Anggota DPRD NTB, Sudirsah Sujanto, saat melakukan sosialisasi Perda Penyelenggaraan Desa Wisata di salah satu titik wilayah Kabupaten Lombok Utara. |
Mataram, Garda Asakota.-
Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Lembaga DPRD Provinsi NTB terus mendorong Desa-desa di NTB agar memaksimalkan pengelolaan potensi-potensi sumberdaya yang ada di tingkat desa. Salah satu upaya pemerintah daerah (Pemda) dalam mendorong optimalisasi pengelolaan potensi sumberdaya yang ada di desa yakni dengan melahirkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Desa Wisata atau Perda Nomor 10 Tahun 2021.
Langkah Sosialisasi terhadap isi Perda 10 Tahun 2021 ini pun dilakukan oleh Lembaga DPRD Provinsi NTB dengan menyebar seluruh anggota DPRD kesemua daerah pemilihan (Dapil). Salah satunya adalah anggota DPRD Provinsi NTB Dapil II Lombok Barat dan Lombok Utara, Sudirsah Sujanto, melakukan langkah sosialisasi isi perda ini sejak 19 November hingga 24 November 2021 di lima titik yang ada di Kabupaten Lombok Utara.
“Saya ambil dilima (5) titik untuk mensosialisasikan perda tersebut di Lombok Utara,” ujar Anggota Dewan dari Partai Gerindra ini kepada sejumlah wartawan, Rabu 23 November 2021.
Lima titik wilayah yang disasar oleh anggota Komisi IV DPRD NTB ini yaitu Pertama di Desa Sokong Kecamatan Tanjung. Kedua Desa Jenggala Kecamatan Tanjung, ketiga Desa Tegal Maja Kecamatan Tanjung, keempat Desa Kayangan Kecamatan Kayangan dan kelima Desa Genggelang Kecamatan Gangga.
“Dari 99 desa wisata yang ditetapkan Pemprov NTB, 6 diantaranya ada di KLU. Antara lainnya, Desa Senaru di Kecamatan Bayan, Desa Bayan di Kecamatan Bayan, Desa Bayan Karang Bajo di Kecamatan Bayan. Kemudian, ada Desa Genggelang di Kecamatan Gangga, Desa Medana di Kecamatan Tanjung, terakhir Desa Malaka di Kecamatan Pemenang,” terangnya.
Dengan lahirnya perda ini, lanjutnya, dapat mendorong munculnya desa-desa wisata lain di KLU sebagai salah satu prospek tumbuh dan berkembangnya sektor Pariwisata di NTB. Salah satunya di Dusun Rebakong, Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan dikenal sebagai Dusun “Pengangguran”.
“Kata pengangguran itu bukanlah bermakna tidak memiliki pekerjaan. Tetapi, maknanya bahwa seluruh masyarakat dikawasan tersebut fokus menanam dan membudidayakan buah anggur. Dusun ini berpotensi sebagai desa wisata. Bahkan kawasan ini sudah ramai dikunjungi para wisatawan secara lokal maupun luar daerah. Daya tariknya karena disemua rumah menanam anggur, segala jenis anggur. Sehingga dusun itu dikatakan dusun pengangguran, karena pembudidaya anggur,” terang Sudirsah.
Terkait Perda Penyelenggaraan Desa Wisata, dia mengatakan, amat penting untuk disosialisasikan. Tidak hanya mempercepat proses pembangunan di desa. Melainkan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menjamin kelestarian nilai-nilai budaya lokal. Kemudian, bisa memperkenalkan potensi-potensi yang dimiliki desa kepada wisatawan sehingga menumbuhkan daya tarik.
“Mendorong desa untuk meningkatkan pariwisata dengan berkreasi menumbuhkan destinasi wisata yang baru,” kata Ketua DPC Partai Gerindra Lombok Utara tersebut.
Setelah nantinya desa-desa ditetapkan sebagai desa wisata, maka desa akan mendapatkan suntikan dana dari pemerintah pusat, hingga provinsi dan kabupaten. Lebih jauh dijelaskannya, untuk menjadi desa wisata, tentu ada persyaratan yang harus dipenuhi. Mulai dari kepemilikan dan kelengkapan data profil wilayah, potensi wisata yang akan dikembangkan dalam desa tersebut.
Kemudian, data pengunjung ke desa wisata, kesesuaian rencana tata ruang dan wilayah, mitigasi bencana, serta kelembagaan calon pengelola desa wisata juga menjadi syarat. “Ada semacam satgas dari unsur sekretariat daerah, Bappeda, Dinas Pariwisata yang akan ikut melakukan verifikasi syarat desa wisata ini,” pungkasnya (GA. Im/Ese*)