Sekretaris DPRD NTB, H Mahdi SH MH |
Mataram, Garda Asakota.-
Tidak adanya sanksi tegas dari Pemerintah terhadap para penyelenggara Negara yang tidak menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) menjadi salah satu faktor tidak maksimalnya sistim pelaksanaan penyampaian LHKPN ini.
Di institusi seperti Lembaga DPRD NTB, dari jadwal penyampaian LHKPN yang ditetapkan oleh Pemerintah yakni dari Januari sampai dengan 31 Maret 2021. Masih terdapat delapan (8) orang anggota DPRD NTB yang belum menyampaikan LHKPN nya.
“Di DPRD NTB sendiri masih tersisa delapan (8) orang anggota DPRD NTB yang belum menyampaikan LHKPN nya. Alasannya, para anggota Dewan ini masih kesulitan dalam mendapatkan alat bukti dari harta yang dimiliki. Kesulitan dalam menaksir nilai harta yang dimiliki terutama pada asset-asset yang tidak bergerak seperti tanah dan lainnya. Serta masih kebingungan dalam mengisi aplikasi LHKPN,” terang Sekretaris DPRD NTB, Mahdi, SH MH., kepada sejumlah wartawan diruangan kerjanya, Senin 20 September 2021.
Terhadap kesulitan yang dihadapi anggota Dewan itu, Mahdi mengungkapkan telah menawarkan bantuan kepada seluruh anggota Dewan untuk mengasistensi pengisian LHKPN.
“Sebenarnya sih, bisa minta bantuan kepada Sekretariat. Ada petugas kita yang kita siapkan untuk selalu bisa membantu bagi anggota Dewan, tapi tidak mereka manfaatkan. Sekretariat sudah menawarkan pembantuan tersebut dengan mengirimkan surat pada awal-awal pengisiannya. Batas pengisian LHKPN itu mulai dari Januari hingga Maret. Sekarang sudah lewat dan sudah keluar hasil evaluasi dari KPK bahkan sudah diumumkan oleh KPK di website KPK sendiri,” jelas Mahdi lagi.
Tidak adanya sanksi yang diberikan kepada para penyelenggara Negara yang tidak menyampaikan LHKPN, menurutnya, menjadi salah satu faktor tidak maksimalnya penyampaian LHKPN ini.
“Sampai sekarang belum ada pemberitahuan dari KPK menyangkut pemberian sanksinya. Bisa jadi karena tidak ada sanksi yang tegas dari Pemerintah sehingga mereka tidak menyampaikannya lagi. Harusnya ada sanksi yang tegas. Karena membuat LHKPN itu, wajib. Tapi bagi mereka yang tidak membuat, apa sanksinya?. Ini yang belum jelas. Mestinya harus ada sanksinya,” cetusnya.
Pihaknya memaparkan, selama masa pandemi ini serta sejak keluarnya Perpres 33/2020 tentang Pembatasan Perjalanan Dinas, tidak ada ruang terjadinya peningkatan kekayaan para anggota Dewan.
“Kalau dilihat dari keadaannya, anggota Dewan ini masih normal-normal saja keadaanya baik dari fasilitas yang dimiliki. Bahkan rata-rata mobilnya kredit,” imbuhnya.
Begitu pun dari aspek peningkatan pendapatan di masa pandemi ini, menurutnya, justru pendapatan anggota Dewan menurun dimasa pandemi ini.
“Dilihat dari segi pendapatan justru menurun, terkecuali mereka memiliki usaha sampingan seperti usaha bawang putih, tembakau, usaha beras, usaha rumah makan, usaha pom bensin. Kemungkinan, bisa saja meningkat dari usaha sampingan itu,” ujarnya.
Dikatakannya, pendapatan anggota DPRD NTB itu sekitar Rp60 juta per bulan. Sementara untuk level Pimpinan Dewan berkisar Rp70 juta perbulan.
“Pendapatan anggota Dewan di daerah itu tergantung pada kemampuan keuangan daerah. Berbeda dengan pendapatan anggota DPR RI. Kelebihannya pada uang perjalanan dinas aja, tapi setelah pandemi kan, tidak ada lagi anggota Dewan yang melakukan perjalanan ke luar daerah. Mereka hanya melakukan perjalanan di dalam daerah saja. Setelah keluar Perpres 33/2020 tentang Pembatasan Perjalanan Dinas, justru pendapatan mereka semakin menurun,” pungkasnya. (GA. Im*)