Gardaasakota.com.-Perajin lokal memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Melalui karya yang berakar pada budaya dan kekayaan lokal, para perajin tidak hanya menjaga tradisi, melainkan juga menciptakan peluang usaha, lapangan kerja, dan nilai tambah ekonomi daerah.
Di Kota Bima, sektor kerajinan telah menjadi salah satu kekuatan ekonomi kreatif yang patut mendapat perhatian lebih. Sebagai bentuk komitmen untuk memperkuat sektor ini, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Bima terus mendorong potensi kerajinan khas Bima agar terus berkembang dan berdaya saing.
Ketua Dekranasda Kota Bima Hj. Badrah Ekawati, SE., S. Tr. Keb atau yang akrab disapa Umi Badrah mengatakan perajin lokal merupakan garda terdepan dalam menjaga warisan budaya dan mendorong ekonomi wilayah setempat.
“Para perajin lokal bukan hanya penjaga tradisi, tetapi juga penggerak ekonomi daerah. Dekranasda Kota Bima berkomitmen untuk terus hadir, mendampingi, dan mendorong mereka agar naik kelas, baik dari segi kualitas produk maupun daya saing di pasar yang lebih luas,” ucapnya, Kamis (19/6/2025).
Umi Badrah bukanlah wajah baru di dunia organisasi perempuan. Ia pernah memimpin Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kota Bima selama 2013-2018. Pengalaman itu menunjukkan konsistensinya dalam membawa visi pemberdayaan yang sejalan dengan peran Dekranasda saat ini.
Pengalaman memimpin GOW menjadi fondasi kuat bagi Umi Badrah dalam memahami dinamika dan potensi perempuan di daerah.
Ia dikenal sebagai figur yang konsisten dalam mengangkat peran perempuan sebagai sosok yang memiliki kekuatan untuk mendorong perubahan di lingkungan masing-masing.
Kini, melalui kepemimpinannya di Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Bima, Umi Badrah melanjutkan komitmen tersebut. Dekranasda bukan hanya sekadar lembaga pembina kerajinan, tetapi juga motor penggerak dalam membangun ekonomi kreatif yang inklusif.
Organisasi ini berperan mengidentifikasi, mengembangkan, dan mempromosikan potensi kerajinan lokal, serta membuka akses pelatihan, pembiayaan, dan pemasaran bagi para perajin.
Lebih dari itu, Dekranasda juga menjadi ruang strategis bagi perempuan perajin untuk naik kelas, memperluas jejaring usaha, dan memperoleh pengakuan atas nilai karya yang dihasilkan.
Umi Badrah menegaskan pentingnya membangun ekosistem kerajinan yang berkelanjutan, dengan memperkuat kolaborasi antara pemerintah daerah, pelaku usaha, komunitas perajin, dan masyarakat.
“Kami ingin para perajin, khususnya perempuan, dapat terus tumbuh dengan percaya diri, memiliki akses terhadap peluang ekonomi, dan menjadi bagian dari pembangunan yang inklusif. Kerajinan lokal bukan sekadar produk budaya, tapi juga sumber kehidupan,” tegasnya.
Dengan rekam jejak yang kuat di organisasi perempuan dan semangat kolaboratif dalam memajukan sektor kerajinan, Umi Badrah optimistis bahwa potensi kerajinan khas Bima akan terus berkembang dan dikenal lebih luas, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Menurut Umi Badrah, perajin lokal terus tumbuh di Kota Bima. Salah satunya adalah Sarinah, perempuan yang sudah menenun sejak berusia sembilan tahun.
Jika usia Sarinah saat ini 48 tahun, berarti ia telah menenun selama 39 tahun.
“Sarinah adalah sosok penenun yang terus bertumbuh. Ketekunannya sejak usia belia menjadikannya salah satu penjaga warisan budaya tenun Bima yang layak diapresiasi. Atas dedikasi dan konsistensinya, kami di Dekranasda Kota Bima menghargai peran Sarinah dalam mengangkat budaya lokal melalui karya-karya tenunnya. Semoga semakin banyak Sarinah-Sarinah lainnya di Kota Bima,” ujar Umi Badrah.
Sarinah bercerita melihat ibunya menenun setiap hari membuatnya jatuh cinta dengan kerajinan lokal sejak dini. “Awalnya saya belajar menenun dari ibu saya. Saya senang karena bisa mengeluarkan bakat saya untuk menenun berbagai model sarung dan mendapatkan penghasilan dari karya menenun. Ini juga menjadi bagian dari melestarikan adat di Bima,” cerita Sarinah.
Pelan tapi pasti. Dari yang awalnya Sarinah hanya dapat menenun satu sarung, kini ia dapat memproduksi 10 sarung dalam sebulan. Bahkan, ibu dua anak ini sudah memasarkan sarung tenun karyanya ke berbagai kota. “Sarung yang saya produksi sudah keliling berbagai kota, selain di Bima, saya juga menjual ke Jakarta,” imbuh Sarinah.
Tak ayal, omzetnya juga terus tumbuh dari yang awalnya Rp4 juta per bulan, saat ini Sarinah mengantongi minimal Rp6 juta setiap bulannya. “Saya senang hasil sarung tenun yang diproduksi dapat memuaskan pelanggan dengan berbagai pesanan sesuai keinginan konsumen,” ucapnya.
Sarinah sendiri juga merupakan salah satu nasabah BTPN Syariah sejak sembilan tahun lalu. Ia menggunakan pembiayaan dari BTPN Syariah untuk mengembangkan usahanya dalam memproduksi sarung tenun. (GA. 212*)