Mataram, Garda Asakota.-
Tindakan hukum KPK melakukan penggeledahan di kantor Walikota Bima dan beberapa satker terkait serta rumah kediaman Walikota Bima patut diapresiasi. Tindakan penggeledahan tersebut, kata mantan Hakim Tipikor, Sutrisno A. Azis, SH, MH, menunjukan penanganan perkara korupsi yang diduga dilakukan oleh oknum ASN dan penyelenggara Negara di lingkungan Pemkot Bima berjalan dengan baik.
“Mudah mudahan setelah tindakan penggeledahan dan penyitaan ini, KPK akan segera mengeluarkan release resmi tentang status para terlapor termasuk Walikota Bima agar semuanya menjadi jelas,” ungkap Sutrisno Azis, Advokat yang berkantor pada kantor Advokat/Konsultan hukum SUTRISNO AZIS,SH.,MH., and Partners, alamat jalan Abdul Kadir Munsyi No 55 Kota Mataram ini.
Menurutnya, terkait rumor status tersangka Walikota Bima yang beredar di tengah masyarakat selama ini, baru bersumber dari surat panggilan kepada saksi, bukan dari hasil release resmi KPK, sehingga belum bisa dijadikan rujukan pasti kecuali surat panggilan tersebut sudah dikonfirmasi kepada KPK, kemudian KPK membenarkan surat panggilan tersebut produk mereka baru bisa dipastikan status hukum yang bersangkutan.
“Selama belum ada hasil konfirmasi dan release resmi KPK, maka status hukum para terlapor termasuk Walikota Bima belum bisa dikatakan sebagai tersangka, sebaiknya kita tunggu saja dulu release resmi KPK,” katanya.
Dalam surat panggilan tersebut disebutkan bahwa pasal yang disangkakan kepada para terlapor yakni pasal 12 huruf i dan pasal 12 B UU no 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kalaulah benar demikian maka tindakan penggeledahan yang dilakukan KPK itu dapat dibenarkan karena relevan dengan peristiwa hukum dan kemauan pasal yang disangkakan kepada para terlapor.
Pasal 12 huruf i itu mengatur tentang Keikutsertaan pejabat atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang dan jasa, makannya pasal ini sering disebut sebagai pasal conflict of interest dalam proses pengadaan barang dan jasa, artinya para terlapor khususnya ASN dan penyelenggara negara diduga memiliki kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa tersebut, misalnya mengerjakan proyek sendiri atau menyuruh/ mengunakan perusahaan pihak lain untuk mengerjakan proyek milik ASN atau penyelenggara negara yang bersangkutan.karena itu tidak perlu heran apabila dokumen yang digeledah dan disita oleh KPK itu kemungkinan besar banyak berkaitan dengan proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Bima.
Meski rumusan pasal 12 huruf i itu mengatur tentang konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, namun tidak berakibat merugikan keuangan negara,karenanya tidak wajib diaudit oleh BPK. Kalaupun negara merasa dirugikan akibat perbuatan para terlapor maka dapat ditempuh dengan cara menjuctokannya dengan UU money loundring untuk melengkapi pasal pasal UU Tipikor yang sudah ada.
“Praktek KKN dalam proses pengadaan barang dan jasa sebagaimana ketentuan pasal 12 huruf i UU Tipikor ini saya kira marak terjadi hampir di seluruh Pemda, cuma kebetulan yang kena apes sekarang ini oknum pejabat di lingkungan Pemkot Bima, untuk Pemda lain tunggu saja gilirannya, saya harap KPK dapat mengatensinya,” pungkasnya. (GA. 212*)