Sekjen PB PGRI, H Ali Rahim. |
Mataram, Garda Asakota.-
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PB PGRI, H Ali Rahim, menegaskan lahirnya edaran MenPANRB tentang Penghapusan tenaga Honorer Daerah (Honda) yang mulai diberlakukan pada 28 November 2023 akan berdampak besar terhadap pemenuhan kebutuhan guru di Indonesia.
“Lahirnya edaran tersebut jelas akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan guru secara Nasional. Saat sekarang, guru sekolah negeri yang dibutuhkan secara Nasional berjumlah 1,2 juta orang. Ketika Pemerintah mengangkat semua guru saat sekarang ini, paling rasio kekurangannya nanti sekitar 10-15%. Tetap saja paska 2023, pemerintah harus tetap melakukan evaluasi terhadap pemenuhan kebutuhan guru,” ujar mantan Ketua PGRI Provinsi NTB ini kepada wartawan belum lama ini di Mataram.
PB PGRI tentu akan mengambil sikap jika edaran MenPANRB itu tetap harus dilaksanakan. Bisa jadi nanti PGRI tidak akan menggelar aksi unjuk rasa atau demonstrasi.
“Pilihannya bisa aksi diam atau aksi mogok yakni guru honorer tersebut tidak akan masuk mengajar. Tapi hanya berdiam diri didepan gerbang sekolah saja selama tiga minggu,” cetusnya.
PB PGRI merilis bahwa Indonesia membutuhkan guru negeri sebanyak 2,6 juta guru. Hanya saja dari kebutuhan tersebut, yang baru terpenuhi itu baru mencapai angka 1,2 juta guru dengan komposisi 48% itu adalah guru PNS dan 52% nya lagi adalah guru non PNS termasuk didalamnya guru P3K, K1, K2 dan K3 itu.
“Pemerintah di tahun 2021 itu, menargetkan untuk mengangkat 1 juta guru, tapi yang terealisir baru sekitar 370-an ribu,” bebernya.
PB PGRI mengimbau Pemda Provinsi, Kabupaten dan Kota se-Indonesia agar dapat memprioritaskan pengajuan formasi guru.
“Karena terus terang saja, anggaran sudah tersedia melalui APBN sehingga gaji mereka dituangkan kedalam Dana Alokasi Umum (DAU). Nah tinggal bagaimana menganalisis kebutuhan guru yang ada dimasing-masing Kabupaten dan Kota sehingga tercukupi kebutuhan guru itu sendiri. yang walaupun secara bertahap kita melihat saat sekarang ini sejak tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 nanti, guru yang pensiun itu mencapai angka 247 ribu lebih. Dan di tahun 2022 ini pun akan pensiun sekitar 67 ribu orang guru. Tahun 2021 kemarin sekitar 78 ribu. Maka ini harus diantisipasi dimana kekurangan guru akibat pensiun dan kematian,” terang H Ali Rahim.
Dikatakannya, pemerintah seharusnya bersyukur dengan adanya guru non-ASN tersebut. Apalagi menurutnya, keberadaan guru non-ASN tersebut memberikan kontribusi besar dalam mencerdaskan kehidupa bangsa baik disekolah negeri maupun di sekolah-sekolah swasta.
“Semestinya harus disyukuri. Dan yang terpenting, jika ada landasan hukumnya seperti yang dilakukan pada sejumlah daerah yakni mengangkat pegawai daerah berdasarkan kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatifnya, maka itu seharusnya tidak menjadi masalah karena pertanggungjawabannya jelas dan landasan hukumnya ada,” ungkapnya.
Selain menegaskan ketidaksetujuannya terhadap lahirnya Edaran MenPANRB tersebut, PB PGRI berharap agar Pemerintah Provinsi (Pemprov), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Pemerintah Kota (Pemkot) seluruh Indonesia dapat mengusulkan formasi bagi guru non-ASN yang telah lulus passing grade tahun 2021 dalam pengajuan formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“PB PGRI telah melakukan koordinasi dengan Komisi X DPR RI dan Mendikbudristek terkait hal ini. Mereka yang telah lulus passing grade tahun 2021, maka formasinya harus diusulkan oleh Pemprov, Pemkab dan Pemkot. Meskipun disekolah asal itu tidak ada formasi, maka disekolah lain atau di tempat lain itu bisa diisi. Itu artinya perjuangan mereka itu sudah dapat diakomodir,” ujarnya.
PB PGRI juga telah berjuang untuk menurunkan nilai kelulusan passing grade pada tahapan awal penerimaan PPPK.
“Sehingga jumlah yang lulus pada saat penerimaan PPPK tahap pertama itu berjumlah 172.129 orang se-Indonesia. Itu maknanya bahwa apa yang kami lakukan ini betul-betul untuk kepentingan guru di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Sekjen PB PGRI ini berharap agar pemerintah memprioritaskan merekrut guru-guru non-ASN yang sudah mengabdi dalam kurun waktu yang cukup lama.
“Jadi bukan berdasarkan usianya. Tapi harus berdasarkan affirmasi masa pengabdiannya. Itu yang harus diberikan perhatian. Insha Alloh, ini juga menjadi catatan penting atau menjadi perhatian serius dari Mendikbud dan MenPANRB,” timpal pria yang dikenal tegas ini. (GA. Im*)