menjaga stabilitas pangan, memperkuat kemandirian ekonomi, dan mendorong pembangunan Kota Bima yang berkelanjutan. (GA. Ese*)

















