Puluhan Aktivis Perempuan Datangi DPRD NTB Tolak Peleburan DP3A, Isvie: Segarang Apapun Dewan, Keputusan Ada Ditangan Gubernur NTB

Hearing puluhan aktivisi Perempuan ini diterima langsung oleh Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaeda, beserta anggota Komisi V DPRD NTB, H Didi Sumardi dan Sekretaris DPRD NTB, H Surya Bahari, diruang rapat pleno DPRD NTB pada Rabu 09 April 2025.

Gardaasakota.com.-Sekitar 30-an Lembaga atau NGO yang tergabung dalam Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak Provinsi NTB mendatangi lembaga DPRD NTB untuk menyampaikan aspirasi penolakan terhadap rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB yang berencana akan melakukan peleburan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana atau disingkat DP3AKB dengan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan Provinsi NTB.

Hearing puluhan aktivisi Perempuan ini diterima langsung oleh Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaeda, beserta anggota Komisi V DPRD NTB, H Didi Sumardi dan Sekretaris DPRD NTB, H Surya Bahari, diruang rapat pleno DPRD NTB pada Rabu 09 April 2025.

Saat menerima aksi hearing puluhan aktivis Perempuan ini, srikandi udayana ini memberikan apresiasi terhadap komitmen perjuangan para aktivis Perempuan. Hanya saja menurutnya segarang apapun lembaga DPRD dalam memperjuangkan aspirasi para kaum Perempuan itu namun tetap saja keputusannya kembali kepada Gubernur NTB.

“Karena biar bagaimanapun, segarang apapun kami di DPRD NTB manakala Gubernur tetap pada prinsip dan berbagai argumentasi karena yang bertanggungjawab di pemerintahan ini adalah Gubernur, bukan DPRD,” ujar Srikandi Udayana yang sudah dua periode lebih memimpin lembaga DPRD NTB ini saat menerima hearing puluhan aktivis Perempuan di ruang rapat pleno DPRD NTB, Rabu 09 April 2025.

Sebagai sesama kaum Perempuan, ia mengaku sangat memaklumi dan akan ikut memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi para aktivis Perempuan tersebut. Hanya saja ia mengatakan ending akhirnya ada pada Gubernur.

“Saya sudah menyampaikan argumentasi kenapa pentingnya DP3A itu berbentuk dinas yang mandiri dan bebas intervensi dan tidak bergabung dengan dinas mana pun. Akan tetapi mungkin pak Gubernur sudah memiliki pertimbangan tersendiri tapi saya tidak tahu apakah akan merger atau tidak nanti ibu-ibu akan dengar sendiri penjelasan bapak Gubernur. Intinya aspirasi ini sudah disampaikan,” ungkapnya.

Ia mengatakan meski draft rencana perampingan struktur ini suratnya belum masuk ke Lembaga DPRD, ia berjanji akan menyampaikan dan mengkomunikasikan kembali ke para aktivis Perempuan tersebut ketika surat tersebut sudah masuk ke lembaga Dewan.

“Intinya kami menginginkan NTB ini sesuai dengan visi misi Gubernur mewujudkan NTB Makmur Mendunia apapun itu soal Perempuan, soal pelecehan dan kekerasan serta banyak hal soal Perempuan. Kita coba membangun sistem yang baik dimana soal itu bisa diperkecil dan dihilangkan apalagi NTB dikenal memiliki tingkat kekerasan terhadap Perempuan yang cukup tinggi secara nasional,” kata Ibu Isvie.

Ia mengatakan banyak hal yang harus didobrak untuk meruntuhkan fenomena itu karena ini adalah persoalan budaya.

“Karenanya kalau tidak bisa dengan revolusi maka kita evolusi secara pelan-pelan. Mungkin dengan satu dinas tersendiri bisa lebih mengangkat marwah kaum Perempuan. Tapi ini bukan semata persoalan satu dinas semata tapi juga ini menyangkut persoalan profesionalisme dan kemampuan kepala dinas nya juga. Kita lihat sekarang kepala dinasnya tidak mengerti soal Perempuan sehingga bagaimana dia bicara tentang kaum Perempuan sementara dia sendiri tidak paham tentang konsep kaum Perempuan. Makanya kita suarakan kepada pak Gubernur, pilihlah orang yang mengerti tentang persoalan Perempuan barulah diangkat sebagai Kepala Dinas,” tegasnya.

