Kadisnakertrans Provinsi NTB, IGP Aryadi. |
Mataram, Garda Asakota.-
Pemerintah Provinsi melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) telah berupaya maksimal untuk menutupi celah-celah pemberangkatan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) melalui jalur ilegal atau yang non prosedural.
“Pemprov NTB melalui Disnaker telah melakukan langkah-langkah tegas untuk menutup celah pemberangkatan CPMI secara non prosedural. Sejak tahun 2020, Gubernur telah menandatangani Memorandum Of Understanding dengan para Bupati/Walikota sebagai komitmen untuk mewujudkan Zero Unprosedural PMI. Intinya melarang warga NTB berangkat secara non prosedural, karena resikonya sangat berbahaya,” terang Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker) NTB, IGP Aryadi, kepada sejumlah wartawan belum lama ini di Mataram.
Disnaker tidak hanya sekedar mengeluarkan imbauan untuk menutupi celah pemberangkatan CPMI Unprosedural ini. Bahkan menurutnya, Disnaker telah melakukan langkah-langkah yang nyata dengan melakukan edukasi dan sosialisasi bersama stakeholder terkait di Kabupaten/Kota dan desa agar masyarakat yang ingin menjadi PMI menempuh jalur prosedural.
“Pemprov NTB bersama sejumlah Kabupaten seperti Lotim, sudah membentuk Satuan Tugas Perlindungan PMI yang melibatkan lintas sektor. Saat ini sedang diupayakan dibentuk juga di Loteng dan KLU untuk menekan kasus non prosedural, termasuk TPPO. Bahkan NTB melalui DP3AKB bersama stakeholder terkait telah merancang Perda dan Tim Pencegahan TPPO,” jelas Aryadi.
Meski hasilnya memang masih terjadi kasus pemberangkatan non prosedural, tetapi menurut Aryadi, pemberangkatan CPMI secara unpresedural ini telah jauh menurun jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Dari total PMI NTB yang berjumlah sekitar 535 ribu yang tersebar di 108 negara penempatan. Pada tahun 2021 yang lalu tercatat 1.008 kasus PMI Non Prosedural. Jumlah ini jauh menurun jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 30% dari total PMI NTB. Bahkan tidak semua kasus terekspose,” imbuhnya.
Saat ini pemprov NTB bersama BP2MI telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan 8 orang tekong/calo dengan dugaan TPPO.
“Dan 5 orang dari tekong tersebut sedang diproses oleh Polda NTB untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” timpalnya.
Khusus untuk pencegahan TPPO, kata Aryadi, bahkan NTB telah menerbitkan Perda dan Pergub. Dan sudah dilakukan perjanjian kerja sama dengan kampus antara lain, Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT), Universitas Mataram (UNRAM), dan lainnya.
“Juga melibatkan NGO serta Pemkab/Pemkot untuk melakukan edukasi dan desiminasi bahaya TPPO di masyarakat. Jadi semua ini butuh dukungan semua pihak dengan langkah konkret. Bukan justru saling menyalahkan,” pungkasnya. (GA. Ese*)