Gubernur Diminta Copot PPK Proyek IC dan RS Mandalika dari Jabatannya di PUPR, Imbas Temuan BPK

Masjid Islamic Center Hubbul Wathan.

Gardaasakota.com.-Gubernur NTB, H Lalu Muhamad Iqbal, diminta copot PPK Proyek IC dan RS Mandalika dari Jabatannya sebagai Kepala Bidang di salah satu Bidang di Dinas PUPR Provinsi NTB.

“Sebaiknya Gubernur segera mencopot oknum Kabid tersebut karena kami anggap gagal dalam melaksanakan kewajibannya selaku PPK dalam melakukan pengawalan dan penilaian terhadap dua proyek tersebut dengan baik dan professional,” ujar Syahrudin salah seorang aktivis NTB Transparancy and Policy Watch (NTPW), Minggu 06 Juli 2025.

Menurutnya meski dalam temuan BPK proyek tersebut gagal dilaksanakan sesuai jadwal, dan rekanan telah dikenakan denda keterlambatan miliaran rupiah, namun tanggungjawab itu semestinya tidak hanya dibebankan terhadap rekanan saja.

“Tidak hanya rekanan saja yang diberikan sanksi denda. Tetapi harus ada sanksi juga yang harus dibebankan kepada PPK yakni pencopotan dari jabatan yang diembannya sesuai dengan system meritokrasi yang ingin diterapkan oleh Gubernur NTB. Pejabat yang menunjukkan kinerja yang buruk dan tidak professional harusnya segera diamputasi oleh Gubernur,” kata Syahrudin.

Sebagaimana mencuat dalam pemberitaan media online di NTB, berdasarkan temuan BPK, ada tiga paket pekerjaan yang mengalami keterlambatan penyelesaian di tiga SKPD. Yakni, pekerjaan Rehabilitasi Gedung Islamic Center pada Dinas PUPR, pekerjaan Pembangunan Gedung Rawat Inap RS Mandalika pada Dinas Kesehatan, dan pekerjaan Pembangunan Revitalisasi Rumah Produksi Balai Kemasan pada Dinas Perindustrian.

“Dari hasil analisis BPK terhadap dokumen Surat Perjanjian/Kontrak, Adendum Kontrak, Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK), Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK), serta dokumen pembayaran atas tiga pekerjaan tersebut mengungkapkan adanya keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang belum dikenakan denda seluruhnya minimal senilai Rp3.625.323.000,” bunyi temuan BPK dalam LHP atas LKPD Pemprov NTB dikutip media ini.

Selain itu, analisis terhadap dokumen kontrak dan ketentuan pengenaan denda berdasarkan peraturan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah menunjukkan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan adendum pekerjaan. Khususnya terkait perpanjangan masa pelaksanaan, dasar perhitungan denda, dan proses serah terima pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Atas denda keterlambatan, sebagian telah ditindaklanjuti dengan melakukan penyetoran ke Kas Daerah senilai Rp491.692.000, sehingga terdapat sisa yang belum ditindaklanjuti minimal senilai Rp3.133.631.000.

“Rincian denda keterlambatan, Rehabilitasi Gedung Islamic Center Rp1.693.333.000, Pembangunan Ruang Rawat Inap RS Mandalika Rp1.440.298.000, dan Revitalisasi Rumah Produksi Balai Kemasan Rp 491.692.000,” sebut BPK.

Rekanan Revitalisasi Rumah Produksi Balai Kemasan sudah menyetor denda keterlambatan ke kas daerah. Namun terdapat permasalahan dalam proses serah terima pekerjaan, karena PHO tidak sesuai dengan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia.

Saat PHO dilakukan belum terdapat rincian item pekerjaan yang disepakati antara PPK, Penyedia, dan Konsultan Pengawas; danb. PPK tidak melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan saat dilakukan PHO. Pemeriksaan tersebut semestinya dilakukan terhadap kesesuaian hasil pekerjaan terhadap kriteria/spesifikasi yang tercantum dalam kontrak.

Perpanjangan Waktu dan Perhitungan Denda Proyek IC Tidak Sesuai Ketentuan

Pekerjaan Rehabilitasi Gedung Islamic Center dilaksanakan oleh CV OQKI PUTRA yang beralamat Desa Katua, Dompu dengan nilai kontrak Rp13.351.777.000. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yaitu 120 hari kalender sejak tanggal 15 Agustus 2024 sampai dengan 12 Desember 2024.

