Ketegangan Saksi M Amin dengan Terdakwa HML di Sidang Tipikor Mataram

Saksi Eks Kadis PUPR Kota Bima, M Amin, saat menghadiri sidang di PN Tipikor Mataram, Senin 05 Februari 2024.

Garda Asakota.com.-Lanjutan sidang kasus dugaan korupsi berupa penerimaan gratifikasi dan pengadaan barang/jasa yang menyeret terdakwa eks Walikota Bima, H Muhammad Lutfi (HML)
berlangsung tegang di ruang sidang Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (5/2/2024).

Ketegangan tersebut terjadi saat Majelis Hakim yang diketuai oleh Putu Gede Hariadi, S.H., M.H, didampingi dua Hakim Anggota Agung Prasetyo, SH. MH dan Joko Supriyono, memberikan kesempatan kepada terdakwa HML untuk memberikan sanggahannya terhadap keterangan saksi yang dihadirkan eks Kadis PUPR Kota Bima, M Amin, setelah JPU membacakan sejumlah dokumen kontrak pekerjaan paket proyek tender maupun PL di Pemkot Bima yang disita KPK.

Berdasarkan pantuan langsung wartawan, setelah saksi M Amin selesai menjawab  pertanyaan baik dari Majelis Hakim dan JPU KPK (Asril, Diky Wahyu Ariyanto, Agus Prasetya Raharja, dan Johan Dwi Junianto), Penasehat Hukum Terdakwa HML, Abdul Hanan, awalnya mempertanyakan bukti-bukti percakapan maupun tulisan yang menunjukkan bahwa terdakwa HML menulis list proyek yang dibubuhi tanda tangan HML.

“Dari pernyataan saksi saksi yang kemarin mengatakan ada list yang ditandatangan atau yang dicoret coret sama terdakwa, jadi mohon kepada Jaksa Penuntut Umum untuk memperlihatkan list yang dimaksud?.

Terus yang kedua tadi diperlihatkan kepada saudara tentang paket paket PL dan Tender, paket PL dan Tender saudara print dan diserahkan ke KPK kapan itu?, tadi saudara jawab 2022, apakah benar itu?,” tanya Penasehat Hukum Terdakwa.

Mendengar pertanyaan itu, M Amin membenarkan bahwa dokumen dokumen yang disebutkan itu
dia serahkan setelah pemangilan pertama dirinya oleh KPK sekitar tahun 2022.

Kemudian PH Terdakwa kembali menanyakan soal BAP nomor 6, yang menerangkan ada kata kata
diperintah oleh Walikota lewat Ririn.

Kata kata dari saudara saksi diketahui oleh Walikota bagaimana saudara mengetahui ini, apakah saudara melihat pak Walikota memerintah kepada Ririn untuk menerima uang Rp30 juta?, tanya PH. “Saya dengar dari laporan Ririn,” jawab M Amin singkat.

Giliran Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa eks Walikota Bima. Momen itu dimanfaatkan terdakwa untuk mempertanyakan seputar fakta persidangan yang diungkap M Amin.

“Pertama, beliau (Amin) mengaku tidak kenal dengan yang namanya Baba Ngeng, seperti tadi yang ditanyakan oleh JPU. Kenapa ita (anda) berbohong tidak kenal Baba Ngeng?,” tanya terdakwa.

Hanya saja pertanyaan awal terdakwa ini langsung dipotong oleh Majelis Hakim karena terkesan pertanyaan itu memvonis terdakwa telah berbohong.

“Jangan langsung saudara berkesimpulan dengan mengatakan dia berbohong,” tegas Majelis Hakim.

 Setelah diarahkan Majelis Hakim, kemudian terdakwa melanjutkan pertanyaan. “Nah, apakah saudara kenal dengan Baba Ngeng?,” tanya terdakwa lagi yang dijawab kenal oleh saksi. “Lah tadi bapak bilang nggak tahu?,” timpal terdakwa lagi.

Dialog yang cukup dramatis dan menegangkan antara Saksi dan Terdakwa HML ini langsung diluruskan oleh JPU. Bahwa pertanyaan yang dimaksud pada saat sidang itu adalah Mulyono Tang, bukan Baba Ngeng. “Jadi Mulyono Tang sesuai isi BAP bukan Baba Ngeng,” ungkap JPU meluruskan.

Pantauan langsung Garda Asakota, beberapa pertanyaaan lain yang diarahkan  terdakwa HML dianggap tidak relevan oleh Majelis Hakim, sehingga diarahkan untuk perjelas arah pertanyaannya.

Diminta kepada terdakwa untuk menanggapi langsung kesaksian Amin, yang dikatakan terdakwa semuanya tidak benar. “Semuanya (keterangan M Amin, tidak ada yang benar,” sebut terdakwa HML.

Sontak saja sanggahan terdakwa ini menuai respon balik lagi dari Majelis Hakim. “Jadi dari sejak jam 9 tadi kita bersidang tidak ada yang benar, termasuk bahwa saudara saksi ini bukan Kadis PUPR?, tenang saudara terdakwa, tidak semua keterangan terdakwa itu semuanya salah,” sela Majelis Hakim. “Ada yang benar, ada yang salah,” timpal terdakwa. “Nah, begitu saudara,” tegas Majelis Hakim.

Meski terdakwa HML menilai kesaksian saksi tidak ada yang benar, namun saksi yang juga eks Kadis PUPR Kota Bima sendiri tetap berpendirian  pada keterangannya baik pada saat kesaksian di persidangan maupun sesuai isi yang ada dalam BAP KPK antara lain bahwa terdakwalah yang meminta list proyek untuk diserahkan, bahwa Fahad itu orang dekat Walikota, pertambangan dikomersilkan, dan ada permintaan uang Rp30 juta untuk peresmian jembatan. (GA. Tim*) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page