Anggota DPRD NTB, TGH Najamuddin Mustafa, dan H Ruslan Turmuzi. |
Mataram, Garda Asakota.-
Pelaksanaan MXGP sebentar lagi bakal dihelat. Tepatnya tanggal 24 Juni sampai dengan tanggal 26 Juni 2022 di Rocket Motor Circuit Samota Kabupaten Sumbawa.
Hanya saja dibalik gebyarnya rencana pelaksanaan MXGP tersebut, muncul permintaan dari sejumlah anggota DPRD NTB kepada lembaga audit Negara untuk melakukan audit khusus terhadap adanya dugaan aliran dana CSR yang begitu besar dari salah satu BUMN dan BUMD di NTB. Termasuk dari salah satu perusahaan tambang terbesar di NTB.
“Kalau dari BUMD itu nilai CSR-nya sekitar Rp2,5 Milyar. Sementara dari perusahaan tambang terbesar di NTB itu nilainya sekitar Rp12 Milyar. Begitu pun dari salah satu BUMN, CSR-nya sekitar Rp12 Milyar juga. Belum lagi berdasarkan hasil investigasi kami, sekitar Rp68 Milyar terkumpulkan dari sekitar 34 perusahaan. Ini semua harus diaudit khusus oleh Lembaga Audit Negara seperti BPK RI agar semuanya bisa clear dan transparan. Sebab berdasarkan UU tentang Penanaman Modal, CSR itu tidak diperbolehkan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan swasta. CSR itu diperuntukan untuk membantu memberdayakan masyarakat yang tidak mampu bukan untuk membiayai kegiatan perusahaan swasta,” tegas Anggota DPRD NTB, TGH Najamuddin Moestafa, kepada sejumlah wartawan di Mataram, Rabu 22 Juni 2022, seraya menyebut nama-nama list perusahaan tersebut.
Pelaksanaan kegiatan MXGP itu ditengarainya telah bergeser jauh dari pinsip Bussiness to Bussiness (B to B) yang telah digaungkan dari awal. Hal ini menurutnya ditandai dengan massifnya pelibatan ASN dalam kegiatan MXGP.
“Kami amati dan pantau dari awal. Kegiatan MXGP ini telah bergeser jauh dari prinsip awal B to B. Ini bukan lagi B to B. Tapi ini sudah terlihat seperti Goverment to Bussiness dimana keterlibatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) mulai dari Kepala Daerah sampai ke Kepala-kepala OPD-nya sangat terlihat jelas. Mulai dari persoalan lobi anggaran sampai pada penataan sirkuit dan lainnya. Kami menduga ada dugaan pelanggaran wewenang dalam kegiatan ini. Sebab Pemprov dan OPD-nya kami amati sudah tidak ada lagi yang fokus dalam melakukan tugas utamanya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Yang kami lihat dan amati, mereka hanya fokus memikirkan bagaimana MXGP ini bisa sukses saja,” sorot politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
“Koq yang lebih maju kedepan adalah Pemerintah?, padahal ini pekerjaan swasta, yakni PT Samota Enduro Gemilang (SEG). Apakah karena Direktur dan Komisaris dari PT ini anaknya pak gubernur?. Sehingga Pemprov ini lebih fokus mengurusi kegiatan yang bukan ranahnya?,” sambung pria yang pernah memimpin PKB NTB ini.
Pihaknya mengaku tidak alergi dengan kegiatan MXGP tersebut, hanya saja, pihaknya tidak sepakat kalau pelaksanaan kegiatan tersebut harus mengganggu fokus dan kerja OPD dalam mewujudkan visi dan misi NTB Gemilang.
“MXGP ini bukanlah gawenya pemerintah. Tapi ini gawe dari Swasta murni. Maka tidak semestinya pelaksanaan kegiatan ini mengganggu tugas-tugas kepala OPD. Beda ceritanya kalau pelaksanaan kegiatan itu dilaksanakan oleh Pemerintah seperti kegiatan Formula-E di DKI Jakarta, atau pelaksanaan MotoGP di Mandalika dimana Dorna bekerjasama dengan Pemerintah, dan pemerintah menunjuk salah satu BUMN seperti ITDC dan ITDC membentuk lagi MGPA. Inikan tidak seperti itu. Tapi justru Pemerintah yang terkesan genit mencarikan anggaran dan sponsorshipnya. Bisa saja diawalnya dia mengatakan ini B to B agar Lembaga Dewan terkecoh. Tapi dia lupa ada CSR yang masuk dalam kegiatan itu bahkan informasinya gaji pegawai di Sumbawa dipotong sebesar Rp500 ribu per pegawai. Kalau dikalikan dengan jumlah total pegawai sebanyak 9.500 pegawai, maka ada sekitar Rp4,5 Milyar uang yang terkumpul untuk itu. Inikan sarat dengan dugaan pungli karena tidak ada landasan hukumnya,” bebernya lagi.
