Gardaasakota.com.-Dalam Bo’ Abdul Kadim, tidak hanya memberikan deskripsi mengenai pertempuran dan diplomasi, tetapi juga menyajikan informasi tentang keputusan-keputusan strategis yang diambil oleh pihak-pihak yang terlibat.
“Ini mencakup berbagai aspek seperti pertempuran besar, keputusan politik, serta usaha-usaha diplomasi yang dilakukan untuk mengatasi konflik. Merupakan gambaran nyata dari sebuah peristiwa sejarah,” ungkap Dr.Dewi Ratna Muchlisa Mandyara,S.E.,M.Hum dalam simpulan disertasinya yang dipertahankan untuk meraih gelar Doktor Ilmu Sastra di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, 30 April 2025, sebagaimana diberitakan Garda Asakota beberapa hari yang lalu.
Dalam disertasinya berjudul “Prahara di Manggarai dalam Bo’ Abdul Kadim:Kajian Filologi, Sejarah, dan Politik” dosen Universitas Nggusuwaru (Unswa) Bima tersebut menyimpullkan, gambaran umum tentang naskah dan teks catatan peristiwa serta surat-menyurat dalam Bo’ Abdul Kadim memberikan pemahaman yang mendalam mengenai prahara di Manggarai.
Naskah ini merupakan sumber penting yang mendokumentasikan dinamika konflik, keputusan strategis, dan reaksi masyarakat terhadap ketegangan yang terjadi. Bo’ Abdul Kadim, sebagai manuskrip yang ditulis pada masa itu, terbukti menjadi sumber sejarah otentik yang memberikan wawasan langsung mengenai peristiwa-peristiwa penting, dinamika politik, dan kondisi sosial yang terjadi pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kadim.
Surat adalah dokumen penting yang otentik karena bukan hasil imajinasi, melainkan percakapan nyata antara tokoh-tokoh beberapa wilayah.
“Bo’ Abdul Kadim berfungsi sebagai arsip utama yang merinci berbagai aspek dari konflik di Manggarai,” ujar lulusan S-1 Ekonomi Manajemen Universitas Islam Indonesia (UII) tahun 2000) tersebut.
Dewi Ratna Muchlisa Mandyara, yang lulus dengan yudisium “sangat memuaskan” tersebut mengemukakan, naskah Bo’ Abdul Kasim ini menyajikan catatan peristiwa yang mencakup kronologi dan dampak dari ketegangan yang terjadi. Surat-menyurat dalam Bo’ Abdul Kadim memainkan peran kunci dalam menggambarkan komunikasi antara berbagai pihak selama prahara. Surat-surat ini meliputi komunikasi antara Raja Bima, penguasa lokal, serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam konflik.
Surat ke-33, misalnya, menunjukkan laporan ancaman serangan serta permintaan bantuan dan izin dari Raja Bima kepada Tuan Gubernur dan Anggota Raad. Surat ke-35 melibatkan komunikasi mengenai keamanan dan kepentingan di Manggarai dengan Gubernur VOC dan Anggota Raad di Makassar.
“Surat-surat berikutnya, seperti ke-37 dan ke-38, memberikan laporan tentang perlindungan dan bantuan militer yang diminta serta kemenangan dalam pertempuran,” ujar perempuan yang dilahirkan di Mataram 6 Februari 1973 itu.
Surat-surat ini, imbuh alumni lulusan Magister Ilmu Sastra (Filologi) Unpad 2010 tersebut, tidak hanya mencakup laporan mengenai situasi dan kebutuhan, tetapi juga mencerminkan kebijakan, strategi, dan pandangan yang memengaruhi jalannya konflik.
Misalnya, surat ke-60 memberikan laporan mengenai jatuhnya Kota Reok, sementara surat ke-62 hingga ke-65 membahas situasi keamanan dan kekuasaan di Manggarai, termasuk pengakuan kesalahan dan upaya mempererat hubungan persahabatan.
Kepala Museum Samparaja Bima itu mengatakan, melalui surat-surat ini, Bo’ Abdul Kadim mengungkapkan bagaimana masyarakat berusaha beradaptasi dan bertahan dalam menghadapi ketidakpastian dan kesulitan yang ditimbulkan oleh konflik.
Surat-surat ke-66 hingga ke-70, serta surat-surat lainnya, berisi permohonan bantuan dan laporan situasi perang, menunjukkan bagaimana pihak-pihak terlibat berusaha mencari dukungan dan mengatasi serangan musuh.
“Naskah ini juga memberikan indikasi tentang upaya mencari solusi damai dan rekonsiliasi di tengah ketegangan,” ujar mahasiswa Program Doktor Angkatan 2021 Unpad Bandung tersebut.
