Anggota DPRD NTB Pertanyakan Pengelolaan Sarang Burung Walet di Kabupaten Bima

Anggota DPRD NTB dari Daerah Pemilihan (Dapil) VI Bima-Dompu, H Muhammad Aminurlah, SE.

Gardaasakota.com.- Salah satu potensi pendapatan asli daerah (PAD) yang ada di Kabupaten Bima adalah Sarang Burung Walet (SBW) yang ada di kawasan Bajo Pulau Kecamatan Sape dan di kawasan Lamere Kecamatan Parado.

Namun sejak adanya pengalihan pengelolaan kawasan hutan dari Pemerintah Kabupaten ke Pemerintah Provinsi, informasi menyangkut pengelolaan SBW itu menjadi sangat minim.

Anggota DPRD NTB dari Daerah Pemilihan (Dapil) VI Bima-Dompu, H Muhammad Aminurlah, SE., mempertanyakan pengelolaan SBW yang ada di Sape dan di Parado sebab sejak pengelolaannya dialihkan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) tahun 2017 silam sampai sekarang pengelolaannya tidak pernah diungkap ke publik.

“Bahkan kami dengar potensinya berada diambang kepunahan padahal dulu sumbangsihnya untuk PAD cukup besar yakni mencapai Rp1 Milyar lebih,” ungkap anggota Dewan yang akrab disapa Aji Maman ini kepada wartawan di ruangan Fraksi Amanat Bintang Nurani Rakyat belum lama ini.

Eks pimpinan DPRD Kabupaten Bima ini menyayangkan jika potensi PAD yang cukup besar bagi daerah itu tidak dapat dirawat dan diawasi dengan baik oleh Pemprov NTB.

“Oleh karenanya, sebagai wakil masyarakat Bima, kami perlu meminta Pemprov melakukan evaluasi terhadap kinerja SDM yang diberikan kewenangan untuk itu sejauh mana mereka melakukan pengawasan terhadap SBW ini. Apalagi kami dengar potensinya hampir punah akibat tidak adanya pengawasan dari pemerintah,” cetusnya.

Ia mengaku mendengar informasi adanya pengambilan telur walet oleh oknum tidak bertanggungjawab dan adanya dugaan panen paksa yang berdampak pada punahnya potensi walet dikedua goa tersebut.

“Oleh karenanya kami meminta pemerintah melakukan evaluasi terhadap pengelola SBW yang ada di Kabupaten Bima baik yang ada di Sape maupun Parado,” tegasnya.

Sementara itu Dinas LHK Provinsi NTB melalui Kepala Balai KPH Maria Donggomasa, Ahyar HMA, S.Hut., menjelaskan pengalihan pengelolaan kawasan hutan dialihkan ke Pemprov NTB pada tahun 2017.

“Namun pada tahun 2016, Pemkab Bima sudah terlanjur melakukan pelelangan terhadap potensi SBW tersebut. Dan waktu itu kami menunggu sampai habis masa kontraknya. Dan sekarang masih dalam kondisi status quo sejak 2023 lalu,” jelas Ahyar kepada wartawan, Senin 14 Oktober 2024.

Pihaknya mengaku masih mendalami terkait legal position status kawasan karena posisi kawasan SBW berada dalam enclave yang bermakna kawasan yang berada diluar kawasan tapi berada ditengah-tengah hutan atau berada diposisi tengah tapi berada diluar kawasan hutan.

“Kalau berada diluar kawasan hutan, pengelolaannya itu bisa dilakukan dengan pola kerjasama antara Pemprov dengan Pemkab Bima dimana posisi Pemprov sebagai pembina teknis. Ini yang masih kita bicarakan dengan pihak Pemkab Bima. Jadi tetap bisa dilelang oleh Pemkab,” jelasnya.

Ia mengaku potensi SBW di Sape masih cukup bagus. Hanya saja potensinya masih bersifat fluktuatif pada setiap kali musim panennya.

Sementara Kepala Balai KPH Marowa, Didik Fardiansyah, S.Hut.,M.M.Inov., menjelaskan potensi SBW di Kecamatan Parado pada tahun 2019 dikelola berdasarkan Peraturan MenLHK No. P.49/MenLHK/Setjen/KUM.1/9/2017 tentang kerjasama pemanfaatan hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan.

“Karena potensi SBW di parado ini berada dalam kawasan maka dasar hukumnya mengacu pada Permen LHK Nomor 49 tersebut. Jadi itu yang menjadi dasar kerjasama pengelolaan Walet Parado dari tahun 2019 – 2024 (jangka waktu 5 tahun) berakhir kerjasama sampai tanggal 8 September 2024,” jelas Didik kepada wartawan media ini.

Pemegang ijin tersebut membayar kewajiban kepada negara dengan membayar langsung PAD dan PNBP sebesar Rp100 lebih juta per tahunnya dengan metode self assessment.

Kemudian sejak lahirnya UU Cipta Kerja, peraturan tersebut dicabut dan skema pengelolaannya dilakukan dengan skema PBPH dan atau skema perhutanan sosial.

“Mekanismenya semua pengusulan perizinannya lewat kementerian LHK melalui aplikasi one single submission dan sekarang fungsi KPH hanya memfasilitasi atau menghubungkan calon peminat dengan kementerian. Nanti izinnya akan dikeluarkan oleh kementerian LHK sehingga aspek pendapatannya masuk ke Kementerian,” pungkasnya. (GA. Im*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page