Sutrisno A. Azis, SH, MH. |
Kota Bima, Garda Asakota.-
Mencermati pernyataan Sekda Kota Bima, Drs. H. Mukhtar Landa, MH, melalui salah satu media online terbitan Kota Bima edisi Jumat tanggal 6 Agustus 2022 dengan judul berita, Diduga laporan ‘Komplotan Al-Imran’ ke KPK Gunakan Data Palsu, patut disesalkan.
Hal ini diungkapkan oleh mantan Hakim adhoc Tipikor pada Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar Bali tahun 2011-2014/Pengadilan Tinggi Mataram NTB tahun 2014-2021, Sutrisno Azis, SH.,MH.
Kepada wartawan, Sabtu malam (6/8/2022), Sutrisno Azis menilai pernyataan Sekda tersebut terkesan mengkiriminalisasi partisipasi masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Kota Bima, padahal peran serta masyarakat tersebut telah dijamin oleh hukum khususnya diatur dalam pasal 41 nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang undang no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kedua payung hukum tersebut, kata dia, telah melegitimasi dan memberi ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut serta dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, bahkan diberikan perlindungan hukum dan penghargaan oleh negara.
“Berpijak dari kedua aturan hukum di atas seharusnya Sekda Kota Bima selaku pejabat publik sekaligus sebagai aparat pemerintah mendorong partisipasi masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana tipikor tersebut, tidak perlu alergi apalagi takut demi terciptanya clean government di lingkungan pemerintah kota Bima,” ungkapnya.
Menurut pria yang juga Advokat pada kantor Advokat dan Konsultan hukum SUTRiSNO Azis, SH.MH, alamat jalan Sunu nomor 116 Kota Makassar ini, pengajuan laporan pada lembaga anti rasua (KPK) dalam perkara ini masih merupakan bagian dari peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.tetapi pelaksanaannya jangan kebablasan (asal), tetap harus dilakukan secara bertanggungjawab, seharusnya langkah ini perlu diapresiasi dan didukung bersama.
“Soal terbukti tidaknya itu urusan nanti, itu domein Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor yang memutuskannya,” tegas Tris, sapaan akrab Advokat yang terkenal vokal ini.
Mengenai tingkat akurasi atau asli/palsunya data yang dilaporkan pada lembaga KPK, inipun menurutnya tidak perlu diperdebatkan apalagi di ruang publik, serahkan semuanya pada penyelidik/penyidik KPK.
Dinilainya, para pelapor kasus dugaan korupsi ini adalah orang-orang yang hebat, professional dan terpilih, pasti akan mudah menilai apakah data tersebut asli atau palsu, melalui mekanisme verifikasi dan klarifikasi serta gelar perkara, kalau laporan/pengaduan tersebut didasarkan pada data-data yang asli dan akuntabel maka progresnya akan kelihatan nanti dari tahapan pemeriksaan lidik naik ke sidik dan menetapkan siapa saja tersangkanya.
“Sebaliknya kalau data tersebut palsu maka laporan tadi tidak akan berproses dan ditindaklanjuti. Jadi tidak perlu dikhawatirkan apalagi melakukan penghakiman lebih awal mendahului tupoksi lembaga yang berwenang,” tuturnya.
Apabila pihak yang dilaporkan merasa dirugikan akibat laporan tersebut saluran hukumpun telah tersedia untuk itu, misalnya mengajukan laporan polisi dengan sangkaan pelapor telah melakukan laporan palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 220 KUHP, dan/atau apabila terlapor menganggap data/dokumen yang dilaporkan itu palsu maka yang bersangkutan dapat melaporkan dengan delik pemalsuan surat sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 KUH pidana, semua saluran hukum telah tersedia tinggal dipilih saja mana yang tepat sesuai konteks peristiwa hukumnya.
“Jadi tidak perlu dipolemikkan lagi hanya akan menghabiskan waktu dan tenaga dengan sia-sia tanpa kesimpulan akhir, karena memang bukan ranah kita.
Untuk itu, serahkan semuanya pada lembaga penegak hukum yang berwenang. Sekarang lebih baik kita sama-sama menjaga kondusivitas daerah agar pembangunan dapat tersus berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat banyak,” pungkasnya. (GA. 212*)