Sementara anggota Komisi V DPRD NTB, H Didi Sumardi, mengatakan telah menerima secara baik dan terbuka apa yang menjadi aspirasi para aktivis Perempuan tersebut. Ia mengaku telah menyampaikan komitmennya untuk meneruskan apa yang menjadi perjuangan kaum Perempuan ini sesuai dengan bidang tugas Komisi V yang membidangi juga soal pemberdayaan Perempuan dan anak dan berkaitan langsung dengan OPD yang menanganinya.

“Sesuai dengan bidang tugas tersebut Komisi V harus linier dengan apa yang disuarakan oleh Alinasi Perempuan ini. Tentu nanti dengan mekanisme yang ada di Dewan, infinya draft itu sudah disampaikan oleh eksekutif ke lembaga Dewan selanjutnya nanti Banmus akan menjadwalkan pembahasannya. Tentu setelah itu Komisi V sesuai dengan fungsinya akan memberikan masukan dan kalau dibahas oleh Pansus tentu kami berharap sebagian besar anggota Komisi V masuk didalam Pansus ini. Dan kita akan secara sungguh-sungguh memperjuangkan aspirasi Aliansi Perempuan ini. Nanti kita akan buatkan second opininya,” tegas mantan Ketua DPRD Kota Mataram ini.

Sementara itu, salah seorang perwakilan dari Aliansi Perempuan ini yakni Direktur Institut Perempuan untuk Perubahan Sosial (Inspirasi NTB), Nurjanah, mengatakan Kalau DP3A dileburkan kedalam gabungan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan, maka ini adalah kemunduran dari Pemerintahan yang sekarang.

“ini adalah kemunduran dari Pemerintahan yang sekarang. Karena merubah BP3A  menjadi DP3A merupakan perjuangan yang cukup panjang sebab berkaitan dengan tindak kekerasan Perempuan dan anak dan iindeks perdagangan orarng yang cukup tinggi dan juga berkaitan dengan data kekerasan Perempuan dan anak yang sebenarnya itu seperti fenomena gunung es,” kata aktivis Perempuan NTB ini.

Menurutnya, jika alasan peleburan itu didasari oleh persoalan adanya beban kerja harusnya eksistensi DP3A itu harus diperkuat dengan alokasi anggaran yang cukup, sumber daya manusia yang kuat serta kelembagaan yang diperkuat tapi jangan dileburkan.

“Kalau itu dilatari oleh keinginan efisiensi justru banyak dinas lain yang justru sangat gemuk. Efisiensi ini tidak bisa dilihat sebagai sebuah upaya untuk mengamputasi nyawa, tubuh serta mimpi Perempuan yang justru selama ini mengalami tindak kekerasan,” ujarnya.

Efisiensi tidak melulu berkaitan dengan soal anggaran akan tetapi menurutnya bagaimana memperkuat dinas-dinas yang memiliki urusan wajib yang sangat besar tapi juga melihat secara proporsional dinas-dinas lain yang besar yang kemudian itu dilihat efisiensinya.

“Jadi tidak ada korelasinya efisiensi itu dengan melakukan peleburan, malah ini justru merusak komitmen pemerintah terhadap aspek perlindungan Perempuan dan anak. Justru kalau seperti ini, NTB malah mendunia dengan persoalan Perempuan dan anak karena kasus perkawinan anak di NTB tertinggi secara nasional begitu pun dengan aspek ketimpangan gender juga NTB tertinggi nasional. Jadi banyak sekali persoalan Perempuan dan anak yang dihadapi NTB,” kritisnya.

“Trend terjadinya kasus Perempuan dan anak di NTB ini cukup tinggi. Kita kan hanya melihat datanya dari yang terlapor tapi kalau yang tidak terlapor sangat banyak. Makanya kami sampaikan bahwa kasus kekerasan perempuan dan anak itu jangan hanya dilihat dari aspek statistiknya saja tapi lihat dilapangan itu sangat luar biasa,” ujarnya.

Ia menilai peran DP3A selama ini imtens melakukan pelayanan di 10 Kabupaten dan Kota untuk melakukan yang terbaik. Dan koordinasi-koordinasi seperti ini wajib ada dalam sebuah lembaga untuk memastikan pelayanan dilakukan secara maksimal dan optimal.

“Nah kalau tidak ada yang koordinasikan itu gimana?. Bagaimana kalau peleburan ini juga diikuti oleh 10 Kabupaten dan Kota yang lain, tentu akan sangat mengancam dan mengamputasi kerja perlindungan Perempuan dan anak,” tandasnya. (GA. Im*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page