DR. Ibnu Khaldun. |
Kabupaten Bima, Garda Asakota.-
Wacana pergantian Mori Hanafi, SE, M.Com, sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB dari fraksi partai Gerindra menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Khususnya dari kalangan masyarakat dan pengamat politik asal Bima Raya (Bima, Kota Bima dan Dompu) yang notabene merupakan daerah pemilihan (Dapil) Mori Hanafi.
Rencana pergantian tersebut dinilai akan memantik persoalan kedaerahan, sebab Mori Hanafi menjadi satu-satunya representasi masyarakat Dapil 6 yang duduk di kursi pimpinan DPRD. Kondisi ini jelas akan mengusik keterwakilan politik di dua pulau besar NTB yakni Sumbawa dan Lombok.
Menyikapi hal itu, koalisi Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Bima Dompu angkat bicara. Koalisi yang terdiri dari Ketua Ketua STKIP Taman Siswa Bima, Rektor Universitas Muhamadiyah Bima, Ketua STISIP Mbojo, Rektor Institut Agama Islam Muhammadiyah Bima dan Ketua STKIP Yapis Dompu menyampaikan surat terbuka kepada Menteri Dalam Negeri, Gubernur NTB, Ketua DPRD NTB, Ketua Umum Pimpinan Pusat Partai Gerindra dan masyarakat politik untuk menyikapi rencana tersebut.
Surat terbuka yang dikeluarkan pada tanggal 26 April 2022 tersebut, menyikapi situasi politik yang terjadi di DPRD NTB terkait surat keputusan partai Gerindra yang akan melakukan pergantian pimpinan/wakil ketua Mori Hanafi utusan dari daerah pemiihan VI (kabupaten Dompu, kabupaten Bima dan Kota Bima) pulau Sumbawa, seperti sudah dibacakan pada sidang paripurna DPRD NTB belum lama ini.
Adapun isi pernyataan sikap, pertama paradigma pembangunan di era disrupsi apalagi pada masa pandemi adalah menggunakan pendekatan kolaborasi yang dasar pertimbangannya geopolitik dilandasi penguatan merit sistim.
Kedua, kelembagaan politik yang demokratis seperti partai politik DPRD harus melakukan modernisasi dalam tata kelolanya mengacu pada amanat reformasi birokrasi yakni memiliki sistim kerja yang terbuka, memberikan asas kepastian dan melayani dengan akuntabilitas yang tinggi karena akan menghasilkan kebijakan strategis yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat luas atau (publik).
Ketiga, di era reformasi saat diberlakukan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah langsung di NTB sudah terus mempertimbangkan keterwakilan politik dua pulau Lombok dan Sumbawa mulai tahapan pencalonan sampai tahap pelaksanaan kebijakan pembangunan seperti di masa kepimimpinan Eksekutif Gubernur dan wakil gubernur Lalu Srinata-Thamrin Rayes, Zainul Mazdi – Badrul Munir, Zainul Mazdi-Muhammad Amin dan terakhir Zul-Rohmi.
Begitu juga pada kepimpinan legislatif mulai dari ketua DPRD Lalu Serinata, Sunardi Ayub, Suhaili Lalu Sujirman dan baiq Isvi Rufaeda selalu ada pimpinan perwakilan dari pulau sumbawa diantaranya Abdul Kappi, bapak Muhammad, Mori Hanafi.
Keempat, komposisi kepemimpinan historis di masa awal terbentuk sunda kecil sampai pada masa orde baru keterwakilan politik selalu menjadi nuansa kebijakan pembangunan di NTB.
Kelima, pergantian bapak Mori Hanafi sungguh tidak memperhatikan keterwalikan politik yang sudah menjadi konsoasional demokrasi (kesepakatan Bersama) sejak bersatunya pulau Lombok dan Sumbawa.
Keenam, dua anggota dan satu anggota DPRD NTB kurang efektif bekerja karena Riwayat kesehatan dapil enam mengalami kekosongan sudah lebih dari dua tahun yaitu Ady Mahyudi proses PAW, Kaharuddin partai berkarya meninggal belum ada info pergantian dan hal tersebut berhubungan dengan politik anggaran untuk pelayanan aspirasi (dana pokir) di masing-masing dapil.
Ketujuh, adanya keterwakilan politik akan sangat memudahkan untuk mendapat dan mengagregasi kebijakan politik anggaran yang bersumber dari anggaran tugas pembantuan, anggaran dana alokasi khusus dari kementrian dan atau hibah dari berbagai Lembaga pemerintah swasta baik dalam maupun luar negeri
Delapan, pulau Sumbawa di 15 tahun masa reformasi memberikan kontribusi tertinggi untuk pendapatan daerah dari sektor pertambangan dan ketahanan pangan.
Kesembilan, selama 4 periode hasil pemilihan kepala daerah NTB, pengisian jabatan dari 42 jabatan eselon hanya 5-7 persen pejabat yang berasal dari Kota Bima, Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, dengan demikian bila jabatan wakil ketua DPRD diganti maka menambah deretan ketidakberdayaan politik dan berubahlah komposisi pimpinan menjadi ketua dan wakil ketua DPRD Pulau Lombok.
Demikian isi pernyataan sikap Koalisi PTS Bima Dompu, yang ditanda tangani oleh, Dr Ibnu Khaldun, M.Si, Dr Ridwan MH, Muhlis, M.Si, Hendra, M.Psi, dan Dr Dodo M.Si. Mereka secara tegas meminta kepada Menteri Dalam Negeri, Gubernur NTB, Ketua DPRD NTB dan partai politik agar mempertimbangkan secara sungguh-sungguh aspek keterwakilan politik. (GA. 212*)