Ungkapnya lagi, Surat ke-322 hingga ke-440 melibatkan informasi mengenai kesepakatan dengan Kerajaan Mengkasar, penjelasan tentang situasi di Manggarai, serta laporan tentang keberhasilan dan kesulitan dalam peperangan.
Surat terakhir, seperti ke-442 hingga ke-504, mencakup laporan mengenai keberhasilan merebut wilayah, permohonan bantuan, serta kondisi perang yang menunjukkan berbagai aspek dari upaya militer hingga administrasi dan diplomasi.
Dewi Ratna Muchlisa Mandyara menyebutkan, secara keseluruhan, Bo’ Abdul Kadim adalah sumber berharga yang memberikan gambaran menyeluruh mengenai prahara di Manggarai, Reo dan Pota.
Naskah ini tidak hanya mencatat peristiwa-peristiwa penting tetapi juga menggambarkan komunikasi dan respons terhadap konflik, menawarkan wawasan yang mendalam tentang bagaimana konflik memengaruhi masyarakat dan bagaimana berbagai pihak berusaha menghadapinya.
Naskah dan teks catatan peristiwa serta surat-menyurat dalam Bo’ Abdul Kadim, sebut Dewi Ratna Muchlisa Mandyara, memberikan gambaran mendalam mengenai prahara di Manggarai dan dampaknya terhadap konstelasi politik pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kadim.
Melalui pendekatan strukturalisme, naskah ini mencerminkan berbagai aspek kemanusiaan dan sosial yang terlibat dalam konflik tersebut.
Dikemukakannya, konflik di Manggarai dipicu oleh ketidakpastian politik dan ketegangan antara Kerajaan Bima dan berbagai pihak lain, termasuk Kompeni, kelompok lokal, serta wilayah-wilayah tetangga seperti Gowa, Sumbawa, dan lainnya. Dampaknya terlihat jelas dalam konstelasi politik masa Sultan Abdul Kadim, yang mencakup ketergantungan dan kerjasama antara kerajaan-kerajaan serta kelompok lokal.
Naskah ini menunjukkan bahwa prahara berdampak pada hubungan antar-kerajaan, memperlihatkan dinamika ketergantungan, kerjasama, serta ketegangan yang ada. “Secara kemanusiaan, konflik mengakibatkan ketidakpastian, ketakutan, kesedihan, dan duka yang mendalam bagi masyarakat,” ujarnya.
Namun, di tengah krisis ini, muncul pula harapan, doa, kepedulian, solidaritas, keberanian, keteguhan, dan tuntutan akan keadilan. Aspek-aspek ini membentuk reaksi masyarakat terhadap konflik dan menggarisbawahi nilai-nilai yang dipegang teguh dalam menghadapi situasi sulit.
Naskah Bo’ Abdul Kadim juga mencakup pandangan dunia yang berbeda mengenai konflik ini, termasuk perspektif dari Makassar, Gowa, Bima, dan VOC/Belanda. Hal ini memperkaya pemahaman tentang bagaimana berbagai pihak memandang dan berinteraksi dalam konteks konflik Manggarai.
Secara keseluruhan, naskah ini tidak hanya mendokumentasikan kronologi dan dampak konflik, tetapi juga menyoroti strategi penyerangan, perlawanan, dan pertahanan, serta bagaimana kepemimpinan yang kuat dan adil, serta nilai-nilai agama dan adat berperan dalam menyikapi dan mengatasi krisis.
Dewi Ratna Muchlisa Mandyara berhasil mempertahankan disertasi di depan Sidang Promosi Doktor Unpad yang dipimpin Dekan FIB Unpad Prof.Aquarini Priyatna, M.A.,M.Hum, Ph.D merangkap Ketua Sidang, didampingi Sekretaris Sidang Dr.Lina Meilinawati Rahayu, M.Hum. Bertindak sebagai Ketua Tim Promotor adalah Prof. Dr.Reiza D.Diena Putra, M.Hum dengan angggota Tim Promotor terdiri atas : Dr. Hj.Titin Nurhayati Ma;mun, M.S., dan Dr.Ikhwan, M.Hum. Sementara penguji masing-masing terdiri atas Dr. Hamdan Zoelva S.H.,M.H., Dr. H.Ade Kosasih, M.Ag., dan Dr. Elis Suryani Nani Sumartina, M.S. dan Prof.Dr.H. Dadang Suganda, M.Hum sebagai representasi Guru Besar.
“Mestinya, Dewi Ratna Muchlisa Mandyara lulus dengan “cumlaude”, namun tidak cukup satu jurnal internasional,” salah seorang penguji promovenda, Dr.Hamdan Zoelva, S.H.,M.H. menjelaskan kepada wartawan media ini ketika dijapri melalui Whatsapp-nya. (GA. MDA*).