Analisis atas dokumen Surat Perjanjian/Kontrak, Adendum Kontrak, SSUK, SSKK serta Dokumen Pembayaran menunjukkan bahwa dasar pengenaan denda keterlambatan dalam kontrak berbeda dengan ketentuan PBJ Pemerintah. Selain itu, terdapat permasalahan denda keterlambatan berjalan yang belum dikenakan minimal senilai Rp1.693.333.000.

Pemberian perpanjangan waktu pelaksanaan dan pemberian kesempatan tidak dilaksanakan sesuai ketentuan serta tidak diikuti oleh perpanjangan jaminan pelaksanaan. Pekerjaan Rehabilitasi Gedung Islamic Center telah dilakukan adendum kontrak sebanyak empat kali.

Berdasarkan klarifikasi bersama PPK, Penyedia, dan Konsultan Pengawas atas perhitungan pengenaan denda pada tanggal 2 Mei 2025, BPK memperoleh informasi bahwa hingga saat tersebut pekerjaan belum selesai atau belum dilakukan PHO.

Selain itu, hasil klarifikasi menunjukkan bahwa sejak berakhirnya masa pemberian kesempatan dalam Adendum IV pada tanggal 30 Maret 2025, PPK belum menerbitkan Adendum V secara tertulis, sehingga terdapat periode yang tidak memiliki landasan kontraktual yang sah minimal sejak tanggal 30 Maret hingga 2 Mei 2025.

Selain itu, PPK juga tidak memperpanjang masa jaminan pelaksanaan sejak berakhirnya masa pemberian kesempatan pada Adendum III yaitu pada tanggal 20 Februari hingga 2 Mei 2025.

Berdasarkan klarifikasi bersama PPK, Penyedia, dan Konsultan Pengawas atas perhitungan pengenaan denda pada tanggal 2 Mei 2025, BPK memperoleh informasi bahwa hingga saat tersebut pekerjaan belum selesai atau belum dilakukan PHO. Selain itu, hasil klarifikasi menunjukkan bahwa sejak berakhirnya masa pemberian kesempatan dalam Adendum IV pada tanggal 30 Maret 2025, PPK belum menerbitkan Adendum V secara tertulis, sehingga terdapat periode yang tidak memiliki landasan kontraktual yang sah minimal sejak tanggal 30 Maret hingga Mei 2025.

Selain itu, PPK juga tidak memperpanjang masa jaminan pelaksanaan sejak berakhirnya masa pemberian kesempatan pada Adendum III yaitu pada tanggal 20 Februari s.d. 2 Mei 2025.

Di sisi lain, perhitungan pengenaan denda keterlambatan tidak sesuai dengan ketentuan PBJ Pemerintah dengan denda keterlambatan belum dikenakan minimal senilai Rp1.693.333.000.

Dokumen kontrak pada SSKK Pasal 70.4.(c) tentang denda akibat keterlambatan menyatakan bahwa “Besar denda keterlambatan untuk setiap hari keterlambatan adalah 1/1000 (satu perseribu) per hari terhadap sisa pekerjaan”.

Hasil penelusuran terhadap dokumen rancangan SSKK menunjukkan bahwa ketidaksesuaian ketentuan dalam pasal-pasal SSKK disebabkan oleh perubahan pada Pasal 70.4.(c) terkait pengenaan denda keterlambatan.

Dokumen rancangan SSKK tersebut menetapkan bahwa besaran denda keterlambatan adalah 1/1000 (satu per seribu) per hari dari nilai kontrak sebelum PPN. Namun, dalam dokumen final SSKK, dasar perhitungan denda diubah menjadi berdasarkan sisa pekerjaan. Perubahan pada Pasal 70.4.(c) ini tidak disertai dengan penyesuaian pada pasal-pasal lain dalam SSKK yang terkait, sehingga menimbulkan pertentangan antar ketentuan di dalam SSKK.

Hasil wawancara kepada PPK menunjukkan bahwa PPK tidak mengetahui mengenai ketentuan pengadaan barang dan jasa baik Peraturan PresidenNomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahmaupun Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia dan aturan terkait lainnya, yang mengatur mengenai denda keterlambatan pekerjaan dikenakan 1‰ (satu permil) per hari dari nilai kontrak atau nilai bagiankontrak, dan tidak terdapat kata sisa dalam ketentuan tersebut.

