Tim Pokja ke JPU KPK: Pak Sekda Mengatakan, Lanjutkan Prosesnya, Nanti Saya Akan Sampaikan Alasan Ini kepada Umi Eliya

Sidang lanjutan kasus korupsi dengan terdakwa Muhammad Lutfi Walikota Bima 2018-2023, yang digelar Senin 4 Maret 2024 di Pengadilan Tipikor Mataram, menghadirkan empat orang Tim Pokja LPBJ.

Mataram, Garda Asakota.-Pengadilan Tipikor  Mataram Provinsi NTB kembali menggelar sidang kasus korupsi penerimaan gratifikasi dan pengadaan barang dan jasa oleh terdakwa Muhammad Lutfi Walikota Bima 2018-2023.

Dalam sidang yang menghadirkan empat orang Tim Pokja LPBJ dan eks Kabid Bina Marga Dinas PUPR, terungkap adanya fakta menarik lainnya dibalik proses tender pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemkot Bima.

Salah satu yang terungkap adalah terkait permintaan tender ulang pengadaan fingerprint (mesin absensi) Dinas Kominfo Pemkot Bima tahun 2021.

Majdi, Pejabat Pengadaan yang menjadi saksi ketiga dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua, Putu Gede Hariadi, SH, MH, mengaku pernah melakukan debat dengan Kabag LPBJ Agussalim terkait dengan hasil evaluasi Tim Pokja dalam proses pengadaan paket senilai Rp381 juta tersebut, bersumber rencana umum pengadaan (RUP) APBD Kota Bima 2021, sehingga tidak alasan untuk mengatakan tidak anggaran.

Diduga, debat ini dipicu lantaran perusahaan yang diarahkan oleh Kabag LPBJ tidak memasukan penawaran, sementara di satu sisi perusahaan yang lain ada yang memasukan penawaran. 

Saat itu, Kabag meminta Tim Pokja agar prosesnya dibatalkan saja supaya perusahaan yang diinginkan terakomodir masuk.

Hanya saja, meski ada permintaan pembatalan hasil, kata dia, Tim Pokja tetap melakukan evaluasi dan hasilnya menetapkan pemenang. 

Hasil dari evaluasi itu pun, sambungnya, tim Pokja kemudian melaporkan ke Sekda Kota Bima, Mukhtar Landa.

Sekda saat itu, menanyakan dasar mengapa tender itu tetap dilanjutkan sampai ada penetapan pemenang?, kemudian setelah itu saksi pun mengutarakan alasan bahwa peserta penawaran yang ikut persyaratan tersebut sudah terpenuhi. “Itu menurut evaluasi Tim Pokja,” tegasnya.

Menyikapi hal ini, kata Mahdi, kemudian Sekda meminta agar proses tersebut dilanjutkan sambil mengatakan akan menjelaskan alasan Pokja itu kepada Umi Eliya, isteri terdakwa Walikota Bima 2018-2023.

Ketika JPU KPK menanyakan bagaimana ceritanya sampai muncul nama Eliya dalam pertemuan tersebut?, Mahdin mengaku nama itu muncul lantaran ada pernyataan dari Sekda saat itu. 

“Pak Sekda mengatakan, lanjutkan prosesnya nanti saya akan sampaikan alasan Pokja ini kepada Umi Eliya,” ucapnya mengutip pernyataan Sekda.

“Nah, ada yang janggal nggak di sini, kalau kata pak Sekda kemudian melapor kepada Ibu Elly, ibu Ellya itu siapa?, ujar JPU balik bertanya. “Isteri Walikota,” jawab saksi.

JPU KPK lanjut bertanya, saudara menanyakan kepada Sekda mengapa dilaporkan ke Umi Eliya, ada nggak pak Sekda menjelaskan kenapa?, “Tidak,” jawab saksi. Jujur (saksi), yang dikatakan Sekda begitu ya?. “Iya pak jawab saksi,” tutur saksi.

Soal cerita pembatalan pemenang ini, saksi bersama Tim Pokja juga pernah dipanggil Kabag LPBJ Agussalim, yang saat itu memberikan surat pembatalan hasil tender  dengan alasan refocusing anggaran sehingga pada akhirnya proyek tersebut dibatalkan, tidak jadi dilaksanakan.

Diakui saksi Kabag LPBJ, Agussalim saat itu pernah berucap lebih baik tender lelang ini tidak ada daripada pemenangnya tidak sesuai dengan kehendak Eliya Alwaini.

Saksi lainnya Salahuddin, juga mengaku masih mengingat adanya proses pengadaan paket fingerprint. 

Diakuinya Tim Pokja sudah melakukan evaluasi, kemudian hasilnya dilaporkan ke Kabag LPBJ, yang bahwa peserta tender  tidak ada jagoan yang mendaftar sehingga pak Kabag dari awal sarankan tender ulang.

Kami jelaskan bahwa tim Pokja sudah memberikan evaluasi, ada beberapa perusahaan yang memenuhi syarat dan urutannya sudah dirangking 1 sampai 5.

“Akhirnya pak Kabag melaporkan, entah laporannya ke Sekda atau siapa. Tiba tiba kami pun dipanggil oleh Sekda, saya, pak Mahdin, dan pak Ihsan menghadap di ruangan Sekda,” tuturnya.

Saat itu, kata dia, Sekda menanyakan terkait dengan hasil evaluasi Tim Pokja, apakah semuanya itu tidak bisa dilakukan pembatalan atau bagaimana?.

“Tim menyampaikan bahwa semua perusahaan memenuhi syarat dan kami sudah merengking urutannya. Mendengar penjelasan kami, akhirnya Sekda mengatakan, kalau begitu lanjutkan saja. 

Kamipun kembali ke ruangan dan melakukan penetapan, dua hari setelah itu, kami didatangi Kabag yang mengatakan tendernya dibatalkan saja, ini ada surat dari saya kepada Pokja,” katanya.

Kami mempertanyakan kenapa Kabag berani membatalkan tender, sedangkan sesuai aturan kalau tidak ada dasar yang jelas tidak bisa dilakukan pembatalan tender. 

“Itu sudah ada surat dari pak Sekda yang mengatakan anggaran itu dihapus (direfocusing) karena alasan covid19, sehingga dengan alasan itu Tim Pokja membatalkan,” imbuhnya.

Pihaknya sempat menyarankan kepada Kabag agar pembatalannya dilakukan di tingkat PPK karena sudah tetapkan pemenang, namun Kabag ngotot tetap harus dibatalkan.

Ketika JPU KPK menanyakan apakah di saat  Sekda mengatakan silahkan lanjutkan, apakah saksi ada juga dengar kalimat nanti saya akan sampaikan ke Umi Eliya?, menjawab hal ini saksi mengaku tidak mendengarnya. 

“Saya tidak mendengar itu pak,” pungkasnyadi depan persidangan yang dipimpin Hakim Ketua, Putu Gde Hariadi, SH, MH, didampingi dua Hakim Anggota, Agung Prasetyo dan Djoko Soepriyono.

Berdasarkan informasi yang diperoleh wartawan, menariknya pengadaan fingerprint ini justru direalisasikan di awal tahun anggaran 2022 dengan sistem PL. (Tim. GA*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page