Kota Mataram, Garda Asakota.-Sidang putusan terhadap kasus dugaan korupsi dan pengadaan jasa dan barang di lingkup Pemkot Bima 2018-2023 yang digelar di Pengadilan Tipikor Mataram Senin kemarin (3/6/2024), akhirnya menjatuhkan pidana 7 (tujuh) tahun penjara kepada terdakwa H Muhammad Lutfi, mantan Walikota Bima.
Dalam point amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa sebagai penyelenggara negara telah terbukti melakukan percobaan, pembantuan dan pemufakatan jahat melakukan tindak pidana korupsi, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan.
Dalam hal melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat melakukan tindak pidana korupsi, majelis hakim menerangkan dalam pertimbangan putusan bahwa terdakwa Muhammad Lutfi melakukan hal tersebut secara bersama-sama dengan sang isteri, Eliya Alwaini, Muhammad Makdis, Agus Salim, dan Fahad.
Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum, terdakwa selaku Walikota Bima dan saksi Eliya Alwaini (isteri terdakwa) telah mengatur pemenang pelaksanaan proyek di Kota Bima, dengan cara memberikan daftar list yang berisi pelaksana masing-masing proyek kepada saksi Muhammad Amin Kadis PUPR dan saksi Agu Salim selaku Kabag LPBJ, yang selanjutnya ditindak lanjutin oleh saksi Burhan Kasubag Perencana dan Keuangan PUPR pemegang list tersebut yang akan menghubungi perusahaan perusahaan yang memiliki proyek pengadaan langsung sesuai dengan list yang sudah ditentukan oleh terdakwa.
Berdasarkan fakta hukum di atas sebelum pelaksanaan proyek penunjukan langsung maupun tender di Kota Bima terdakwa selaku Walikota Bima memanggil saksi M Amin selaku Kadis PUPR agar menyerahkan list daftar pekerjaan di dinas PUPR, yang selanjutnya oleh terdakwa list tersebut diisi orang-orang yang melaksanakan pekerjaan proyek dinas PUPR Kota Bima, kemudian list tersebut akan dikembalikan kepada saksi M Amin, yang selanjutnya diserahkan kepada saksi Burhan selaku Kasubag Perencanaan dan Keuangan untuk dibagikan kepada para Kabid sesuai dengan perintah saksi Eliya Alwaini kepada saksi Burhan pada saat mengambil daftar list pekerjaan yang sudah diisi pelaksanaan proyek di rumah dinas Walikota.
Selain saksi M Amin terdakwa juga memanggil saksi Agu Salim selaku Kabag LPBJ untuk diberikan saran pemenang proyek sama dengan M Amin dan berdasarkan arahan dari terdakwa tersebut maka PBJ dan Pokja akan memenangkan orang atau perusahaan sebagaimana tercantum dalam list yang telah diberikan oleh terdakwa.
Saksi Eliya Alwaini memanggil saksi Dzikrulah selaku Pokja supaya memenangkan CV Temba Nae untuk melaksanakan paket pekerjaan Pustu Sambinae di Dikes dan CV Warni Jaya pada proyek pengadaan di Dikes.
Selain itu saksi Eliya Alwaini juga pernah memanggil saksi Agus Salim berkaitan dengan pekerjaan proyek pelebaran jalan Nungga Toloweri cs tahun 2019 yang dikerjakan oleh Muhammad Maqdis supaya nilai kontraknya tidak dipotong, namun permintaan tersebut tidak dipenuhi karena akan menjadi temuan dalam pemeriksaan Inspektorat atau audit BPK.
Selanjutnya saksi Agus Mursalin selaku PPK juga pernah dipanggil oleh saksi Eliya Alwaini dalam pengadaan proyek mesin jahit dan juga pernah membahas pengadaan alat alat ketering. Eliya meminta Agus Mursalin selaku PPK supaya bisa membantu proses lelang supaya proyek pengadaan mesin jahit dapat terlaksana dan mesin jahit dapat dibayarkan.
Dan saat itu saksi Eliya Alwaini minta jumlahnya dikurangi dari 220 unit menjadi 186 sesuai dengan jumlah di pengadaan tahun 2021 karena dengan HPS hanya sebesar Rp675 juta lebih, maka keuntungan yang didapat oleh saksi Eliya Alwaini hanya sedikit atau bahkan tidak ada.
