Akademisi Nilai Wacana Pembentukan Pansus DAK, Momentum Uji Keberanian dan Konsistensi Dewan

Dosen Fisip dan Ilmu Komunikasi Universitas ’45 Mataram, Dr Alfisahrin.

Gardaasakota.com.- Dugaan penyimpangan pengelolaan dana DAK Dikbud NTB menjadi salah satu isu yang menjadi atensi publik saat sekarang ini.

Paska operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh pihak Polresta Mataram terhadap oknum Kabid SMK beberapa waktu lalu, harapan publik agar APH menelusuri masalah ini makin kuat.

Menariknya lagi sejumlah anggota DPRD NTB pun mulai menggalang dukungan untuk mengusut masalah ini melalui pembentukan Pansus dan atau hak angket.

Salah seorang akademisi di salah satu perguruan tinggi di Mataram, Dr Alfisahrin, mengatakan publik akan menguji keberanian DPRD NTB dalam menunjukan komitmen dan political willnya menggunakan hak angket atau membentuk pansus terkait kasus DAK Dikbud NTB ini.

“Publik akan menguji keberanian, konsistensi dan komitmen anggota Dewan dalam menggunakan hak konstitusinya. Dan kalau ada yang tidak setuju bisa jadi anggota Dewan itu melihat urgensi kasus DAK Dikbud NTB tidak terlalu kritis. Tetapi kalau terjadi OTT artinya ada persoalan maladministrasi yang terjadi serius. Jadi Penyimpangan pengelolaan anggaran negara apapun alasannya merupakan kejahatan serius. Penggunaan hak angket lebih tepat dibanding hak interpelasi untuk mengungkap praktek penyelewengan yang bersifat sistemik,” tegas Dosen Fisip dan Ilmu Komunikasi Universitas ’45 Mataram ini kepada wartawan, Minggu 05 Januari 2025.

Doktor Ilmu Antropologi Politik ini menilai dugaan penyalahgunaan dana DAK Dikbud NTB wajib diatensi bersama.

“Inisiatif Dewan menggunakan hak interpelasi dan angket tentu langkah strategis tetapi mengingat sudah terjadi OTT, Dewan sebaiknya gunakan hak angket. Itu jauh lebih tepat dan kontekstual dengan dampak luas yang ditimbulkan akibat OTT di Dikbud NTB,” ujarnya.

Kasus tersebut, menurutnya telah mencoreng reputasi dan integritas institusi pendidikan sebagai lumbung moral publik.

“Dewan harus segera mencapai konsensus dalam mengusut indikasi penyelewengan anggaran negara di Dikbud NTB. Terlepas dari beragam perbedaan orientasi dan kepentingan politik partai di parlemen. Jika menyangkut urusan dan kepentingan publik yang mendesak, segera membentuk pansus karena itu bukti keberpihakan serta pembelaan DPR kepada masyarakat NTB. Tidak boleh ada anggaran negara yang menjadi bancakan korupsi pejabat,” tegasnya lagi.

Ia menilai selama ini ada indikasi budaya dan praktek birokrasi yang ditengarainya terlihat tidak sehat.

“Eksekutif dan legislatif kayak saling menyandera. Tidak jarang praktek korupsi di eksekutif uangnya juga ditengarai mengalir juga ke oknum anggota legislatif. Bukan rahasia umum di banyak dinas-dinas pendikan di NTB marak dengan dugaan aksi pungli mulai dari dugaan penarikan fee proyek, dugaan mark up dan dugaan pekerjaan proyek DAK yang dibawah standar. Dewan harus gunakan peluru konstitusinya yakni hak angket untuk mengungkap praktek curang korting dan korupsi uang negara ini,” tandasnya. (GA. Im*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page