Gardaasakota.com.-Pasangan Calon (Paslon) Walikota dan Wakil Walikota Bima Nomor Urut 1 Arahman dan Feri Sofiyan (MAN-FERI) yang menjadi Pihak Terkait dalam perkara Nomor 41/PHPU.WAKO-XXIII/2025 meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Bima nomor urut 2, Rum-Inah.
Hal itu disampaikan kuasa hukum Paslon MAN-FERI, Sutrisno A Azis, SH, MH, dalam sidang perkara nomor 41/PHPU.WAKO-XXIII/2025 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (21/1/2025).
“Dalam pokok perkara, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” pinta Sutrisno didampingin rekannya, Jufrin, SH.
Dalam persidangan yang dipimpin Saldi Isra, Kuasa Hukum 01 membantah semua dalil dalil pemilih ganda, bukti P11, yang sebelumnya dinyatakan kabur oleh majelis saat sidang permulaan tanggal 9 Januari lalu, demikian juga pemilih tidak dikenal bukti P34 tidak ada, sehingga tidak disahkan sebagai alat bukti dalam sidang saat itu.
“Berkaitan dengan 21 TPS yang diminta PSU, tidak beralasan sama sekali, dan telah ditanggapi dalam eksepsi dan pokok perkara, karena tidak menguraikan pelanggaran pelanggaran di 21 TPS tersebut, justru yang diuraikan dugaan pelanggaran di TPS lain yang tidak dimintakan PSU.
Mengenai pemilih ganda telah memberikan suara di 21 TPS yang tersebar di 3 kecamatan, itu juga tidak benar.
Tidak ada laporan/temuan dan rekomendasi Bawaslu terkait pemilih ganda yang memberikan suara di 21 TPS tersebut,” tegasnya.
Justru menurut Kuasa Hukum 01, istilah pemilih ganda yang selalu disebut berulang ulang oleh pemohon dalam permohonannya adalah sebuah dalil imajiner yang tidak berdasar sama sekali.
Bahwa daftar hadir model C yang diajukan oleh Pemohon sebagai bukti a quo mulai P 13 s/d P33, bukanlah sebagai bukti yang menegaskan kebenaran adanya pemilih ganda, tetapi sebagai bukti untuk mengetahui jumlah pemilih yang menyalurkan hak suara.
Kemudian, mengenai para pemilih ganda telah mencoblos lebih dari satu kali, kemudian pencoblosan yang kedua dapat dibuktikan dengan daftar hadir, itu juga tidak benar karena daftar hadir bukanlah bukti kebenaran adanya pemilih ganda yang melakukan pencoblosan dua kali, bahkan sekalipun itu benar maka Pemohon seharusnya menggunakan haknya melaporkan pada Bawaslu.
“Namun hat itu tidak dilakukan dan/atau tidak ada rekomendasi resmi dari Bawaslu kota Bima terkait dengan itu, sehingga dalil pemohon sepanjang berkaitan dengan dugaan pemilih ganda yang mencoblos lebih dari satu kali harus ditolak dan/atau dikesampingkan,” tegas mantan Hakim Tipikor Mataram ini.
Bahwa tudingan pemohon terhadap termohon yang seolah membiarkan pemilih ganda mencoblos lebih dari satu kali untuk mendulang suara pasangan calon tertentu adalah tuduhan yang tidak berdasar dan mengarah pada fitnah yang keji, sekiranya pasangan calon tertentu yang dimaksud adalah pihak terkait, maka pihak terkait membantah dengan keras, karena selama proses dan tahapan pemilihan, pihak terkait tidak pemah berbuat curang, apalagi sampai melakukan kerja sama atau berkonspirasi dengan Termohon, tuduhan seperti itu sama sekali tidak berdasar dan mohon untuk dikesampingkan.
Kuasa Hukum 01 juga menegaskan bahwa tidak ada korelasinya antara pemilih ganda dengan permintaan pemilihan suara ulang (PSU) di 21 TPS di 3 kecamatan di kota Bima, karena syarat PSU telah ditetapkan secara limitatif dalam Pasal 112 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor I Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubemur, Bupati, Walikota menjadi Undang-undang, yang berbunyi, pemungutan suara di TPS dapat diulang jika terjadi gangguan keamanan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
Pemungutan suara di TPS dapat diulang jika dari hasil penelitian dan pemeriksaan Panwas Kecamatan terbukti terdapat 1 (satu) atau lebih keadaan sebagai berikut, pembukaan kotak suara dan I atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan Perundang-undangan, kemudian petugas KPPS dan Bawaslu meminta pemilih memberi tanda Khusus, menandatangani, atau menu/is nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan, petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah, kemudian ebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali, pada TPS yang sama atau TPS yang herbeda; dan/atau lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih, mendapat kesempatan memberikan suara pada TPS. (GA. 212*)