Kuasa Hukum Dokter UI, Sutrisno A Azis SH MH.
Mataram, Garda Asakota.-
LHM alias Dokter J, salah seorang oknum pejabat di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) akhirnya secara
resmi di laporkan pada SPKT Polda NTB pada 06 Agustus 2023 lalu atas dugaan
pencabulan terhadap Dokter UI
“Saat ini laporan klien kami tersebut sedang ditangani oleh
penyidik unit PPA Polda NTB. Insha Alloh, dalam waktu dekat klien kami akan
segera dipanggil untuk keperluan klarifikasi oleh unit PPA Polda NTB,” terang Kuasa
Hukum Dokter UI, Sutrisno A Azis SH MH., didampingi Kuasa Hukum Dokter UI
lainnya, Amrii Nuryadin SH MH., kepada wartawan, Senin 21 Agustus 2023.
LHM alias Dokter J diduga dilaporkan dengan pasal 294 ayat 2
angka 1 KUHP, juncto pasal 289 KUHP.
“Pasal 294 ayat 2 angka 1 itu mengatur tentang pejabat yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang karena jabatan adalah bawahannya diancam
dengan hukuman pidana penjara selama 7 tahun, sedangkan pasal 289 KUHP mengatur
tentang perbuatan cabul disertai tindak kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seseorang untuk melakukan perbuatan cabul dengan ancaman hukuman pidana
penjara selama 9 tahun,” terangnya.
Kedua, menurutnya, pasal yang disangkakan dalam laporan
polisi tersebut termasuk delik biasa, bukan delik aduan.
“Sehingga klien kami mengajukannya dalam bentuk laporan
bukan pengaduan, karena bentuknya laporan maka masa daluarsanya masih lama
sekitar 12 tahun, menurut ketentuan pasal 78 KUHP, berdasar alasan tersebut
maka laporan klien kami ini secara formal masih dalam tenggat waktu yang
ditentukan undang undang, berbeda dengan pengaduan yang tenggat waktunya lebih
singkat sekitar 6 sampai 9 bulan berdasar ketentuan pasal 74 KUHP,” jelasnya
lagi.
Tim lawyer Dokter UI mengaku pihaknya tidak akan menyinggung
hal-hal yang berhubungan dengan materi perkara karena selain bertentangan
dengan asas praduga tak bersalah juga perihal tersebut menjadi ranahnya
penyidik.
“Kami percaya penyidik Polda NTB akan menangani laporan ini
secara profesional dan transparan. Apalagi klien kami ini seorang wanita yang
harkat dan martabatnya perlu dilindungi
oleh negara dan hukum di negeri ini,” sambung mantan Hakim Tipikor ini.
Mungkin ada yang bertanya kenapa kejadian tahun 2021 baru
dilaporkan sekarang?
“Begini, tidak mudah bagi klien kami menghadapi masalah ini,
butuh waktu yang cukup lama menumbuhkan keberanian untuk mengajukan laporan
polisi, apalagi kasus ini terkait dengan kesusilaan dengan kehormatan seorang
wanita yang oleh sebahagian masyarakat masih dianggap tabu untuk dibuka di
ruang publik,” cetusnya.
Menurutnya, sangat sedikit wanita yang berani melaporkannya,
karenanya negara dan hukum perlu mengapresiasi langkah hukum yang ditempuh
kliennya dalam memperjuangkan hak-hak hukumnya.
“Mudah-mudahan momentum ini menjadi pembelajaran yang
berharga bagi kita semua khususnya bagi kaum perempuan yang merasa senasib
dengan klien kami,” harapnya.
Selanjutnya, pihaknya mengaku akan intens melakukan
koordinasi dengan Polda NTB khususnya unit PPA untuk mengetahui progres
penanganan laporan kliennya.
“Kami yakin keadilan masih ada di negeri ini, khususnya bagi
kaum perempuan korban pencabulan dan pelecehan seksual dalam memperjuangkan hak
hak hukumnya. Kami kira disinilah diuji penerapan prinsip hukum persamaan
kedudukan di hadapan hukum (equality before the law) yang diatur dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945,
apakah norma tersebut hanya sebuah slogan tanpa makna ataukah terimplementasi
juga dalam penegakkan hukumnya,” pungkasnya (GA. Im*)