Selain itu saksi Eliya juga membahas peralatan katering di Dinas P3A sebesar Rp1,03 Miliar. Eliya meminta Agus Mursalin untuk mengurus administrasinya sehingga pengadaan tersebut dapat diaksanakan.
Saksi Eliya juga pernah memanggil saksi Muyono Tang (Baba Ngeng) di rumah dinas Walikota dan menyampaikan supaya saksi Mulyono Tang tidak ikut dalam lelang Perpusda Kota Bima karena proyek tersebut milik Amsal Sulaiman alias Cengsin.
Bahwa tahun 2020 saksi Fahad selaku Kabid Cipta Karya diperintahkan oleh terdakwa untuk mengelola dan mengawasi paket paket pekerjaan yang ada di Kota Bima karena saksi Fahad adalah orang kepercayaan terdakwa, sehingga saksi M Amin mengarahkan Kabid di Dinas PUPR untuk berkoordinasi dengan saksi Fahad jika berkaitan dengan proyek, demikian juga dengan bagian PBJ akan melaksanakan kepada saksi Fahad pelaksanaan yang ditunjuk oleh terdakwa untuk dimenangkan dan saksi Fahad juga diperintahkan oleh terdakwa untuk mengawal saudara Arif Budiman agar pengaturan pengadaan langsung sesuai dengan arahan dari terdakwa.
Menimbang, sebelum proses lelang tahun 2019 dilaksanakan, saksi Ririn dihubungi oleh saksi Muhammad Maqdis supaya datang di rumahnya di Melayu, kemudian saksi Ririn datang bersama saksi Aris Munandar ke rumah saksi Muhammad Maqdis, lalu saksi Muhammad Maqdis menyampaikan bahwa dialah yang akan mengerjakan beberapa item pekerjaan di BPBD Kota Bima.
Berdasarkan fakta hukum tersebut, saksi Muhammad Maqdis selaku adik ipar Eliya Alwaini mendapatkan proyek di Pemkot Bima yang pelaksanaannya tidak menggunakan perusahaan saksi Muhammad Maqdis sendiri, namun menggunakan pinjam bendera atau menggunakan perusahaan orang lain yaitu PT Risalah Jaya Konstruksi, CV Nawi Jaya, CV Safira Bima, PT Lombok Bali Sumbawa, CV Buka Layar, CV Cahaya Berlian, CV Temba Nae, CV Indo Bima Mandiri, CV Mutiara Hitam, CV Yoni Perdana, CV Yuanita, dan CV Berlian.
Sedangkan perbuatan tersebut dilarang oleh ketentuan Pasal 12 huruf i UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah dirubah dengan UU 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor.
Maka, telah ada dua orang atau lebih yaitu terdakwa, saksi Eliya, saksi Muhammad Maqdis, saksi Agus Salim, dan saksi Fahad, yang bermufakat dan bersepakat serta memiliki kehendak yang sama untuk melakukan kejahatan tindak pidana korupsi, sehingga unsur pemufakatan jahat melakukan tindak pidana korupsi telah terpenuhi.
“Maka terdakwa dinyatakan telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu,” tegas Majelis Hakim.
Seperti dilansir Garda Asakota sebelumnya Majelis Hakim PN Tipikor Mataram, Senin 3 Juni 2024 menjatuhkan vonis 7 (tujuh) tahun penjara kepada mantan Walikota Bima, H Muhammad Lutfi (HML) karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa selama tahun 2018-2023.
Besaran vonis Majelis Hakim ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut terdakwa dengan hukuman 9,6 tahun penjara.
“Menyatakan terdakwa Muhammad Lutfi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, menjatuhkan pidana penjara tujuh tahun kepada terdakwa Muhammad Lutfi,” tegas Hakim Ketua, Putu Gde Hariadi, SH, MH, saat membacakan putusan terhadap terdakwa di Pengadilan Tipikor Mataram.
Selain menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara, Majelis Hakim juga membebankan terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp250 juta dengan ketentuan apabila denda itu tidak dibayar maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama enam bulan.
“Terdakwa juga dikurangi masa tahanannya selama penahanan,” imbuh Hakim Ketua. (GA. Tim*)