Mataram, Garda Asakota.-Persidangan kasus korupsi terdakwa Muhammad Lutfi Walikota Bima 2018-2023 masih terus berlangsung di Pengadilan Tipikor Mataram.
Untuk sidang yang digelar Jumat kemarin (1/3/2024) salah satu dari tujuh saksi yang dihadirkan yakni Syaiful Akbar, selaku PPK Dikpora Kota Bima.
Di hadapan Majelis Hakim, saksi mengungkapkan bahwa dirinya mengetahui adanya daftar paket proyek yang akan dikerjakan di Dikpora selama tahun 2021-2022.
Sebelum pihaknya melakukan proses pengadaan biasanya menunggu rekanan yang memasukan proposal, tapi ada juga rekanan yang datang itu membawa rekomendasi dari Walikota Bima saat itu, Muhammad Lutfi.
Rekanan yang membawa proposal itu diserahkan ke Kadis, kemudian Kadis ke KPK untuk dikoordinasikan ke Walikota Bima, setelah itu saksi merekomendasikan ke Pejabat pengadaan, saudara Mahdi di Pokja LPBJ. “Setelah dinyatakan lengkap kemudian PPK membuat SK penunjukan,” katanya.
“Dapat saya jelaskan bahwa dalam penunjukan nama nama rekanan dinas Dikpora selama saya menjabat PPK semuanya dilaporkan ke Walikota Muhammad Lutfi,” ungkap saksi.
Menariknya, sesuai keterangan saksi di BAP mengungkapkan bahwa sekitar tahun 2021 terdakwalah yang menulis nama-nama kontraktor pekerjaan PL di Dikpora.
“Pernah sekali dari isteri Walikota (sekitar tahun 2022), tapi dia hanya menambah-nambahkan saja. Rekomendasi tetap dari pak Walikota,” sebut saksi.
Pernah juga sekitar tahun 2021, ajudan Walikota Bima saat itu, Kevin pernah menguhubunginya via telepon agar datang ke rumah dinas Walikota Jalan Gajah Mada.
Di rumah dinas itu, saksi ketemu terdakwa Walikota, saat itu saksi membawa nama paket dan nilai proyeknya dan juga nama nama rekanan dan perusahaan yang mendaftar.
“Kemudian saya sendiri mencatat (tulis tangan) apa yang dikatakan Muhammad Lutfi,” ucapnya.
Setelah dari Walikota, saksi kemudian melaporkan ke Kadis terkait nama nama yang direkomendasikan oleh Walikota. Jawaban Kadis, H Supratman, saat itu hanya mengiyakan, karena memang saksi sebelum bertemu dengan Walikota sudah melaporkan lebih dulu ke Kadis.
Ia menambahkan bahwa, daftar yang sudah diprint out itu kemudian ia bawa ke Pejabat Pengadaan Mahdin. “Tahun 2022 pun polanya hampir sama,” akunya.
Saksi sendiri mengaku lupa contoh nama paketnya karena peristiwa itu kejadiannya sudah tiga tahun yang lalu. “Namun sekitar 20 paket pekerjaan PL,” sebutnya.
Namun dalam BAP tertuang bahwa nama nama kontraktor yang pernah ia tulis dalam list proyek Dikpora ada sekitar, sekitar 21 orang mulai dari nama Mubarak sampai Mulyadin. Begitupun dengan jumlah CV nya sekitar 27 perusahaan.
Sedangkan untuk total nilai proyek PL dan tender 2021 senilai Rp17 Miliar , dari 17 M itu nilai paket PL nya sekitar Rp8 M.
Tahun 2023, karena waktu itu situasi dinas kurang kondusif saksi mengaku tidak lagi intens menangani proyek karena suasana kantor tidak kondusif lagi. “Saya ingin yang normativ, apa adanya,” akunya.
Menanggapi keterangan saksi, Abdul Hanan, SH, MH, Penasehat Hukum terdakwa Muhammad Lutfi, memastikan rekanan yang menghadap saksi tersebut membawa rekomendasi tertulis?, saksi mengaku tidak ada rekomendasi tertulis, saksi mengatakan rekanan yang datang itu hanya rekomendasi lisan dari Walikota. “Untuk paket ini saya yang mengerjakan seperti itu pak (pengakuan rekanan),” ungkapnya.
“Jadi sebelum saya menghadap melaporkan kegiatan, tetap saya laporkan ke Kadis, bahwa semua rekanan yang datang itu tolong di sampaikan ke pimpinan yang di atas. Makanya saya langsung temui pak Lutfi sebagai Walikota karena sudah ada arahan dari kepala dinas,” timpalnya.
Ketika saudara konfrontir bahwa ada rekanan yang datang, katanya ada paket proyek yang ini, dan dikatakan oleh terdakwa laksanakan sesuai aturan, apa benar seperti itu? tanya PH terdakwa. “Betul,” jawab saksi.
Apakah ada kata kata langsung dari pada terdakwa, oh paket ini untuk rekanan yang ini?, ada apa nggak keluar dari mulut terdakwa?. “Ada, sebagian,” jawabnya.
Terdakwa eks Walikota Bima, Muhammad Lutfi, mengaku isterinya Eliya tidak pernah bertemu dengan beliau (saksi) hanya sekali di 2023, itupun untuk urusan minta bantuan di daerah Lambu, selebihnya isteri saya tidak pernah.
Di tahun 2021 pihaknya mengaku ada pembahasan serapan anggaran yang terlambat.
“Di sela sela itu dia (saksi) menyampaikan ke saya, pak Wali ada daftar proyek di dinas, terdakwa mengatakan ikuti sesuai aturan, itu yang saya sampaikan pak,” ungkapnya.
“Nah di tahun 2022 terjadi lagi serapan anggaran yang terlambat karena sistem kita yang salah di Dapodik. Datanglah dia (saksi) diutus dengan Kadisnya,” terang terdakwa.
Nah, saudara terdakwa masalah list itu bagaimana?,” tanya Ketua Majelis.
“Kalau list dari mereka itu ada, list dari mereka bukan dari saya, ditunjukkan ke saya, ikuti sesuai aturan. Tapi kalau masukan nama dari saya tidak ada,” pungkasnya. (Tim. GA*)