Kota Bima, Garda Asakota.-STKIP Taman Siswa (Tamsis) Bima semakin intens menggelar kegiatan positif dan seminar-seminar yang menghadirkan narasumber hebat. Setelah pekan lalu dikunjungi seorang diplomat yang menjadi duta besar di berbagai negara, kali ini Kampus dengan visi Go Internasional tersebut menjamu sepasang suami istri yang merupakan inpirator terkenal di NTB yang tentunya memiliki karya-karya hebat.
Mereka adalah Prof. Dr. H. Abdul Wahid, M.Ag, M.Pd dan Prof. Hj. Atun Wardatun, MA, PhD. Dua sejoli yang merupakan guru besar pada Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.
Selain konsen di dunia akademik, keduanya juga menggagas La Rimpu (Sekolah Rintisan Perempuan untuk Perubahan) yang kini semakin terkenal dengan program-program sosial. Dengan programnya “La Rimpu Goes To School”, akhirnya membawa pasangan ini sampai juga di kampus STKIP Taman Siswa Bima.
Kedatangan dua tokoh penulis buku berjudul “BUKAN SATU MATA” itu disambut hangat Ketua STKIP Taman Siswa Bima, Dr. H. Ibnu Khaldun Sudirman, MSi beserta civitas akademika setempat.
“Kita kedatangan tamu yang saya kagumi sejak S1. Ini adalah kali pertama hadir di Tamsis. Sejak menjadi murid, saya banyak belajar,” ucap Dr. H. Ibnu Khaldun Sudirman, MSi menyambut kedatangan pasangan yang dikenal dengan sebutan “AW” tersebut di hadapan mahasiswa.
Doktor yang baru saja kembali dari ibadah haji ini mengungkapkan rasa kagumnya terhadap dua sosok inspirasi NTB asal Bima tersebut. Bahkan Dr. Ibnu tampak begitu terharu menyambut pasangan AW ini yang menurutnya begitu spesial.
“Saya sedikit terharu mengingat beliau sempat diuji dengan ujian yang sangat besar. Terkait La Rimpu ini, saya sudah sangat sering mendengar giatnya di sosmed. Terima kasih di sini untuk menginspirasi kami,” sapa doktor ilmu politik ini.
Pada kesempatan itu, Dr. H. Ibnu juga menekankan pentingnya membangun perempuan Bima dan mengapresiasi program La Rimpu yang dinilai sangat bermanfaat. Pihaknya juga membuka diri untuk bisa saling mengisi antara satu sama lain.
Sementara itu, Pembina La Rimpu, Prof. Dr. H. Abdul Wahid, M.Ag, M.Pd mengaku terkesan dengan sambutan ketua STKIP Taman Siswa Bima. Bahkan ia meluruskan pernyataan Dr. Ibnu yang menyebut sebagai muridnya.
“Beliau (Dr. H. Ibnu) ini sebenarnya bukan murid. Tapi teman diskusi,” tegasnya.
Menurut Prof. AW, saat tiba dari Surabaya, ada sosok Dr. Ibnu yang meyakinkannya untuk membangun peradaban di Bima. Dan benar saja, peradaban itu sudah begitu besar terlihat di Tamsis.
Diskui, STKIP Tamsis adalah institusi yang membawa warisan berharga bagi pendidikan di Bima.
“Kami banyak dengar ceritanya, bahwa Tamsis telah banyak membawa legacy. Belum berumur 17 tahun, telah berdiri sebuah penanda peradaban,” tuturnya, disambut tepuk tangan peserta yang hadir.
Prof Abdul Wahid merasa spesial telah disambut dengan SOP yang sangat baik. Dengan SOP itu, AW merasa tidak ragu bahwa Tamsis memang sudah menuju ke visi Go Internasional.
“Kami sebenarnya sudah lama pengen ke kampus Tamsis Bima. Tapi sebenernya kami ragu. Kami berpikir sumbangsih apa yang sudah kami berikan. Kami melihat betul, Tamsis itu perguruan tinggi yang unik. Karena kampus ini dibangun oleh satu orang, dengan keberanian dan tekad,” tuturnya.
Terkait La Rimpu, Prof AW memulainya dengan sebuah ilustrasi, “seorang pria menari di tengah pantai. Orang-orang di sekelilingnya heran, namun kemudian ikut menari.”
“Ada yang disebut sebagai agency. Kepercayaan itulah yang membuat kami untuk membangun sebuah peradaban kecil yang dinamakan La Rimpu ini,” terangnya.
Yayasan La Rimpu ini berawal dari disrupsi, Prof AW merasa telah melepaskan ikatan-ikatan lama. Namun belum terikat pada ikatan-ikatan baru.
“Itu yang terjadi dengan modernisasi dan globalisasi saat ini,” katanya.
Prof AW juga menceritakan tentang musibah besar dan ujian yang harus ia lalui pada saat itu. Dimana semua kegiatannya berhenti total. Dari kecelakaan itu, ia mulai berpikir untuk membangun wadah yang bergerak pada kegiatan-kegiatan sosial, hukum, perempuan dan anak.
“Ada anak-anak yang sedang merayakan kegetiran dengan kegembiraan sejenak. Dengan judi, minum-minum keras, dan kegembiraan sementara. Ini yang membuat saya berpikir untuk menggagas La Rimpu,” jelasnya.
Disampaikan juga bahwa, La Rimpu ini jika meminjam istilahnya Ketua STKIP Tamsis, harus ada ulama organik. Pihaknya ingin menjangkau anak-anak yatim piatu sosial.
“Apa yang kita bangun di sini adalah menara gading. Ayo kita mulai, bahwa ada energi besar, energi besar itu adalah lembaga kampus. Hidup ini harus bangun aktor-aktor yang mengisi kantong-kantong yatim piatu sosial. La Rimpu sudah masuk ke desa-desa konflik. Ternyata konflik itu luas sekali,” urainya.
Pada kesempatan itu, Pembina La Rimpu ini mengajak untuk berkolaborasi. Sehingga, semuanya menjadi aktor-aktor perdamaian. Ada aset daerah yang terbaik, yaitu kemampuan untuk berbuat dan bertindak.
“Kami mendapatkan hal yang lebih. Mudah-mudahan kita semua menjadi orang yang bisa membangun peradaban seperti apa yang dicita-citakan oleh Tamsis,” harap pria berkacamata ini.
Prof AW juga mengajak seluruh peserta untuk berkolaborasi dalam membangun peradaban dan perdamaian melalui La Rimpu. Wadah yang baru berumur enam tahun itu, telah bekerja sama dengan berbagai lembaga nasional dan internasional dan membuka peluang rekrutmen bagi semua yang ingin bergabung.
Diskusi yang dipimpin Waka III STKIP Tamsis, Ramli, M.Pd itu menghadirkan berbagai pertanyaan mendalam dari peserta. Dimulai dari pertanyaan mengapa Bima dan perempuan dipilih sebagai pilot project. Hingga peran kaum akademisi dalam memutus mata rantai kejahatan narkotika di Bima. (GA. 212*)