Ketua Bapemperda DPRD NTB, Akhdiansyah, S.HI. |
Mataram, Garda Asakota.-
Meski gelaran agenda paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dihelat Rabu 04 Oktober 2023, terkait
pembentukan panitia khusus (Pansus) enam (6) Rancangan Peraturan Daerah
(Ranperda) Prakarsa DPRD dan satu (Satu) Ranperda Prakarsa Eksekutif mengalami
penundaan karena tidak quorum.
Namun, Ketua Bapemperda DPRD NTB, Akhdiansyah, S.HI.,
meyakini penundaan tersebut tidak akan berpengaruh terhadap kelanjutan
pembahasan Ranperda.
“Gak berpengaruh. Itu hanya menunda paripurna karena gak
quorum karena kesibukan teman-teman Dewan. Pembahasan ini akan dilanjutkan di
paripurna berikutnya,” terang anggota Dewan utusan masyarakat Daerah Pemilihan
(Dapil) VI ini kepada wartawan, Selasa 04 Oktober 2023.
Adapun Ranperda yang akan dilakukan pembahasan tersebut
yakni Ranperda Prakarsa Eksekutif tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Ranperda ini menurutnya bersifat mandatori dari UU Nomor 01
Tahun 2022 yang berkaitan dengan keseimbangan fiskal.
Ranperda ini akan mengatur tentang adanya dua (2) penambahan
objek pajak Pemerintah Provinsi yakni pengenaan pajak penggunaan alat berat dan
satunya adalah yang berkaitan dengan pembagian proporsi pajak kendaraan
bermotor yakni 75% untuk Pemerintah Provinsi dan 25% untuk Pemerintah Kabupaten
dan atau Kota.
“Jadi filosofinya lebih pada keseimbangan fiskal,” imbuh mantan Sekjen PKB NTB ini.
Sementara enam (6) Ranperda lainnya yang akan dibahas oleh
Pansus nantinya adalah tiga (3) Ranperda yang bersifat mandatori dari UU Cipta
Kerja.
Pada tahun 2022, Pemerintah Provinsi menerima Surat dari
Kemendagri untuk merespon UU Cipta Kerja.
UU Cipta Kerja mengkodifikasi 11 Undang-undang yang akhirnya
juga berdampak pada peraturan yang ada dibawahnya.
“Inilah yang direspon oleh Daerah. Sehingga berdasarkan
hasil pembahasan antara Bapemperda dengan Biro Hukum Pemda, ada 11 Perda yang
juga harus dirubah dan bahkan harus dibuat ulang mengacu pada UU Ciptaker,” jelasnya.
Dari enam (6) Ranperda yang sedang dibahas sekarang, ada
tiga yang harus dibuat mengacu pada UU Ciptaker tersebut seperti Ranperda
tentang Perubahan Koperasi dan Usaha Kecil. Kedua, Ranperda tentang Izin Usaha
Mikro. Ketiga, Ranperda Ketenagakerjaan.
Sementara tiga (3) Ranperda lainnya adalah Inisiasi atau
Prakarsa dari Komisi-Komisi Dewan.
Kesatu, Ranperda tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan
merupakan inisiasi dari Komisi II. Kedua, Ranperda tentang Utilitas Jalan
merupakan inisiasi dari Komisi IV. Dan Ranperda tentang perlindungan TKI
merupakan inisiasi Komisi V.
“Jadi semua Ranperda yang akan dibahas ini memiliki urgensi
tersendiri sesuai dengan kebutuhan daerah,” terangnya.
Meski banyak Perda yang dihasilkan dalam kurun waktu empat (4)
tahun terakhir ini, pihaknya mengakui dalam sisi implementasinya banyak Perda yang
belum diimplementasikan oleh pihak eksekutif seperti Perda Petani Tembakau, Perda
Pesantren dan lainnya.
“Oleh karenanya sekarang kami akan melakukan evaluasi terhadap
implementasi Perda tersebut mulai dari Perda yang dihasilkan 2019 sampai dengan
2023,” pungkasnya. (GA. Im*)