Terkait klausul pengenaan denda dari sisa harga bagian kontrak yang belum dikerjakan, yang diatur dalam SSKK, PPK hanya meneruskan dari kondisi tahun-tahun sebelumnya dimana pengenaan denda dari sisa bagian kontrak dan merasa hal tersebut lazim dilakukan karena sudah dipraktikkan pada tahun-tahun sebelumnya.

Hasil analisis BPK menunjukkan bahwa pengenaan denda keterlambatan pada Pekerjaan Rehabilitasi Gedung Islamic Center seharusnya dihitung berdasarkan nilai bagian kontrak yang belum selesai dikerjakan.

Berdasarkan laporan progres yang disampaikan oleh CV AC sebagai Konsultan Pengawas, sampai dengan waktu berakhirnya kontrak yaitu tanggal 31 Desember 2024 masih terdapat bagian pekerjaan yang belum diselesaikan dengan progres fisik pekerjaan sebesar 54,49% (minggu ke-20). Nilai bagian kontrak yang belum diselesaikan per 31 Desember 2024 berdasarkan laporan progres pekerjaan adalah senilai Rp13.879.771.642.

Keterlambatan Pekerjaan Gedung Rawat Inap RS Mandalika

Pekerjaan Pembangunan Gedung Rawat Inap RS Mandalika pada Dinas Kesehatan dilaksanakan oleh CV NK dengan Surat Perjanjian Nomor 500.1.1.3/002/RSMAN-3.PPKo/VII/2024 tanggal 19 Juli 2024 dengan jenis kontrak harga satuan senilai Rp10.385.001.000,00.

Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yaitu selama 150 hari kalender dimulai tanggal 19 Juli 2024 hingga 15 Desember 2024.

Analisis atas dokumen Surat Perjanjian/Kontrak, Adendum Kontrak, SSUK, SSKK serta Dokumen Pembayaran menunjukkan bahwa pemberian kesempatan dilaksanakan tanpa mengacu pada ketentuan yang berlaku dan terdapat denda berjalan yang belum dikenakan minimal senilai Rp1.440.298.000.

Berdasarkan klarifikasi bersama PPK, Penyedia, dan Konsultan Pengawas atas perhitungan pengenaan denda pada tanggal 2 Mei 2025, BPK memperoleh informasi bahwa hingga saat tersebut pekerjaan belum selesai atau belum dilakukan PHO.

Selain itu, hasil klarifikasi menunjukkan bahwa sejak berakhirnya masa pemberian kesempatan dalam Adendum IV pada tanggal 28 Maret 2025, PPK belum menerbitkan Adendum V secara tertulis, sehingga terdapat periode yang tidak memiliki landasan kontraktual yang sah minimal sejak tanggal 28 Maret hingga 2 Mei 2025.

Selain itu, PPK juga tidak memperpanjang masa jaminan pelaksanaan sejak berakhirnya masa pemberian kesempatan pada Adendum II tanggal 3 Februari – 2 Mei 2025.

Denda Keterlambatan

Dokumen kontrak pada SSKK Pasal 70.4.(c) tentang denda akibat keterlambatan mengatur bahwa untuk pekerjaan Pembangunan Gedung Rawat Inap RS Mandalika, besar denda keterlambatan untuk setiap hari keterlambatan adalah 1/1000 (satu perseribu) per hari dari nilai kontrak sebelum PPN.

Perhitungan pengenaan denda keterlambatan pekerjaan Pembangunan Gedung Rawat Inap RS Mandalika dari waktu berakhirnya kontrak tanggal 15 Desember 2024 hingga waktu klarifikasi perhitungan denda dilakukan tanggal 2 Mei 2025 (pekerjaan masih belum selesai saat dilakukan klarifikasi perhitungan denda tersebut) minimal senilai Rp1.440.298.000.

Rekomendasi BPK

Atas persoalan proyek IC dan RS Mandalika,BPK merekomendasikan Gubernur NTB agar menginstruksikan Kepala Dinas PUPR, Kepala Dinas Kesehatan, dan Kepala Dinas Perindustrian untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan pekerjaan fisik di lingkungan kerjanya;

Kepala Dinas PUPR dan Kepala Dinas Kesehatan untuk mendorong penyelesaian pekerjaan dan segera memproses potensi dan/atau kekurangan penerimaan atas denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan minimal senilai Rp 3.133.631.000. (GA. Im*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page