Pihaknya menilai pelaksanaan kegiatan MXGP tersebut jauh dari kata pemberdayaan dan sama sekali tidak mendatangkan keuntungan ekonomi bagi masyarakat di daerah.
“Silahkan baca data BPS yang menyatakan bahwa ada sekitar Rp600 Milyar uang yang beredar di masyarakat paska perhelatan MotoGP. Jika dibandingkan dengan gelontoran uang dari Negara untuk membangun sirkuit itu yang mencapai angka sekitar Rp4,5 trilyun, angka Rp600 Milyar itu jelas tidak seberapa. Begitu pun dengan pelaksanaan kegiatan MXGP ini, kami melihat sama sekali tidak ada pemberdayaannya, justru ini ajang yang kami tengarai hanya untuk mengumpulkan uang saja,” sorotnya lagi.
Dari sisi penonton, lanjutnya, penonton MotoGP, 99,99%-nya adalah rakyat Indonesia. “Artinya kita tidak bisa menggaet uang orang luar Indonesia untuk belanja di Indonesia. Nah sekarang saya berani bertaruh bahwa 99,99% penonton MXGP adalah rakyat Pulau Sumbawa. Itu menandakan bahwa MXGP ini, tidak memiliki nilai pemberdayaan. MXGP itu hanya modus untuk mengambil untung dari rakyat baik dari tiket, dari dana CSR dan dari penyebaran banyak proposal,” timpalnya lagi.
Ditengah minimnya APBD, pihaknya menyesalkan sikap Pemprov yang dianggapnya mengabaikan kepentingan rakyat dan terlalu sibuk mengurusi MXGP.
“Padahal kondisi faktual hari ini kondisi infrastruktur jalan kita banyak yang rusak dan butuh perhatian pemerintah. Mestinya Pemprov fokus untuk menyelsaikan soal utang, fokus terhadap pencapaian visi misi NTB Gemilangnya, fokus untuk menurunkan angka kemiskinan. Bukannya fokus terhadap kegiatan MXGP yang hanya menguntungkan perusahaan swasta itu. Bayangkan sampai anggaran APBD kita sebesar Rp10 Milyar disumbangkan untuk peningkatan bandara menyambut MXGP ini. Begitu pun jaringan PLN, Internet, perpipaan air bersih, terpasang sampai ke lokasi sirkuti, padahal itu status tanah sewa. Trus perbaikan infrastruktur jalan menuju sirkuit semua diperhatikan pemerintah, bahkan semua alat berat pemerintah dikerahkan untuk menata sirkuit, padahal masih banyak sektor lain yang membutuhkan perhatian pemerintah,” timpalnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh anggota DPRD NTB, H Ruslan Turmuzi. Pria yang juga merupakan Ketua Fraksi Bintang Perjuangan Nurani Rakyat DPRD NTB ini berharap Aparat Penegak Hukum (APH) harus turun dalam pelaksanaan kegiatan MXGP ini.
“Jadi ini bukan saja persoalan audit, karena ini ada dugaan penyalahgunaan wewenangnya, maka APH harus turun. Penyelenggaraan ini adalah B to B, tapi didukung oleh APBD baik Provinsi maupun APBD Sumbawa. Terlepas dari adanya return atau dampak dari semuanya itu. Nah ketika Pemerintah menyelenggakan sebuah event, itu semestinya harus menunjuk BUMD. Bukan malah menunjuk Swasta yang tidak ada feed backnya pada APBD,” tegasnya.
Sementara itu, Gubernur NTB, Dr H Zulkieflimansyah, menepis adanya tudingan anggota DPRD NTB tersebut. Menurutnya pelaksanaan kegiatan MXGP tersebut tidak mendatangkan keuntungan finansial berarti.
“Tidak usah curiga yang terlalu berlebihan. Ini bukan pekerjaan yang menguntungkan secara finansial,” tepisnya singkat. (GA. Im*)